Sabtu, 08 Desember 2012

Tokoh Wanita Minahasa

Naskah di bawah ini adalah tulisan rintisan untuk maksud penulisan buku dengan judul yang sama. Anda diperkenankan mengutip/menyalin tulisan ini dengan memperhatikan hak cipta, demi hormat dan kemuliaan Bangsa Minahasa.

Tokoh Wanita Minahasa

Bangsa Minahasa memiliki perempuan yang berprestasi. Ini dapat ditelusuri pada leluhur bangsa ini yang adalah wanita. Cikal bakal Minahasa ini bernama Lumimuut yang dipelihara oleh seorang perempuan tua bernama Karema. Lumimuut ini mengawini Toar, anaknya sendiri karena situasi Malesung saat itu yang tidak berpenghuni. Dari keturunan Toar-Lumimuut terbentuklah suatu bangsa yang bernama Malesung yang sekarang dikenal dengan Minahasa. Pada mulanya sistem kekerabatan di Malesung adalah menurut sistem matrilineal, yaitu keturunan yang berdasarkan atas garis keturunan perempuan. Pada perjalanan sejarahnya, sistem kekerabatan Malesung berubah menjadi sistem patrilieal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan atas garis keturunan pria seperti penggunaaan fam dewasa ini.

Dalam sejarah bangsa Minahasa, kaum perempuannya memiliki prestasi yang tidak bisa diabaikan. Beberapa kali wanita-wanitanya menjadi tonggak suatu sejarah. Pada masa legenda dahulu ada sejumlah wanitanya yang menjadi pahlawan seperti Lumimuut dan Karema sendiri, Pingkan Tiwow dari Buyungon, Pingkan Mogogunoi dari Tanawangko, Ratu Oki dari Tombatu, Woki Konda dari Pasan-Ratahan, dan lain sebagainya.

Pada era sekarang ini dapat kita catat prestasi sejumlah wanita Minahasa tersebut. Mereka adalah Wilhelmina Warokka (Mien) – seorang guru wanita pertama di Meisjesschool Tomohon, Ny. Maria Y. Walanda-Maramis – seorang pemerhati status sosial kaum wanita Minahasa, Wulankajes Rachel Wilhelmina Ratulangi (kakak Dr. Sam Ratulangi dan istri Mayoor A.H.D. Supit) – wanita Indonesia pertama yang merebut ijasah K.E. (Kleinambtenaar) tahun 1898, Wulan Ratulangi (kakak kedua Dr. Sam Ratulangi) – wanita Indonesia pertama yang berhasil memperoleh ijasah Hulpacte tahun 1912, Nona Marie Doodoh – orang Indonesia pertama yang lulus Europeesche Hoofdacte, Stientje Ticoalu-Adam – pembicara dalam Kongres Pemuda Indonesia tahun 1926 dan 1928, Johana Masdani-Tumbuan – pembaca teks Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda tahun 1928, Ny. S.K. Pandean – singa betina dari Minahasa, Dr. Marie Thomasdokter wanita pertama Indonesia lulusan STOVIA tahun 1922, Dr. Anna Warouw – dokter wanita ketiga Indonesia lulusan STOVIA tahun 1924, Dr. Dee M.A. Weydemuller – dokter wanita kedua Indonesia lulusan NIAS Surabaya 1924, Prof. Dr. Annie Abbas-Manoppo – sarjana hukum wanita pertama Indonesia lulusan HKS Batavia tahun 1934 juga guru besar wanita pertama Indonesia, Ny. A. M. Tine Waworoentoe (anak A.L. Waworuntu) – walikota wanita pertama Indonesia tahun 1950, Antonetee Waroh – anggota parelemen wanita pertama di Indonesia Timur, Dr. Agustina/Zus Ratulangi (anak Dr. Sam Ratulangi) – anggota parlemen wanita & termuda di Indonesia, Pdt. Tine Lumentut – dianggap sebagai wanita pertama di dunia yang memgang jabatan setingkat Uskup Agung dalam kapasitasnya sebagai Ketua Sinode GKST (setingkat Uskup Agung). Selain itu kita mengenal Marianne Katoppo, STh, sastrawan wanita Indonesia, Vonny Anneke Panambunan – wanita yang menjadi Bupati Minahasa Utara sejak tahun 2005, Linneke Sjenny Watoelangkow – wanita yang menjadi Wakil Walikota Tomohon sejak tahun 2005.

