Salah
satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan yaitu diberikan pengakuan kepada rakyat
untuk berperan serta secara aktif dalam menentukan wujud penyelenggaraan
pemerintahan tersebut. Sarana yang diberikan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat tersebut yaitu diantaranya dilakukan melalui kegiatan
pemilihan umum.
Di
dalam Undang-Undang terbaru yang mengatur mengenai penyelenggaraan
Pemilu yaitu UU No. 15 Tahun 2011 disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa
Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adanya pengertian yang demikian ini sesungguhnya juga harus dimaknai
bahwa pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia bukan hanya kongritisasi
dari kedaulatan rakyat (langsung, umum, bebas, dan rahasia), tetapi
lebih dari itu yaitu menghendaki adanya suatu bentuk pemerintahan yang
demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.
Pemilihan umum adalah suatu lembaga yang berfungsi sebagai sarana penyampaian
hak-hak demokrasi rakyat. Eksistensi kelembagaan pemilihan umum sudah
diakui oleh negara-negara yang bersendikan asas kedaulatan rakyat. Inti
persoalan pemilihan umum bersumber pada dua masalah pokok yang selalu
dipersoalkan dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, yaitu mengenai
ajaran kedaulatan rakyat dan paham demokrasi, di mana demokrasi sebagai
perwujudan kedaulatan rakyat serta pemilihan umum merupakan cerminan
daripada demokrasi. Kegiatan pemilihan umum (general election)
juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang
sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak
asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin
terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal
ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan
rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat, maka semua aspek
penyelenggaraan pe milihan umum itu sendiri pun harus juga dikembalikan
kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak-hak
asasi apabila pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilihan umum,
mem perlambat penyelenggaraan pemilihan umum tanpa per setujuan para
wakil rakyat, ataupun tidak melakukan apa-apa sehingga pemilihan umum
tidak terselenggara sebagaimana mestinya.
Pemilu
sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat sekaligus merupakan arena
kompetisi yang paling adil bagi partai politik sejauh mana telah
melaksanakan fungsi dan perannya serta pertanggungjawaban atas
kinerjanya selama ini kepada rakyat yang telah memilihnya. Rakyat
berdaulat untuk menentukan dan memilih sesuai aspirasinya kepada partai
politik mana yang dianggap paling dipercaya dan mampu melaksakanan
aspirasinya. Partai politik sebagai peserta pemilu dinilai
akuntabilitasnya setiap 5 (lima) tahun oleh rakyat secara jujur dan
adil, sehingga eksistensi nya setiap 5 (lima) tahun diuji melalui
pemilu.
Undang-undang
dasar 1945 mensyaratkan Indonesia sebagai Negara yang mempunyai sistem
kekuasaan yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan
menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo, kekuasaan yang ada di Indonesia
didistribusikan ke dalam enam kekuasaan, yaitu : kekuasaan konsitutif,
legislatif, yudikatif, eksekutif, konsultatif dan inspektif.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menyatakan bahwa
“kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang
Dasar yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat”. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2
ayat(1) menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tanagan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
Selain
mengacu pada Undang-Undang Dasar, ketentuan lain juga diatur melalui
peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang Dasar. Pada ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap jaminan
hak memilih yang melekat pada warga negara Indonesia. Menurut ketentuan
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, dinyatakan bahwa :
“Setiap
warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Kedua
ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang
melekat bagi setiap warga Negara Indonesia itu sendiri untuk
melaksanakan hak memilihnya.
Penyelenggaraan
pemilihan umum secara berkala merupakan suatu kebutuhan mutlak sebagai
sarana demokrasi yang menjadikan kedaulatan rakyat sebagai sumber
kehidupan bernegara proses kedaulatan rakyat yang diawali dengan
pemilihan umum akan memberikan legitimasi, legalitas, dan kredibilitas
pemerintahan yang didukung oleh rakyat. Pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat akan melahirkan pemerintahan yang demokratis.
