1. Penggerek Batang
(Stem Borer)
Gambar 1. Padi yang terserang sundep
Penggerek batang merupakan hama paling menakutkan pada
pertanaman padi, karena sering menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil
yang tinggi. Di lapang, kehadiran hama ini ditandai oleh kehadiran ngengat
(kupu-kupu) dan kematian tunas padi, kematian malai, dan ulat penggerek batang.
Hama ini merusak tanaman pada semua fase tumbuh, baik
pada saat pembibitan, fase anakan, maupun fase berbunga. Bila serangan terjadi
pada pembibitan sampai fase anakan, hama ini disebut sundep, dan jika terjadi
pada saat berbunga, disebut beluk.
Sampai saat ini belum ada varietas yang tahan penggerek
batang. Oleh karena itu gejala serangan hama ini perlu diwaspadai, terutama
pada pertanaman di musim hujan. Waktu tanam yang tepat, merupakan cara yang
efektif untuk menghindari serangan penggerek batang. Hindari penanaman pada
musim Desember-Januari, karena suhu, kelembaban, dan curah hujan pada saat itu
sangat cocok bagi perkembangan penggerek batang, sementara tanaman padi yang
baru ditanam, sangat sensitif pada hama ini. Tindakan pengendalian harus segera
dilakukan, kalau > 10% rumpun memperlihatkan gejala sundep atau beluk.
Insektisida yang efektif terhadap penggerek batang
tersedia di kios-kios sarana pertanian, terutama yang berbahan aktif:
karbofuran, bensultaf, karbosulfan, dimenhipo, amitraz, dan fipronil. Sebelum
menggunakan suatu produk pestisida, baca
dan fahami informasi yang tertera pada label. Kecuali untuk kupu-kupu yang
banyak beterbangan, jangan memakai pestisida semprot untuk sundep dan beluk.
2.
Wereng Hijau (green leafhopper)
Gambar 2. Imago wereng hijau
Beberapa jenis dari wereng
hijau diantaranya adalah Nephottetix virescens, N.
nigropictus, N. cinticeps, N. malayanus. Peran
wereng hijau (WH) dalam sistem pertanaman padi menjadi penting oleh karena WH
merupakan vektor penyakit tungro, yang merupakan salah satu penyakit virus
terpenting di Indonesia. Kemampuan WH sebagai penghambat dalam sistem pertanian
padi sangat tergantung pada penyakit virus tungro.
Sebagai hama, WH banyak ditemukan pada sistem sawah
irigasi teknis, ekosistem tadah hujan, tetapi tidak lazim pada ekosistem padi
gogo. WH menghisap cairan dari dalam dari dalam daun bagian pinggir, tidak
menyukai pelepah, atau daun-daun bagian tengah. WH menyebabkan daun-daun padi
berwarna kuning sampai kuning oranye, penurunan jumlah anakan, dan pertumbuhan
tanaman yang terhambat (memendek). Pemupukan unsur nitrogen yang tinggi sangat
memicu perkembangan WH.
WH umumnya dikendalikan dalam suatu paket dengan
mengendalikan tungro. Dianjurkan untuk menanam varietas tahan tungro seperti
Tukad insektisida. Beberapa insektisida efektif, terutama yang berbahan aktif
BPMC, bufrezin, imidkloprid, karbofuran, MIPC, atau tiametoksam.
3. Walang sangit/rice bug Leptocorisa oratorius (Fabricius)
Gambar
3. L. oratorius di pertanaman
Walang sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi
pada fase pemasakan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran gabah yang
sedang mengisi. Apabila diganggu, serangga akan mempertahankan diri dengan
mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme mempertahankan diri, bau yang
dikeluarkan juga untuk menarik walang sangit lain dari species yang sama.
Walang sangat merusak tanaman ketika mencapai fase berbunga sampai matang susu.
Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna dan mengapur,
serta gabah menjadi hampa.
Hama ini dapat dikendalikan melalui beberapa langkah,
seperti :
-
Mengendalikan gulma, baik
yang ada di sekitar sawah maupun yang ada di sekitar pertanaman;
-
Meratakan lahan dengan baik
dan memupuktanaman secara merata agar tanaman tumbuh seragam;
-
Menangkap walang sangit
menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan;
-
Mengumpan walang sangit
dengan ikan yang sudah busuk, daging ayam yang sudah rusak, atau dengan kotoran
ayam;
-
Menggunakan insektisida jika
diperlukan dan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari ketika walang
sangit berada di kanopi.
Gambar 4. Wereng Coklat
Wereng coklat dapat menyebabkan daun berubah kuning
oranye sebelum menjadi coklat dan mati. Dalam keadaan populasi wereng tinggi
dan varietas yang ditanam rentan wereng coklat, dapat mengakibatkan tanaman
seperti terbakar atau "hopperburn". Wereng coklat juga dapat menularkan penyakit
virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput, dua penyakit yang sangat merusak.