Wilhelmina Warokka (Mien)

Nama : Wilhelmina Jacomina Warokka
Nama populer : Mien
Lahir :
Meninggal :
Keluarga:
Ayah : Henrik Alanos Warokka
Ibu : Jacoba Tumangken
Suami : E.W.J. Waworuntu (Pius)
Saudara:
  • Kakak:
  1. Willem Henri Warokka
  2. Calasina Justina Warokka
  3. Adeleida Adriana Warokka
  4. Johanna Carolina Estevina Warokka
  5. Lambertus Alanos Warokka
Adik:
  1. Martha Adeleida Warokka
  2. Martje Warokka
  3. Alexander Frederik Daniel Warokka
  4. Maria Bokky Warokka
Anak : 8 anak

  • WAROKKA, Wilhelmina ‘Mien’WAWORUNTU-, Putri Kepala Distrik Kawangkoan Mayoor H.A. Warokka. Sekolah di Sekolah Nona (Meisjesschool) Tomohon, dan lulus 1886, langsung diangkat menjadi guru wanita pertama. Menikah usia 15 tahun dengan Exaverius Walewangko ‘Pius’ Waworuntu yang belakangan menjadi Kepala Distrik Sonder. Ibu 8 anak (2 putri menjadi guru, ada hukum kedua di Manado, dan seorang menjadi walikota Manado)

    guru wanita pertama di Meisjesschool Tomohon, dan memberinya 8 anak (2 putri menjadi guru, ada hukum kedua di Manado, dan seorang menjadi walikota Manado).

    Louwerier pada tanggal 1 November 1881 mensponsori pembukaan Meisjesschool (Sekolah Nona) di Kuranga. Sekolahnya berbahasa Belanda, dengan para murid merupakan anak-anak perempuan tokoh masyarakat dan pemerintahan. Lalu sebagai imbangannya didirikan HIS Jongenschool di Talete (untuk asrama dan rumah direktur) dan persekolahan di Paslaten disamping gereja besar.
    Sebagai kepala sekolah Meisjesschool adalah Gysbertha C. Krook dengan murid pertama 33 orang. Sekolah ini kelak digabung dengan Jongenschool menjadi Louwerierschool yang terkenal.

    Tomohon di masanya jadi pusat kegiatan Indische Kerk dengan adanya STOVIL dan Sekolah Nona, selain pusat kegiatan NZG yang masih mempertahankan Kweekschool voor onderwijzers en voorangers di Kuranga serta sekolah-sekolah lain.

    Disamping Wilken dan Louwerier, sejumlah zendeling yang banyak membantu usaha-usaha mengkristenkan penduduk Tomohon dan banyak menghasilkan tenaga-tenaga cendekia pertama, dalam jabatan mereka sebagai Direktur Kweekschool Kuranga, adalah H.C. Kruyt (1886-1889, yang kelak ke Batak), A. Hulstra (1889-1890), J.H. Riebenk Rooker (1890-1926), H. Berends ten Kate (1926-1927) dan Jan Mulder (1927-1930).

    Selain itu ada Pendeta H.J. Moens yang bertugas tahun 1895-1896, lalu Zendeling A. Limburg yang tahun 1893 jadi Kepala Jongenschool dan sejak 1895 selaku Kepala Meisjesschool.
    Untuk itu di tahun 1881, dibuka sekolah wanita Meissjeschool, atau sekolah Nona, di Kuranga, khusus untuk anak-anak wanita dari orang terkemuka, dipimpin kepala sekolah Gysbertha C. Krook.