Sebagai perwujudan demokrasi, di dalam International Commission of Jurist,
Bangkok Tahun 1965, dirumuskan bahwa “penyelenggaraan pemilihan umum
yang bebas merupakan salah satu syarat dari enam syarat dasar bagi
negara demokrasi perwakilan di bawah “rule of law”. Selanjutnya
juga dirumuskan definisi tentang suatu pemerintahan demokrasi
berdasarkan perwakilan, yaitu: suatu bentuk pemerintahan dimana warga
negara melaksanakan hak yang sama tetapi melalui wakil-wakil yang
dipilih dan bertanggung jawab kepada mereka melalui proses
pemilihan-pemilihan yang bebas. Sehingga hakikat
pemilu sesungguhnya adalah instrumen demokrasi. Sebagai alat demokrasi,
pemilu berusaha mendekati obsesi demokrasi, yaitu pemerintahan dari,
oleh, dan untuk rakyat.
Dalam
tataran praktis di Indonesia pada saat ini, pelaksanaan Pemilihan Umum
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
telah dilaksanakan pada tahun 2009 lalu. Berbagai persoalan muncul
berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum tersebut, diantaranya
berkaitan dengan persoalan tentang penetapan “Daftar Pemilih Tetap” yang
selanjutnya disebut dengan DPT. Persoalan DPT ini dalam tataran praktik
ternyata menunjukkan berbagai dampak yang sangat penting dalam
pelaksanaan pemilihan umum tersebut. Ketika warga negara Indonesia yang
telah memenuhi persyaratan untuk menggunakan haknya dalam memilih
tersebut berkehendak untuk mempergunakan haknya tersebut, ternyata pada
saat hari pelaksanaan pemungutan suara terpaksa dirugikan karena tidak
diperkenankan untuk mempergunakan hak memilihnya tersebut dengan alasan
tidak terdaftar dalam DPT. Persoalan kehilangan hak memilih ini tidak
akan menjadi besar apabila jumlah warga negara yang kehilangan hak
memilih ini hanya dalam kisaran angka yang kecil, tetapi menjadi
persoalan yang besar ketika jumlah warga negara yang kehilangan hak
memilihnya tersebut berjumlah 68 juta jiwa.
Masalah mengenai DPT ini memperlihatkan betapa pentingnya negara
melindungi fungsi hak memilih warganya karena hal itu berkaitan langsung
dengan pelaksanaan Pemilu yang merupakan “pesta rakyat” untuk membentuk
Negara yang berkedaulatan rakyat.
Dari
latar belakang inilah maka penulis merasa penting untuk membahas
mengenai pentingnya penegakan Hak memilih warga Negara dihubungkan
dengan Pemilu sebagai suatu sarana dalam negara demokrasi, dan sebagai
salah satu cara guna mewujudkan kedaulatan rakyat.
Hak pilih Sebagai Bagian Dari Hak Asasi
Sejak
lahirnya NKRI tahun 1945 bangsa ini telah menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM). Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan UUD 1945, yang
memuat beberapa ketentuan-ketentuan tentang penghormatan HAM warga
negara. Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau
penjaminan terhadap HAM dan hak-hak-hak warga Negara (citizen’s rights) atau hak-hak constitusional warga Negara (the citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana. Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right)
setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh
Negara. Hak Politik warga Negara mencakup hak untuk memilih dan dipilih,
penjamin hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat
(1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3);141.
Sementara hak memilih juga diatur dalam Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat
(1); Pasal 6A (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD 1945.142
Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan
adanya diskirminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Setiap
warganegara mempunyai hak-hak yang sama dan implementasinya hak dan
kewajiban pun harus bersama-sama. Ketentuan UUD 1945
di atas mengarahkan bahwa negara harus memenuhi segala bentuk hak asasi
setiap warga negaranya, khususnya berkaitan dengan hak politik warga
negara dan secara lebih khusus lagi berkaitan dengan hak pilih setiap
warga negara dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Makna dari ketentuan
tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum
perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilihan Umum khususnya
mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka ruang yang
seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak
pilihnya dalam Pemilihan Umum, sebab pembatasan hak pilih warga negara
merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.
International Covenant On Civil And Political Rights
(ICCPR 1966) berkaitan dengan hak pilih warga negara menegaskan dalam
Pasal 25 yang menyebutkan bahwa: “Setiap warga negara harus mempunyai
hak dan kesempatan yang sama untuk tanpa pembedaan apapun seperti yang
disebutkan dalam Pasal 2 ICCPR dan tanpa pembatasan yang tidak wajar
baik untuk berpartisipasi dalam menjalankan segala urusan umum baik
secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas,
selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada pemilihan berkala yang bebas
dan dengan hak pilih yang sama dan universal serta diadakan melalui
pengeluaran suara tertulis dan rahasia yang menjamin para pemilih untuk
menyatakan kehendak mereka dengan bebas, dan untuk mendapatkan pelayanan
umum di negaranya sendiri pada umumnya atas dasar persamaan. Ketentuan
di atas ditujukan untuk menegaskan bahwa hak pilih merupakan hak asasi.
Pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak tersebut
merupakan bentuk pelanggaran hak asasi warga negara.
Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang secara nyata memberikan pengakuan
terhadap Hak-hak warga negara yaitu: (a) Hak untuk hidup; (b) Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan; (c) Hak mengembangkan diri; (d)
Hak memperoleh keadilan; (e) Hak atas kebebasan pribadi; (f) Hak atas
rasa aman; (g) Hak atas kesejahteraan; (h) Hak turut serta dalam
pemerintahan; (i) Hak wanita; dan (j) Hak anak. Pada point (h) secara
nyata Negara memberikan pengakuan kepada setiap warga Negara untuk ikut
serta dalam pemerintahan baik dalam hal hak memilih dan dipilih.
Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, dinyatakan bahwa “Setiap
warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan”. Kedua ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan
adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga Negara Indonesia
itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya.
Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945, dinyatakan bahwa “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis”.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 di atas, jelas menunjukkan bahwa
dalam menjalankan hak dan kebebasannya, dimungkinkan adanya pembatasan.
Pembatasan yang demikian ini mengacu pada ketentuan pasal tersebut
harus diatur dalam undang-undang, artinya tanpa adanya pengaturan
tentang pembatasan tersebut berdasarkan undang-undang maka tidak
dimungkinkan dilakukan adanya pembatasan terhadap pelaksanaan hak dan
kebebasan yang melekat pada setiap orang dan warga negara Indonesia.
Kerangka hukum yang demikian ini perlu untuk dipahami secara bersama
dalam rangka memaknai “hak” yang telah diakui dan diatur secara hukum di
Indonesia. Kondisi demikian tersebut di atas, apabila mengacu pada
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap
jaminan hak memilih yang melekat pada warga negara Indonesia. Adanya
ruang untuk melakukan pembatasan terhadap hak yang melekat pada setiap
orang dan warga negara Indonesia sebagimana dikemukakan di atas,
melahirkan pengaturan bahwa hak memilih tersebut dimungkinkan untuk
tidak melekat pada semua warga negara Indonesia. Artinya, hak memilih
tersebut diberikan pembatasan-pembatasan sehingga warga Negara yang
diberikan jaminan untuk memiliki hak memilih tersebut benar-benar
merupakan warga negara yang telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
Demokrasi
pertama-tama gagasan yang mengandaikan bahwa kekuasaan itu adalah dari,
oleh dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang partisipatif demokrasi
bahkan disebut sebagai kekuasaan dari, oleh dan bersama rakyat. Dan oleh
karena itu rakyatlah yang menentukan dan memberi arah serta yang
sesungguhnya menyelenggarakan sesungguhnya kehidupan kenegaraan.
Hal itu tentu tidak mungkin dapat dilaksanakan karena mengingat jumlah
penduduk, luas wilayah dan kompleksitas permasalahan pada negara
sekarang ini adalah tidak mungkin semua rakyat akan ikut memerintah.
Oleh karena itu demokrasi hanyalah dunia ide dan bukan dunia nyata
sebagaimana diajarkan Plato, karena terjadi perbedaan yang cukup dalam antara das Sein dan das Solllen.
Hal itu dibuktikan setiap negara modern sekarang ini menyatakan
negaranya adalah negara demokrasi, tetapi kenyataannya terdapat
perbedaan partisipasi rakyat dalam negara yang menamakan dirinya
demokrasi tersebut.Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah
negara tersebut.
Plato
lebih dari 2500 tahun yang lalu mengatakan bahwa jika negara mau
sempurna maka penguasa adalah para ahli pikir, karena dengan para ahli
pikir/ahli filsafatlah yang mengerti dan tentang ide negara sehingga
dengan demikian tujuan Negara dapat tercapai.
Bentuk negara tersebut dinamakannya dengan Aristokrasi. Artinya
demokrasi bukanlah bentuk yang baik dan bahkan adalah bentuk transisi
negara sebelum menjadi anarki. Aristoteles lebih tegas menyatakan bahwa
bentuk demokrasi adalah bentuk terjelek dari semua bentuk pemerintahan
yang ada karena semua orang memerintah hanya untuk kepentingannnya
sendiri-sendiri dan bukan untuk kepentingan umum/negara.