Ledakan WCK biasanya terjadi akibat penggunaan
pestisida yang tidak tepat, penanaman varietas rentan, pemeliharaan tanaman,
terutama pemupukan, yang kurang tepat, dan kondisi lingkungan yang cocok untuk
WCK (lembab, panas, dan pengap).
Pengendalian
wereng coklat dapat dilakukan dengan mencegah penyebaran dan perkembangbiakan
hama tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan hama ini adalah ;
Pertama yaitu melakukan
pemantauan secara rutin dan terjadwal yang dilakukan dengan cara mengamati
areal tanaman padi dalam interval waktu tertentu (misalnya seminggu sekali),
sejak awal persemaian, penanaman sampai panen. Pemantauan ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kepadatan populasi wereng coklat di tiap lokasi
sehingga dapat dijadikan pedoman apakah perlu dilakukan tindakan pengendalian
atau tidak. Semakin tinggi kepadatan populasi wereng coklat, semakin cepat
kita harus melakukan tindakan pengendalian. Adapun pedoman untuk menetapkan gejala serangan wereng
dengan menggunakan 3 kunci pendugaan. Yaitu tipe A, B dan C. Pendugaan
tipe A ini terjadi pada saat persemaian. Kerusakan dianggap berat bila
pada saat umur 30 hari terdapat 50 ekor betina makrop per 25 kali ayunan
jaring. Pada tipe B, fase ini
terjadi saat padi berumur 20 - 30 HST. Tingkat serangan dianggap merugikan bila ditemukan 2 - 5
ekor betina dalam satu rumpun. Tipe C yaitu pada saat padi berumur 20 -
30 HST dan 50 - 60 HST. Kerusakan dianggap berat bila ditemukan 2 - 5
ekor betina dalam 1 rumpun padi.
Pemantauan ini sebaiknya dilakukan bersama-sama dalam satu kelompok tani
dan hasilnya dibahas untuk menentukan langkah pengendaliannya.
Kedua adalah
memusnahkan singgang (sisa tanaman) yang terserang virus kerdil rumput dan
kerdil hampa dengan cara mengolah tanah sesegera mungkin setelah tanaman padi
dipanen. Dengan kita membiarkan lahan tersebut, maka kemungkinann
timbulnya serangan virus akan lebih besar saat kita memulai penanaman kembali.
Ketiga adalah
menanam padi varietas unggul tahan hama. Penanaman varietas tahan hama terbukti
mampu dan efektif mengurangi serangan wereng coklat. Penggunaan bibit
padi yang merupakan keturunan dari benih asli/bersertifikat akan membuat
tanaman menjadi lebih peka/rentan terhadap serangan hama, sehingga disarankan
untuk selalu menggunakan benih F-1-nya. Saat ini ada sekitar 17 varietas
yang tergolong tahan wereng diantaranya : Cisadane, IR-50, Krueng Aceh, Sadang,
Cisokan, Cisang-garung, IR-64, Dodokan, IR-66, Way Seputih, Walanae, Membramo,
Cilo-asri, Digul, Maros, Cirata dan Way Opo Buru. Namun , perlu diketahui
pula bahwa diantara verietas tersebut, ada beberapa varietas diantaranya yang
rentan terhadap biotipe wereng tertentu diantaranya : Cisadane, Krueng Aceh,
Sadang dan Cisokan, yang hampir semuanya meskipun tahan wereng biotipe B2,
namun agak rentan terhadap B1 dan rentan terhadap biotipe B3.
Keempat
yaitu melakukan pemusnahan selektif terhadap tanaman padi yang terserang
ringan. Artinya memilih tanaman padi yang terserang dengan cara
mengambilnya untuk kemudian dibuang/dibakar di tempat lain. Bila terjadi
serangan berat, maka perlu dilakukan pemusnahan (eradikasi) total.
Kelima yaitu
melakukan penyemprotan dengan insektisida anjuran seperti Winder 25WP atau
insektisida berbahan aktif amitraz, buprofezin, beauveria bassiana, BPMC,
fipronil, imidakloprid, karbofuran, karbosulfan, metolkarb, MIPC, propoksur,
dan tiametoksam. Bila populasi wereng
coklat telah mencapai batas-batas : populasi wereng mencapai lebih dari 10 ekor
per rumpun saat padi berumur kurang dari 40 HST dan populasi wereng mencapai
lebih dari 40 ekor per rumpun saat tanaman padi berumur lebih dari 40 HST.
5. Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
Gambar 5. Daun yang terserang penyakit hawar
Hawar daun bakteri (HBD) merupakan penyakit bakteri yang
tersebar luas dan menurunkan hasil sampai 36 %. Penyakit terjadi pada saat
musim hujan atau musim kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang
selalu tergenang, dan dipupuk N tinggi (> 250 kg Urea/ha).
Penyakit HDB menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek
dan hawar. Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur < 30 hari
(persemaian atau yang baru pindah). Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat,
dan menggulung. Dalam keadaan parah keadaan daun menggulung, layu, dan mati, mirip
tanaman yang terserang penggerek batang atau terkena air panas (lodoh).