    Awalnya sekolah ini memakai gedung Sekolah Guru ketika sempat ditutup, lalu dipindah ke Kaaten. Sekolah tersebut merupa-kan SD 6 tahun berbahasa Belanda, lengkap dengan asrama, sebagai imbangan dari Sekolah Raja (Hoofdenschool) yang dibentuk pemerintah Belanda di Tondano. Gijsberta Krook memimpin hingga meninggal dunia tahun 1886 dalam usia 36 tahun dan dikuburkan di Talete I. Kepala sekolah Meisjesschool terkenal lainnya sejak tahun 1895 adalah A. Limburg.

    Sekolah Nona yang terkenal di Kaaten.

    Hingga sebelum Perang Dunia ke-2, di Tomohon terdapat sebuah sekolah taman kanak-kanak (Frobel, kini TK ‘Sion’) di Paslaten, yang berdiri sejak bulan November 1935.

    Pelajar Sekolah Nona (Meissjesschool) bergerak jalan.

    Sementara untuk pengajaran rendah (Lager onderwjs), terdapat sekolah-sekolah dasar berbahasa Melayu. Seperti Volkschool, Inlands 2e kl. dan Vervolgschool. Sekolah Zending yang berbahasa Melayu, kebanyakan dibangun oleh NZG. Sekolah ini disediakan bagi anak-anak rakyat kebanyakan. Ada SD 3 tahun, 5 tahun dan 6 tahun. Seperti Sekolah berbahasa Melayu milik NZG yang terkenal dengan julukan Sekolah Undap (L. Undap) di Kamasi (kini kompleks asrama RSU Bethesda), dan lain-lainnya.
    Sekolah Rak-yat yang didirikan pemerintah Belanda di Tomohon, antara lain: Sekolah Kelas 2 (Tweede Inland-sche School) 5 tahun, milik Gubernemen Nomor 1 di Paslaten (II kini). Untuk Nomor 2-nya di SDN II Matani III kini. Sekolah Kelas I (Eerste Inlandsche Sch-ool) hanya terdapat di Manado.
    Pelajar Sekolah Nona tahun 1935.

    Ny. Maria Y. Walanda-Maramis

    Ny. Maria Y. Walanda-Maramis
    (1872-1924)
    Pahlawan Nasional Indonesia
    Nama : Maria Josephine Chatarine Maramis
    Nama populer : Ny. Maria Walanda-Maramis / Noni

    Lahir : Kema, 1 Desember 1872
    Meninggal : Maumbi, 22 April 1924
    Keluarga:

    Ayah : Bernardus Maramis
    Ibu : Sarah Rotinsulu
    Om : Esau Rotinsulu (Mayoor Tonsea)
    • Suami : Joseph Frederick Kalusung Walanda (menikah tahun 1891)
    • Anak :

      1. Wilhelmina Frederika Walanda
      2. Paul Alexander Walanda
      3. Anna Pawlona Walanda
      4. Albertina Pauline Walanda
    Pendidikan:
    Peranan-Peranan:
    - tanggal 8 Juli 1917 mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya)

    Maria Walanda-Maramis dan suaminya pada peringatan hari pernikahan mereka.