Oleh
karena itu dia memisahkan antara warga negara yang mampu dan dapat
melakukan permusyawaratan dalam Negara dan non warga negara yang tidak
dibolehkan ikut bermusyawarah seperti buruh dan
anak-anak.Dipersamakannya antara buruh dan anak-anak karena keduanya
tidak mampu untuk melakukan tindakan politik dalam negara, karena masih
memikirkan diri kebutuhan pokok masing-masing.
Dari
pendapat di atas, tersimpul bahwa demokrasi bukan ditentukan pada
besarnya partisipasi rakyat, melainkan ditentukan oleh kualitas
pengambil kebijakan negara. Kaum petani, buruh, dan pedagang yang
pekerjaannya setiap hari bekerja untuk mencari nafkah memenuhi kehidupan
keluarga setiap hari, tidak sempat nonton televisi dan baca media
lainnya, tentu tidak tahu dan tidak akan mengerti tentang negara,
tentang bagaimana cara mencapai tujuan negara, yang dia tahu adalah
bagaimana kebutuhannya terpenuhi dan anaknya dapat sekolah. Dan
keterlibatan mereka untuk menentukan kebijakan Negara adalah tidak
bermanfaat, karena dia akan dijadikan alat legitimasi dari para politis
yang punya tujuan politik tertentu. Oleh karena itu kualitas demokrasi
tidak ditentukan oleh banyaknya orang yang mengambil keputusan negara
melainkan ditentukan oleh kualitas orang-orang yang mengambil keputusan
negara. Dan untuk itu diperlukan adanya pembatasan terhadap orang-orang
yang terlibat dalam pengambilan keputusan negara.
Keadaan
yang demikian menghendaki kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan cara
perwakilan, atau yang sering disebut dengan demokrasi perwakilan atau
demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Wakil-wakil
rakyat bertindak atas nama rakyat, baik itu dalam menetapkan tujuan
negara (baik jangka panjang maupun jangka pendek), corak maupun sistem
pemerintahan. Konsekuensi dari kedaulatan rakyat yang diwakilkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, adalah harus adanya mekanisme bagaimana
mekanisme dapat dilaksanakannya kedaulatan rakyat tersebut kepada wakil
rakyat. Untuk keperluan itulah diselenggarakan pemilihan umum yang
dilaksanakan secara berkala. Penyelenggaraan demikian menjadi penting
karena beberapa alasan. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai
berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan
berkembang dari waktu ke waktu. Kedua, kondisi kehidupan bersama dalam
masyarakat dapat berubah, baik karena dinamika dunia internasional
maupun karena faktorfaktor dalam negeri. Ketiga, perubahan aspirasi dan
pendapat rakyat juga dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan
jumlah penduduk/rakyat yang dewasa sebagai pemilih baru (new voters).
Keempat, pemilihan umum perlu diadakan secara teratur dengan maksud
menjamin terjadinya pergantian kepemimpinan negara, baik di bidang
legislative maupun eksekutif.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu
negara dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam
trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika
fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang
begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil
dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan
pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Pemilihan Umum dalam Negara Demokrasi dan Cara Penegakan Kedaulatan Rakyat
Dalam
kerangka negara demokrasi, pelaksanaan pemilu merupakan momentum yang
sangat penting bagi pembentukan pemerintahan dan penyelenggaraan negara
periode berikutnya. Pemilu, selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk
memilih para wakil juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan
pembentukan kembali kontrak sosial. Peran sentral Pemilu ini terlihat
dari perannya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka dalam
konstitusi negara UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) memberikan jaminan pemilu
adalah salah-satunya cara untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Artinya
pemilu merupakan pranata wajib dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat dan
konstitusi memberikan arah dan mengatur tentang prinsip-prinsip dasar
pemilu yang akan dilaksanakan.
Paling
tidak ada tiga tujuan pemilihan umum di Indonesia, yaitu pertama
memungkinkan terjadinya pergantian pemerintah secara damai dan tertib,
kedua: untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dan ketiga; untuk
melaksanakan hak-hak asasi warga Negara.
Sementara itu, Jimly Asshiddiqie merumuskan tujuan penyelenggaraan pemilu menjadi 4 (empat), yaitu :
a. untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai;
b. untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c . untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
d. untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.
