I.
Sukacita adalah
ciri-ciri agama sejati dan kerohanian yang tulus ikhlas. Agama sejati
tidak meniadakan
sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya.
Anggapan
bahwa agama dan kesalehan meniadakan sukacita merupakan tipuan licik
Iblis untuk
menjauhkan manusia dari Allah. Dalam fiksi rohaninya, Screwtape Letters,
C.S. Lewis secara kreatif menggambarkan bagaimana setan senior, si
Screwtape,
memberi nasehat kepada keponakannya, setan yunior, tentang bagaimana
menggoda manusia. Paman Screwtape menulis: “Ketika kita berurusan dengan
setiap kesenangan dalam bentuknya yang sehat, normal dan memuaskan,
maka kita, sampai batas tertentu berada di daerah Musuh. Aku
tahu kita sudah memenangkan banyak jiwa lewat kesenangan,
tetapi tetap saja itu adalah ciptaanNya, bukan ciptaan kita.
Semua riset kita sejauh ini belum memampukan kita untuk menghasilkan
hal itu. Kita hanya dapat mendorong manusia untuk menggunakan
kesenangan yang diciptakan Musuh kita itu pada waktu-waktu, dalam
cara-cara
atau pada tingkat yang Ia larang…. Hasrat yang semakin besar kepada
kesenangan
yang dirasa terus berkurang adalah resepnya [Iblis] … untuk
mendapatkan jiwa manusia dan tidak memberikan imbalan apa-apa
kepada mereka.
Alkitab
menegaskan bahwa sukacita berasal dari Allah, sumber segala
kebaikan, tetapi dalam kelicikannya Iblis
menyalahgunakannya untuk mendatangkan kebinasaan manusia. Untuk
menjalankan strategi ini, Iblis selalu berusaha melakukan
3 hal ini: (1) menyelewengkan
konsep tentang sukacita sejati dari Tuhan; (2) melemahkan
hasrat manusia akan sukacita sejati
di dalam Allah; (3) memberikan sukacita palsu yang menjerat dan menghancurkan
manusia. Tanpa pengertian yang benar orang akan selalu memilih yang
salah.
II. Ada tiga alasan
mengapa sukacita merupakan keharusan dalam kehidupan Kristen: Pertama,
sukacita memberikan otentisitas dan kredibilitas kepada suatu agama sejati dan
kerohanian sejati. Sukacita merupakan ciri-ciri dari kehidupan
berkelimpahan yang dimaksudkan Yesus Kristus bagi kita. Ia
mengatakan, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan
mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10b). Salah satu dari buah
Roh Kudus adalah sukacita.
Alkitab mengajarkan
bahwa Allah adalah pribadi yang paling berbahagia di seluruh alam semesta. Di
dalam Kitab Mazmur 16:11, Daud mengatakan: “di hadapanMu
ada sukacita berlimpah dan di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.”
Memang, Ia juga mengenal kedukaan. Yesus, Sang Juruselamat,
salah satunya, dikenal sebagai “Manusia yang penuh kesengsaraan.” Tetapi
dukacita Tuhan, seperti halnya kemarahan Tuhan adalah respon sementara
Tuhan pada dunia yang jatuh dalam dosa. Dukacita itu akan dilenyapkan selama-lamanya
dari hatiNya pada hari dunia dipulihkan. Sukacita adalah sifat dasar Allah.
Sukacita adalah takdirNya yang abadi.
Seluruh alam semesta
penuh dengan sukacita karena diciptakan dalam sukacita ilahi, terlebih-lebih
manusia sebagai gambar Allah yang diciptakan untuk bersekutu denganNya. Sukacita
adalah maksud Allah bagi kita, anak-anakNya. Salah satu tujuan penebusan Kristus
adalah untuk memulihkan sukacita kita di dalam Dia. Ketika ada seorang saja yang
bertobat ada malaikat di sorga yang bersukacita. Semua umatNya
yang telah disempurnakan bersukacita bersama Allah di sorga.
Satu-satunya yang menginginkan kita berdukacita, dialah si jahat.
“Karena ia sendiri sedih dan murung, dan akan terus demikian selama keabadian.