    Maria Walanda-Maramis dilahirkan di Kema pada tanggal 1 Desember 1872 dari keluarga Maramis-Rotinsulu. Ia mempunyai dua orang kakak, masing-masing Altje Maramis dan Andries Maramis (ayah Mr. A.A. Maramis).
    Ketika baru berusia setahun, kedua orang tuanya meinggal dunia karena epidemi. Ia kemudian diambil oleh omnya yaitu T. Enoch Rotinsulu yang tinggal di Maumbi. Mereka mengasuh dan mendidik Noni seperti anak kandung mereka. Kemudian ia disekolahkan di SD Maumbi.
    Selama dalam asuhan keluarga Enoch Rotinsulu, Noni menunjukkan sifat-sifat sederhana, patuh, rajin dan cakap mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya seperti merawat rumah, memasak dan tugas lainnya sebagai wanita. Dalam tingkah lakunya sehari-hari sudah nampak sejak kecil kehalusan jiwanya, pengetahuan yang luas dan tinggi, berjiwa besar dan seorang wanita yang mempunyai cita-cita tinggi.
    Ibu Maria menikah di Maumbi dengan orang Tanggari bernama Joseph Frederick Kalusung Walanda tanggal 22 Oktober 1891. Setelah menikah Ibu Maria lebih dikenal dengan Ny. Maria Walanda-Maramis. Keduanya dikaruniai 4 orang anak, yaitu 3 orang putri dan seorang putra, masing-masing bernama Wilhelmina Frederika, Paul Alexander, Anna Pawlona dan Albertina Pauline.
    Dengan bantuan teman-temannya, Noni Walanda-Maramis mendirikan organisasi PIKAT, yaitu Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya, pada tanggal 8 Juli 1917 sebagai langkah pertama untuk mewujudkan cita-citanya.
    Melalui PIKAT, berdirilah Huis Houd School atau Sekolah Rumah Tangga PIKAT pada tahun 1918. Wanita yang diterima dalam sekolah ini adalah wanita-wanita pribumi (Minahasa, dll) baik dari golongan tinggi, menengah maupun rendah. Di sana diberikan pengetahuan tentang pengurusan rumah tangga, memasak, menjahit, etiket (sopan santun). Melalui lembaga pendidikan ini kedudukan kaum wanita pribumi Hindia-Belanda di Minahasa makin lama makin meningkat.
    Gubernur Jenderal Hindia Belanda:
    tahun 1909-1916 A.W.F. Idenburg (kiri), dan tahun 1916-1921 J.P. graaf Van Limburg Stirum (kanan).

    Maria Walanda-Maramis meinggal di Rumah Sakit Manado pada tanggal 22 April 1924 dan dikuburkan di Maumbi. Pada detik-detik terakhir mengakhiri hidupnya, Ibu Walanda-Maramis sempat berpesan kepada suami dan teman-temannya, “Tolong lanjutkan hidup anakku yang bungsu , yaitu PIKAT.” Suami dan teman-teman dekatnya yang begitu mengasihinya berjanji untuk memelihara dan melanjutkan PIKAT dan sekolahnya.
    Atas jasa-jasanya, melalui perjuangan BPP PIKAT dan pimpinan-pimpinan cabang di Manado, Kepala Inspeksi Sosial Sulut serta restu Gubernur Sulut H.V. Worang, Noni diusulkan kepada pemerintah untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Pemerintah RI dengan pertimbangan yang matang yaitu dengan memperhatikan perjuangannya yang tidak kenal pamrih dan tidak pernah padam demi kemajuan wanita dalam penindasan, menetapkan Maria Walanda-Maramis pada tanggal 20 Mei 1969 sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia (Pahlawan Nasional Indonesia), sejajar dengan pahlawan-pahlawan wanita lainnya di Indonesia.



    Stien Adam
    Nama :Nama populer :
    Lahir :
    Meninggal :
    Keluarga:
    • Ayah :
    • Ibu :
    • Suami : Ticoalu
    • Anak :
    Stien Adam – Sumpah Pemuda 1928

    ADAM, Mr. Sientje ‘Stien’ TICOALU-, Tokoh wanita. Aktivis pemuda Minahasa di tahun 1920-an. Menghadiri dan menjadi salah satu pimpinan Kongres Pemuda yang lahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.


    Johana Masdani-Tumbuan

    Johana Masdani-Tumbuan(1910-2006)


    Nama : Johana Tumbuan
    Nama populer : Johana Masdani-Tumbuan / Jo
    Lahir : Amurang, 29 November 1910
    Meninggal : Jakarta, 13 Mei 2006
    Keluarga:
    • Ayah :
    • Ibu :
    • Suami : Masdani
    • Anak :


    TokohIndonesia.com:
    Nama : Johanna Masdani Tumbuan
    Lahir : Amurang, Sulawesi Utara, 29 November 1910
    Meninggal : Jakarta, 13 Mei 2006
    Suami : Masdani
    Pendidikan:
    - Christelijke MULO di Jakarta
    - Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1961
    Aktivitas:
    - Jong Indonesia
    - Palang Merah Indonesia
    - Pembimbing Pandu Rakyat Indonesia
    - Pemuda Puteri Indonesia
    - Pelaku sejarah rapat Sumpah Pemuda
    - Saksi sejarah detik-detik proklamasi
    - Pelopor Pejuang Puteri dengan pangkat Letnan I non-NRP
    -
    Penghargaan,al:
    - Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia
    - Bintang Gerilya
    - Satya Lencana Penegak
    - Bintang Mahaputra Utama 1998
    Alamat Keluarga:
    Jalan Menteng Raya 25, Jakarta Jakarta Pusat



    Johanna Masdani (1910-2006)Bangsa Indonesia yang Sebenarnya

    “Saya menjadi bangsa Indonesia dalam arti kata yang sebenarnya,” kata Jos, panggilan akrab Johanna Masdani, saat ikut aktif dan terlibat dalam perkumpulan pemuda Indonesia di Gedung Indonesisch Clubhuis. Puteri bangsa kelahiran Amurang, Sulawesi Utara, 29 November 1910, ini berpulang Sabtu, 13 Mei 2006, dalam usianya yang 95 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Jalan Menteng Raya 25, Jakarta. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Senin (15/5).
    Gedung Indonesisch Clubhuis tersebut saat ini dikenal sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Sebagaimana ditulis dalam buku Apa dan Siapa 1985-1986, yang diterbitkan majalah TEMPO pada 1986, berawal di gedung itulah siswa Christelijke MULO di Jakarta itu memulai keterlibatannya pada pergerakan Indonesia.
    Di sana ia bertemu dengan tokoh-tokoh kala itu, seperti Moh Yamin, Dr Rusmali, Mr Asaat juga dengan Masdani—mahasiswa kedokteran Stovia—yang kemudian mempersuntingnya.
    Dari Masdani, yang wafat pada Oktober 1967, itu Jos banyak belajar tentang keberpihakan kepada rakyat dan Indonesia. Jos yang lahir pada 29 November 1910 di Amurang, Sulawesi Utara, dan berasal dari keluarga yang berada memutuskan menjadi guru di Perguruan Rakyat, Gang Kenari, Jakarta setelah semua bantuan dari orangtuanya diputus hanya karena ia memulai perjuangannya.
    Dalam buku Apa dan Siapa tersebut disebutkan, Jos pernah menjadi stenotypist pada Departemen van Financien sambil terus aktif dalam Jong Indonesia. Lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada 1961, ia kemudian mengajar di almamaternya itu.
    Semasa pergerakan, ia aktif dalam Palang Merah Indonesia, menjadi pembimbing Pandu Rakyat Indonesia serta menjadi aktivis sosial Pemuda Puteri Indonesia. Ia dikenal juga sebagai salah satu pelaku sejarah rapat Sumpah Pemuda dan menjadi saksi sejarah detik-detik proklamasi. Ia pun menjadi Pelopor Pejuang Puteri dengan pangkat Letnan I non-NRP.
    Dari Menteri Pertahanan Keamanan Ali Sastroamidjojo, ia memperoleh Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia. Itu adalah satu dari delapan penghargaan yang diperolehnya dari Pemerintah Indonesia. Terakhir ia memperoleh Bintang Mahaputra Utama dari Presiden BJ Habibie tahun 1998. Semasa Soekarno, ia memperoleh Bintang Gerilya dan Satya Lencana Penegak dari Presiden Soeharto. (Kompas, 14 Mei 2006). ► e-ti/crs

    Wikipedia.org:
    Johanna Masdani (lahir 29 November 1910 di Amurang, Sulawesi Utara, meninggal 13 Mei 2006 di Jakarta), adalah seorang pahlawan perintis kemerdekaan Indonesia. Ia dilahirkan dengan nama Johanna Tumbuan. Sebagai aktivis pemuda-pemudi menjelang kemerdekaan, Johanna banyak berjumpa dengan tokoh-tokoh lain, seperti Mohammad Yamin, Dr. Rusmali, Mr. Assaat, dll. Ia pun bertemu dengan Masdani, juga seorang tokoh pergerakan yang kemudian melamarnya untuk dijadikan istri. Masdani telah meninggal mendahuluinya pada Oktober 1967.
    Saksi sejarah
    Johanna termasuk di antara 71 pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda Kedua, Oktober 1928 dan turut serta mengikrarkan Sumpah Pemuda yang berlangsung di sebuah gedung yang terletak di Jalan Kramat Raya no. 106 Jakarta Pusat.
    Selain itu, Jo -- demikian ia biasa dipanggil -- juga menjadi seorang saksi sejarah detik-detik Proklamasi Indonesia yang dilakukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta ada 17 Agustus 1945. Ia juga ikut serta menyusun konsep pembangunan Tugu Proklamasi yang sederhana di depan rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur (kini Jl. Proklamasi) no. 56, Jakarta. Tugu ini kemudian dibongkar oleh Bung Karno, namun dibangun kembali pada tahun 1980-an.
    Perjuangan
    Jo juga pernah menjadi guru di Perguruan Rakyat di Gang Kenari, Jakarta, saat bantuan dari orangtuanya di kampung halaman terhenti. Ia juga aktif dalam Palang Merah Indonesia, menjadi pembimbing Pandu Rakyat Indonesia, serta menjadi aktivis sosial Pemuda Puteri Indonesia.
    Dalam catatannya pada tahun 1945 hingga 1949, Jo pernah menulis, “Roda revolusi Indonesia tidak dapat berjalan tanpa wanita. Demi kemerdekaan sampai titik darah penghabisan Merdeka atau Mati, tanpa pamrih membela bangsa dan negara tanah air Indonesia tercinta.”
    Di alam kemerdekaan, Jo menjadi mahasiswa psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Setelah lulus dari alma maternya, Jo mengabdikan diri sebagai dosen psikiatri sejak 1961. Pada tahun 1970-an, ia sempat pula mengambil pendidikan lanjutan di Amerika Serikat dan Inggris.
    Penghargaan
    Hampir sama seperti suaminya, Jo banyak mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia. Pada 1953 ia memperoleh medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia dari Menteri Pertahanan Keamanan Ali Sastroamidjojo. Pada 1958 ia mendapat Bintang Satya Gerilya dari Presiden Soekarno. Pada tahun 1967 semasa Presiden Soeharto, ia mendapat Bintang Satya Lencana Penegak. Ia dianugerahi Bintang Mahaputera Utama pada tahun 1998 dari Presiden B.J. Habibie. Secara keseluruhan, Jo mendapat delapan bintang dari Pemerintah RI.
    Jo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, pada 15 Mei 2006.



    Related Articel:

    2 komentar:

    1. luar biasa, kalau dilihat sejarah diatas. pertanyaan sekarang adalah bagaimana peran wanita minahasa dalam pembangunan indonesia?? apakah mereka tahu bahwa perempuan-perempuan Minahasa itu luar biasa?? mereka adalah pemimpin-pemimpin yang tangguh. tapi sekarang jujur saja kebanyakan dari perempuan Minahasa yang berpendidikan tinggi hanya menjadi ekor, dalam arti tidak mengenal dan tidak mempunyai impian yg lebih tinggi lagi. contohnya saja cuma mau menjadi istri-istri pejabat-pejabat kaya.. buat perempuan-perempuan Minahasa wajib baca sejarah ini. sangat sedikit sekali bahkan ada yg tidak tau sama sekali tentang hal ini.

      BalasHapus
    2. Kenapa Dr. Marie E. Thomas, Dr. Anna Karamaoy Warouw, dll. tidak ada dalam Wikipedia Daftar Tokoh Sulawesi Utara?

      BalasHapus