Pemilu
yang dipilih tidak saja wakil rakyat yang akan duduk di lembaga
perwakilan rakyat atau par lemen, tetapi juga para pemimpin pemerintahan
yang duduk di kursi eksekutif.
Di
cabang kekuasaan legislatif, para wakil rakyat itu ada yang duduk di
Dewan Per wakilan Rakyat, ada yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah, dan
ada pula yang akan duduk di Dewan Per wakilan Rakyat Daerah, baik di
tingkat provinsi ataupun di tingkat kabupaten dan kota. Sedangkan di
cabang kekuasaan pemerintahan eksekutif, para pemimpin yang dipilih
secara langsung oleh rakyat adalah Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota. Dengan adanya pemilihan umum yang teratur dan berkala, maka
pergantian para pejabat dimaksud juga dapat terselenggara secara teratur
dan berkala.
Tujuan
pertama mengandung pengertian pemberian kesempatan yang sama kepada
para peserta pemilihan umum untuk memenangkan pemilihan umum, yang juga
berarti para peserta mempunyai peluang yang sama untuk memenangkan
program-programnya. Oleh karena itu adalah sangat wajar apabila selalu
terjadi pergantian pejabat baik di lembaga pemerintahan eksekutif maupun
di lingkungan lembaga legislatif. Per gantian pejabat di negara-negara
otoritarian dan totaliter berbeda dengan yang dipraktikkan di
negara-negara demokrasi.
Di
negara-negara totaliter dan otoritarian, pergantian pejabat ditentukan
oleh sekelompok orang saja. Kelompok orang yang menentukan itu bersifat
oligarkis dan berpuncak di tangan satu orang. Sementara di ling kungan
negara-negara yang menganut paham demokrasi, praktik yang demikian itu
tidak dapat diterapkan. Di negara-negara demokrasi, pergantian pejabat
pemerinta han eksekutif dan legislatif ditentukan secara langsung oleh
rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (general election) yang diselenggarakan secara periodik.
Tujuan
kedua maksudnya adalah memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan
dan pergantian pejabat negara yang diang kat melalui pemilihan (elected public officials).
Dalam hal tersebut di atas, yang dimaksud dengan memung kinkan di sini
tidak berarti bahwa setiap kali di laksanakan pemilihan umum, secara
mutlak harus ber akibat terjadinya pergantian pemerintahan atau pejabat
negara. Mungkin saja terjadi, pemerintahan suatu partai politik dalam
sistem parlementer memerintah untuk dua, tiga, atau empat kali, ataupun
seorang menjadi Presiden seperti di Amerika Serikat atau Indonesia
dipilih untuk dua kali masa jabatan. Dimaksud “memungkinkan” di sini
adalah bahwa pemilihan umum itu harus membuka kesempatan sama untuk
menang atau kalah bagi setiap peserta pemilihan umum itu. Pemilihan umum
yang demikian itu hanya dapat terjadi apabila benar-benar dilaksanakan
dengan jujur dan adil (jurdil).
Tujuan
ketiga dan keempat pemilihan umum itu adalah juga untuk melaksanakan
kedaulatan rakyat dan melaksanakan hak asasi warga negara. Untuk
menentukan jalannya negara, rakyat sendirilah yang harus mengambil
keputusan melalui perantaraan wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga
legislatif. Hak-hak politik rakyat untuk menentukan jalannya
pemerintahan dan fungsi-fungsi negara dengan benar menurut UUD adalah
hak rakyat yang sangat fundamental. Oleh karena itu, penyelenggaraan
pemilihan umum, di samping merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, juga
merupakan sarana pelaksanaan hak-hak asasi warga negara sendiri. Untuk
itulah, diperlukan pemilihan umum guna memilih para wakil rakyat itu
secara periodik. Demikian pula dibidang eksekutif, rakyat sendirilah
yang harus memilih Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk me
mimpin jalannya pemerintahan, baik di tingkat pusat, di tingkat
provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Terkait dengan tujuan untuk
melaksanakan hak-hak asasi, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara
lain adalah: Segala waga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya (Pasal 27, ayat 1); Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang (Paal 28); Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam peme rintahan (Pasal 28D ayat 3);
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3); Kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya, dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2).