Dengan begitu, ia ingin semua orang menjadi seperti dirinya.”
Kedua, sukacita
memberikan vitalitas rohani dalam kehidupan Kristen. Nehemia mengatakan,
“Hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita. Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita
karena Tuhan itulah perlindunganmu [kekuatanmu].” Orang Kristen yang melimpah dengan sukacita Tuhan
di dalam dirinya ada kekuatan rohani yang besar untuk menolak berbagai godaan
dosa, karena ia tidak ingin mendukakan hati Tuhan yang telah
melimpahkan kebahagiaan yang demikian besar kepadanya.
Dallas Willard mengatakan: “Kegagalan untuk mencapai kehidupan yang
amat memuaskan selalu berakibat tindakan dosa tampak menarik. Di
sinilah letaknya kekuatan godaan. Normalnya, keberhasilan akan
mengalahkan godaan. Akan lebih mudah kalau pada dasarnya
kita merasa bahagia dalam hidup kita.” Kehidupan
Yesus merupakah teladan terindah mengenai kebenaran
ini. Ia memandang rendah semua harta dunia, kekuasaan dan
bahkan penderitaan salib yang penuh kehinaan karena sukacita
yang telah tersedia di hadapanNya (Ibrani 12:2).
Ketiga, sukacita
menjadikan Kekristenan tampak menarik bagi orang lain. Jemaat Kristen
mula-mula dikenal sebagai orang yang dipenuhi dengan sukacita di
tengah-tengah berbagai kesulitan dan penganiayaan yang mereka alami.
Kehidupan yang penuh anugerah ini akhirnya mengalahkan semua tantangan,
membungkam musuh dan menarik seluruh dunia untuk memperhatikan mereka, dan
akhirnya membuat kekaisaran Romawi bertekuk lutut kepada Yesus Kristus.
Sungguh, Kekristenan yang bersukacita adalah Kekristenan yang memuliakan
Tuhan dan menggoncangkan dunia.
Yesus
sendiri pasti merupakan sosok Pribadi yang sangat menarik, sehingga anak kecil
dan orang dewasa, wanita dan sampah masyarakat suka untuk selalu berada di dekatNya.
Ia tegas dalam kebenaran tanpa menjadi kaku dan kejam, tetapi pada saat yang
sama, Ia penuh dengan kasih karunia dan sukacita. Sangat disayangkan, kehidupan
yang dipenuhi sukacita ini tampaknya telah hilang dari kehidupan Kristen
masa kini. Kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang
terasa kecut dan muram, sehingga menjadikan Kekristenan tidak menarik atau
menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk datang kepada Tuhan. Kehidupan
yang kecut demikian merupakan akibat dari kehidupan yang tidak dipimpin oleh Roh
Kudus.
III.
Kita dipanggil untuk mengembalikan sukacita sejati dalam kehidupan Kristen
kita yang otentik. Untuk menghindarkan kita dari pencarian sukacita yang
palsu, kita perlu memahami apa yang bukan merupakan sukacita sejati: (1)
sukacita tidak sama dengan mendapatkan kesenangan atau “having
fun”. Berbagai kesenangan yang kita dapatkan melalui permainan, berekreasi,
menonton bioskop, menikmati makanan enak dan kenyamanan lain, semua ini tidak
identik dengan sukacita sejati; (2) sukacita tidak sama dengan temperamen yang
periang. Bukan cerita baru bahwa ada orang yang berpembawaan periang, suka
melucu, namun sebenarnya ia orang yang sangat tidak bahagia; (3) sukacita
tidak sama dengan kehidupan yang lancar dan tanpa masalah.
Walaupun seorang dapat memiliki hidup yang lancar, tetapi tetap ada masalah
lain, bahkan lebih mendasar yang membuat ia tidak bahagia, jadi jelaslah ia
orang yang tidak bahagia dan tidak memiliki sukacita.
