JAKARTA, - Menteri Dalam Negeri Gamawan
Fauzi melihat wajar banyak kepala daerah tak mengerti soal peraturan
korupsi. Menurut Gamawan, ketidaktahuan para kepala daerah yang bisa
menjerumuskan mereka ke dalam kasus hukum itu dikarenakan sistem yang
sangat terbuka dalam pemilihan kepala daerah.
"Sekarang siapa saja
bisa jadi bupati. Artis pun bisa jadi bupati, bukan hanya birokrat.
Jadi wajar saja, ketika ambil keputusan bisa salah padahal tidak berniat
(korupsi)," ujar Gamawan, Selasa (11/12/2012), di Gedung Kompleks
Parlemen Senayan.
Gamawan mengakui masih banyak kepala daerah yang
tidak paham batasan-batasan tindakan yang disebut korupsi. Karena itu,
ia mengatakan mulai tahun ini, Kementerian Dalam Negeri menerapkan
sistem orientasi bagi bupati terpilih agar lebih paham soal
kepemerintahan. "Nah, yang ada saat ini yang belum pernah diorientasi,
jadi ya sudah mau diapain lagi. Sudah terlanjur. Ke depan, kita terapkan
sistem orientasi dulu di sini (Kementerian Dalam Negeri)," kata
Gamawan.
Gamawan juga mengatakan perlunya regulasi yang jelas
untuk mengatur pengambilan keputusan seorang kepala daerah agar tidak
menyalahi peraturan tindak pidana korupsi. "Regulasinya tidak boleh
abu-abu, regulasi harus kita benahi sekarang supaya jelas batas-batas
tanggung jawabnya," kata Gamawan.
Ia mendukung revisi
Undang-undang Administrasi Pemerintahan segera bisa diselesaikan.
Undang-undang itu diharapkan bisa mengakomodasi pengeculian tindakan
kepala daerah dalam menggunakan anggaran dalam keadaan darurat. Saat
ini, untuk menggunakan anggaran, kepala daerah harus mendapat
persetujuan DPRD sehingga prosesnya panjang. "Undang-undang itu akan
melindungi kepala daerah dalam membuat kebijakan," kata Gamawan.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, Senin kemarin di Istana Negara mengatakan,
berdasarkan pengalamannya dalam 8 tahun terakhir, ada dua jenis korupsi.
Pertama, pejabat memang berniat untuk melakukan korupsi. Kedua, tindak
pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan
perundang-undangan. "Negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang
tidak punya niat melakukan korupsi, tetapi bisa salah di dalam mengemban
tugasnya. Kadang-kadang, diperlukan kecepatan pengambilan keputusan dan
memerlukan kebijakan yang cepat. Jangan dia dinyatakan bersalah dalam
tindak pidana korupsi," kata Presiden disambut tepuk tangan para
undangan.
Presiden menambahkan, ketidakpahaman itu juga
mengakibatkan keraguan pejabat ketika hendak mengambil keputusan atau
menggunakan anggaran lantaran takut disalahkan. Bahkan, kata Presiden,
keraguan itu juga terjadi di tingkat menteri. Akibatnya, program
pembangunan terhambat. "Hal begini tidak boleh terus terjadi. Kegiatan
penyelenggaraan tidak boleh berhenti karena semua orang ragu-ragu dan
takut untuk menetapkan kebijakan dan menggunakan anggaran," ucap
Presiden.
0 komentar:
Posting Komentar