Pemilihan
umum bersama partai-partai politik, sistem kepartaian,
kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga
perwakilan rakyat adalah alat atau sarana perwujudan demokrasi. Ada
kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu merupakan
syarat minimal bagi demokrasi. Perwujudan demokrasi sendiri
diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip kebebasan,
keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu
yang demokratis, dengan demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh
seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu bisa melayani
keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas,
dan keadilan.
Melalui
Pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring
calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan
rakyat dalam Pemilu, dapat dipandang juga sebagai wujud partisipasi
dalam proses Pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut
menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih.
Dalam sebuah Negara yang menganut paham Demokrasi, Pemilu menjadi kunci
terciptanya demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu
merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi.
Inti
pemerintahan demokrasi kekuasaan memerintah yang dimiliki oleh rakyat.
Kemudian diwujudkan dalam ikut seta menentukan arah perkembangan dan
cara mencapai tujuan serta gerak poloitik Negara. Keikut sertaannya
tersebut tentu saja dalam batas-batas ditentukan dalamperaturan
perundang-undangan atau hokum yang berlaku. Salah satu hak dalam
hubungannya dengan Negara adalah hak politik rakyat dalam partisipasi
aktif untuk dengan bebas berorganisasi, berkumpul, dan menyatakan
pendapat baik lisan maupun tulisan. Kebebasan tersebut dapat berbentuk
dukungan ataupun tuntutan terhadap kebijakan yang diambil atau
diputuskan oleh pejabat negara.
Ide
demokrasi yang menyebutkan bahwa dasar penyelenggaraan Negara adalah
kehendak rakyat merupakan dasar bagi penyelenggaraan pemilu. Pemilu yang
teratur dan berkesinambungan saja tidak cukup untuk menghasilkan
kepemimpinan yang benar-benar menedekati kehendak rakyat. Pemilu
merupakan saran legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap penguasa
betapapun otoriternya pasati membutuhkan dukungan rakyat secara formal
untuk melegitimasi kekuasaanya. Maka selain teratur dan
berkesinambungan, masalah system atau mekanisme dalam penyelenggaraan
pemilu adalah hal penting yang harus diperhatikan.
Akan
tetapi, partisipasi rakyat tidak hanya berupa partisipasi dalam
mekanisme lima tahunan (pemilu) itu saja. Partisipasi tidak indetik
dengan memilih dan dipilih dan dipilih pemilu. Khusus bai rakyat yang
dipilih, mereka berhak dan bertanggungjawab menyuarakan aspirasi atau
keritik kapan saja terhadap para wakil dan pemerintahan lazim disebut
gerakan ekstraparloementer. Hal ini mengingatkan kenyatan bahwa baik
pemerintah maupun wakil rakyat yang mereka pilih bisa saja membuat
kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi mereka. Dalam hal kebijakan
yang tidak memihak aspirasi rakyat, misalkanan para wakir sering diam
saja. Atau malah kongkalikong dengan pemerintaha. Untuk
itu, masyarakat tetap harus tetap mengawasi mereka dan tidak hanya
tunggu saat pemilu. Inilah yang juga disebut demokrasi parstipatoris.
Dalam demokrasi, semua warga Negara diandaiakan memiliki hak-hak politik
yang sama; jumlah suara yang sama, hak pilih yang sama, akses atau
kesempatan yang sama untuk medapatkan ilmu pengetahuan. Tidak seorang
pun mempunyai mempunyai pengaruh lebih besar dari orang lain dalam
proses pembuatan kebijakan. Kesamaan disini juga termasuk kesamaan di
depan hukum; dari rakyat jelata sampai pejabat tinggi, semuanya sama
dihadapan hukum.
Pemilihan
umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa
kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan
kedaulatan rakyat atas Negara dan Pemerintah. Pernyataan kedaulatan
rakyat tersebut dapat diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk
menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan di
sisi lain mengawasi pemerintahan Negara. Karena itu, fungsi utama bagi
rakyat adalah “untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap
wakil-wakil mereka”.