IV. Pada akhirnya
kita perlu bertanya, apakah sukacita itu dan bagaimana memilikinya? Sukacita adalah suatu
keadaan hati yang bahagia, puas dan tentram karena memiliki nikmat dan kepuasan
serta keamanan yang demikian besar, sehingga ia akan tetap bahagia bahkan
ketika mengalami kejadian seburuk apapun. Ujian bahwa seorang memiliki sukacita
sejati ialah ketika menghadapi permasalahan yang menggoncangkan ia tetap
memiliki hati damai, aman, tentram, dan kepuasan. Orang Kristen menegaskan
bahwa sukacita demikian hanya mungkin berasal dari Tuhan. Sukacita seperti
inilah yang memungkinkan Paulus yang walaupun berada di penjara, dapat
menasehati jemaat Filipi dengan perkataan: “Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah.”
Inilah sukacita yang melampaui akal budi manusia yang tidak dapat diberikan
oleh dunia.
Bagaimana kita mendapatkan sukacita sejati ini?
Pertama, sukacita sejati timbul dari kesadaran (atas realitas) bahwa kita
dikasihi Allah dengan kasih yang kekal, bahwa kita berharga di
dalam pandangan Allah, diterima menjadi anak-anakNya, dipelihara oleh Allah dengan
penuh perhatian. Sukacita sejati ini timbul dari kesadaran bahwa Allah mempunyai
rencana yang indah dalam hidup kita, bahwa Ia secara aktif
mengerjakan maksudNya dalam hidup kita, dan tidak sedetikpun Ia mengabaikan
kita, sehingga kita tahu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, semua itu
dikendalikan Allah untuk mendatangkan kebaikan kepada kita. Bahkan semua
niat jahat orang dan setan diperalat Allah untuk mendatangkan kebaikan
bagi kita. Kasih dan pemeliharaan Tuhan ini memberikan kepada kita jaminan dan
kepastian dalam kehidupan yang tidak pasti ini. Kelimpahan
kasih karunia dan jaminan Tuhan seperti ini memberikan kepada kita
sukacita yang melimpah. Roma 8:32 dikatakan, “Ia, yang tidak menyayangkan
AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah
mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan
Dia?”
Kedua, sukacita mengalir dari kesadaran bahwa kita
memiliki dan melakukan sesuatu yang bernilai kekal. Kesadaran bahwa kita
memiliki harta rohani yang terjamin di sorga, dan tidak dapat direbut
dari kita, dan bahwa kita sedang mengerjakan pekerjaan yang kekal yang diperkenan
oleh Allah. Semua ini memberikan kepada kita sukacita yang besar. Orang yang membagikan
kasih dan perhatian kepada sesamanya karena dorongan kasih kepada Kristus,
sehingga mereka yang menerima kebaikan itu dipenuhi oleh sukacita Tuhan maka ia
memiliki sukacita sorgawi. Inilah pengalaman sukacita dari mereka yang
melakukan pekerjaan Tuhan seperti memberitakan Injil, mendukung
pekerjaan Tuhan yang dikenanNya.
Ketiga, kita meningkatkan sukacita kita dengan
melaksanakan perayaan Kristen. Perjanjian Lama mencatat banyak
perayaan hari raya. Perayaan-perayaan itu dimaksudkan sebagai pengalaman
transformasi. Perayaan memberikan kepada kita kesempatan untuk mengingat,
menghayati segala kebaikan Allah, kepekaan kita untuk menghargai anugerah Allah
bahkan yang terkecil ditingkatkan, karena itu sukacita kita dibangkitkan.
Nehemia mengatakan, “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah
minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa.”
Di dalam perayaan kita melakukan berbagai aktivitas yang
membawa kesenangan seperti berkumpul sambil makan, minum, bernyanyi, menari,
bersalaman, sharing, dan semua bersukacita karena berkat-berkat Tuhan.
Manusia yang diciptakan sebagai makhluk artistik memakai daya kreativitasnya
yang artistis, seperti musik, drama, lukisan, pahatan, dan arsitektur untuk
mengungkapkan konsep/nilai-nilai agama (iman Kristen) untuk
beribadah dan memuiliakan Tuhan. Dalam perayaan yang
dilakukan dengan benar, maka pujian kepada Allah semakin melimpah dan sukacita
kita pun bertambah, dan semua ini menyukakan hati Tuhan. Amin. ?
0 komentar:
Posting Komentar