Sementara, hawar merupakan gejala yang paling umum pada tanaman yang telah
mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan.
Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu
(kekuningan) umumnya pada tepi daun. Dalam perkembangannya gejala akan meluas,
membentuk hawar, dan akhirnya daun mengering. Dalam keadaan lembab (terutama
pagi hari), kelompok bakteri, berupa butiran berwarna kuning keemasan, dapat
dengan mudah ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Dengan
bantuan angin, gesekkan antar daun, dan percikan air hujan, massa bakteri ini
berfungsi sebagai alat penyebar penyakit HDB.
Penyakit HDB secara efektif dikendalikan dengan varietas
tahan; pemupukan lengkap; dan pengaturan air. Untuk daerah-daerah yang endemis
penyakit HDB, tanam varietas tahan seperti code dan angke dan gunakan pupuk NPK
dalam dosis yang tepat. Bila memungkinkan, hindari penggenangan yang terus
menerus, misalkan 1 hari digenangi dan 3 hari dikeringkan.
6. Busuk batang / stem rot (Magnaporthe salvinii (Cattaneo) R.A Krause & R.K. Webster (telemorph))
Busuk batang merupakan penyakit yang menginfeksi bagian
tanaman dalam kanopi dan menyebabkan tanaman menjadi mudah rebah. Untuk
mengamati penyakit ini, kanopi pertanaman perlu dibuka. Perlu diwaspadai
apabila terjadi kerebahan pada pertanaman, tanpa sebelumnya terjadi hujan
dengan angin yang kencang.
Gejala awal berupa bercak berwarna kehitaman, bentuknya
tidak teratur pada sisi luar pelepah daun dan secara bertahap membesar.
Akhirnya, cendawan menembus batang padi yang kemudian menjadi lemah, anakan
mati, dan akibatnya tanaman menjadi rebah.
Stadia tanaman yang paling rendah adalah pada fase anakan
sampai stadia matang susu. Kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai
80 %.
Pemupukan
tanaman dengan dosis 250 Kg urea, 100 Kg SP36 dan 100 Kg KCI per ha dapat menekan
perkembangan penyakit. Untuk menghindari
penyebaran lebih luas lagi, keringkan tanaman sampai pada saat panen tiba.
Cara pencegahan penyakit ini antara lain :
·
Tunggul-tunggul padi sesudah
panen dibakar atau didekomposisi;
·
Keringkan petakan dan biarkan
tanah sampai retak sebelum diairi lagi;
·
Gunakan pemupukan berimbang;
pupuk nitrogen sesuai anjuran dan pemupukan K cenderung dapat menurunkan
infeksi penyakit;
·
Gunakan fungisida bila
diperlukan yang berbahan aktif belerang atau difenokonazol.
7.
Bercak Cercospora/Narrow Brown Leaf
Spot (Cercospora oryzae)
Gambar 6. Padi yang terserang C. oryzae
Bercak cercospora disebabkan oleh jamur Cercospora
oryzae. Penyakit menyebabkan kerusakan yang serius pada pertanaman dilahan
yang kurang subur. Penyakit menghasilkan gejala lurus sempit berwarna coklat
pada helaian daun bendera, pada fase tumbuh-pemasakan. Gejala juga dapat
terjadi pada pelepah dan kulit gabah. Penyakit dikendalikan oleh pemupukan berimbang yang
lengkap, dengan dosis 250 Kg urea, 100 Kg SP36, dan 100 Kg KCI per ha.
8. Blas /blast (Pyicularia grisea)
Gambar 7. Gejala serangan P. grisea
Semula penyakit blas dikenal sebagai salah satu kendala
utama pada padi gogo. Tetapi sejak akhir 1980-an, penyakit ini juga sudah
terdapat pada sawah beririgasi. Penyakit yang mampu menurunkan hasil yang
sangat besar ini disebabkan oleh jamur patogen Pycularia grisae.
Penyakit blas menimbulkan dua gejala khas, yaitu blas
daun dan blas leher. Blas daun merupakan bercak coklat kehitaman, berbentuk
belah ketupat, dengan pusat bercak
berwarna putih. Sedangkan blas leher berupa bercak coklat kehitaman pada
pangkal leher yang dapat mengakibatkan leher malai tidak mampu menopang malai
dan patah. Kemampuan patogen membentuk strain dengan cepat menyebabkan
pengendalian penyakit ini sangat sulit.
Penyakit ini dikendalikan melalui penanaman varietas
tahan secara bergantian untuk mengantisipasi perubahan ras blas yang sangat
cepat, dan pemupukan NPK yang tepat. Penanaman dalam waktu yang tepat dan
perlakuan benih dapat pula diupayakan. Bila diperlukan dapat menggunakan fungisida
yang berbahan aktif metil tiofanat, fosdifen, atau kasugamisin.
0 komentar:
Posting Komentar