Hak Pilih Warga Negara Sebagai Sarana Pelaksanaan Demokrasi Dalam Pemilu
Hak
pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah satu substansi
terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya eksistensi
dan kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan. Pemilihan Umum
sebagai lembaga sekaligus praktik politik menjadi sarana bagi perwujudan
kedaulatan rakyat sekaligus sebagai sarana artikulasi kepentingan warga
negara untuk menentukan wakil-wakil mereka
Pemilihan
Umum menjadi implementasi atas berdirinya tonggak pemerintahan yang
elemen-elemen di dalamnya dibangun oleh rakyat, sebagaimana yang
disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Lincoln menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep
ini menyimpulkan bahwa yang dibangun dalam sistem demokrasi
menghasilkan suatu pandangan di mana tidak ada jalan yang paling tepat
untuk menunjukkan eksistensi dan kedaulatan rakyat kecuali melalui ajang
Pemilihan Umum.
Hak
ini sangat terkait dengan hak di bidang politik, di antaranya
keikutsertaan dalam pemilu, baik sebagai calon yang akan dipilih maupun
sebagai pemilih. Hak memlilih dan dipilih ini haruslah sesuai hati
nurani, bukan karena paksaan atau di bawah ancaman. Setiap warga negara
yang telah memenuhi syarat, di antaranya berusia minimal 17 tahun
dan/atau sudah menikah mempunyai hak ini. Namun bagaimana dengan mereka
yang tergabung dalam korps militer, di mana hak mereka untuk dipilih dan
memilih telah dicabut karena dikhawatirkan adanya tekanan dari atasan
sehingga hak yang diberikan tidak murni lagi. Apakah ini termasuk
pelanggaran hak asasi manusia? Bukankah para anggota korps militer pun
merupakan warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk
mendapatkan hak dipilih dan memilih? Permasalahan ini sangat terkait
dengan masalah politik, dalam pemikiran politikus bilamana militer
dilibatkan dalam pemerintahan maka pemerintahan tidak akan demokratis
namun cenderung otoriter dan militeristis sebagaimana pola yang terdapat
dalam militer. Di sisi lain, demokrasi berarti bahwa setiap elemen
harus dilibatkan, semua berhak mengemukakan pendapat pribadinya dengan
bertanggung jawab.
Pemilihan
Umum di Indonesia adalah media rakyat untuk memberikan hak suaranya
atas calon-calon anggota legislatif dan pimpinan puncak Pemerintahan
(eksekutif) yakni Presiden dan Wakil Presiden melalui prosedur Pemilihan
Umum yang berdasarkan pada asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (Luber)
serta Jujur dan Adil (Jurdil). Konsep ini memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk memilih langsung
calon anggota legislatif dari partai-partai politik yang mengajukannya,
memilih langsung calon-calon independen untuk menjadi anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), serta memilih langsung calon-calon Presiden dan
Wakil Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk
periode lima tahun.
Pemilihan
Umum di sisi lain juga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
rakyat yang memenuhi syarat untuk dipilih menjadi calon anggota
legislatif baik di DPR, DPD, dan DPRD, bahkan memberikan kesempatan bagi
setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk dipilih menjadi Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Artinya prinsip-prinsip
kedaulatan rakyat sepenuhnya dipegang teguh oleh bangsa Indonesia dalam
tatanan demokrasi konstitusional yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan
kebebasan atas hak-hak pribadi individu selaku manusia Indonesia.
Kemerdekaan dan kebebasan atas hak-hak pribadi (hak-hak sipil dan politik) adalah
bagian dari upaya bangsa dan negara untuk memberikan jaminan
perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia, sebagaimana yang diatur di
dalam Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Negara selain itu juga bertanggung
jawab untuk selalu memberikan pemahaman kepada rakyat bahwa kebebasan
dan demokrasi yang hidup dan berkembang di Indonesia tetap memiliki
batasan sebagaimana yang diatur di dalam Pancasila dan UUD 1945 sehingga
demokrasi konstitusional yang berkembang akan selalu dilandasi dengan
prinsip kebebasan dan kemerdekaan yang bertanggung jawab.
Kesimpulan
- Hak pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah satu substansi terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya eksistensi dan kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan.
- Pemilu adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Rakyat berdaulat untuk menentukan dan memilih sesuai aspirasinya kepada partai politik mana yang dianggap paling dipercaya dan mampu melaksakanan aspirasinya. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
- Konsep negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, negara yang demokratis atau berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan melihat rumusan yang dipakai oleh pembentuk UUD 1945, yaitu “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum”. Bahwa negara kita bedasarkan atas negara hukum yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 dengan pengertian adanya system demokratis yang bertanggugjawab dari individu masing-masing. Negara kita menjamin kebebasan tiap-tiap individu untuk mengeluarkan pendapat dan aspirasinya.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar