Pemenang Pemilihan Bupati (Pilbup) Minahasa pasangan calon bupati
(Cabup) dan Cawabup Minahasa Jantje W Sajouw – Ivan Sarundjang
(JWS-IvanSa) belum bisa bernafas lega. Seteru mereka yang diusung Partai
Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrat, Careig Naichel Runtu-Denny
Jhonly Tombeng (CNR-DJT) masih ingin melanjutkan pertandingan ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Ini ditandai dengan diadukannya hasil Pilbup
Minahasa ke MK.
Lembaran gugatan sudah dimasukkan trio tim kuasa hukum CNR-DJT,
Vincensius Ranteallo SH, Muhamad Sattu Pali SH dan Daniel Tonapa Masiku
SH sekira Kamis (20/12) pukul 14.00 WIB.
Pasangan nomor 3 menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Minahasa yang
memenangkan pasangan nomor urut 4 yang diusung Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Benar, bahwa hari ini (kemarin) kami selaku tim kuasa hukum CNR-DJT
resmi memperkarakan hasil Pilbup Minahasa ke MK. Ini juga bukti-bukti
sementara disiapkan sebagai syarat suatu gugatan yang dimasukkan,” ujar
Ranteallo kepada harian ini di lobby utama kantor MK.
Versi tim kuasa hukum, ada 15 bukti yang terindikasi merugikan kliennya
dalam Pilbup yang dihentak di tanggal cantik 12 Desember 2012 lalu itu.
“Salah satunya terkait penggelembungan suara yang dilakukan KPU. Jadi
ada konspirasi yang dilakukan KPU dengan pihak yang ditetapkan sebagai
pemenang.
Hal ini terlihat seperti dari dikeluarkannya surat KPU Nomor
555/KPU-Kab-023.436239/XII/2012 tanggal 10 Des 2012 tentang pemilih
tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Surat itu diterbitkan
dua hari sebelum hari H pelaksanaan pemilihan. Harusnya kan 7 hari
sebelum pemilihan mekanismenya,” tegas Muhamad Sattu Pali.
Ia menambahkan, KPU dalam surat itu menerbitkan pemilih yang tidak
terdaftar sebagai DPT/DPS bahkan warga yang tidak memiliki KTP setempat
di kabupaten Minahasa, tetapi bisa memilih, asal ada rekomendasi dari
kepala desa.
“Setelah kita teliti di PPK dan PPS, ternyata itu banyak pemilih di 11
Desember yang bertambah. Padahal, KPU sudah menetapkan DPT itu 7
Desember. Masalah itu yang kami lihat, karena itu menyebar di seluruh
kecamatan di Minahasa. Dan ini terindikasi sudah terstruktur dan
tersistematis ke bawah,” ujar Pali.
“Anehnya lagi, PPK baru menerima surat KPU itu pada saat rekapitulasi di
kecamatan. Persoalannya, kapan penerapan surat-surat ini. Dalam satu
hari kan tidak mungkin,” timpal Pali sembari merapikan bukti-bukti yang
akan dimasukkan ke MK.
Pantauan kemarin, tiga kuasa hukum CNR-DJT terlihat sibuk melengkapi
syarat-syarat pengajuan gugatan ke MK. Beberapa lembaran formulir KPU
difotokopi.
“Ada temuan kita dan akan kami sampaikan ke MK.
Bahwa KPU tidak melaksanakan tugas dengan benar. Seharusnya kalau tidak
ada surat itu, maka pasangan nomor urut 3 meraih kemenangan bukan nomor 4
(Jantje Sajouw-Ivan Sarundajang). Jadi kita minta kepada MK, pasangan
nomor 4 didiskualifikasi, kemudian pasangan nomor 3 ditetapkan sebagai
peraih suara terbanyak,” beber Pali.
Kata dia, ada perhitungan yang dilakukan timnya. Pun, saksi-saksi sudah
disiapkan jika sidang dilakukan. Bahkan lanjut Pali, PPK juga akan
dihadirkan dalam sidang itu.
“Intinya surat KPU itu bertentangan dengan UU Pemilu,” tukasnya.
“Ini (persoalan, red) masih ada, menyangkut DPT. Yang dibolehkan orang
tidak tercantum DPT/DPS dan tidak memiliki KTP. Inikan ada mobilisasi
dari luar,” Pali melanjutkan.
Harian ini kemudian mengajukan maksud adanya mobilisasi yang dikatakan
Pali. Dikarenakan mobilisasi bisa saja terjadi kecuali dilakukan
penguasa di Minahasa saat itu yang notabene masih dinakodai Stefanus
Vreeke Runtu, ayah CNR.
“Tidak juga. Mobilisasi di sini yang saya maksud karena surat yang
keluar dari KPU itu. Itu kan surat yang memungkinkan pemilih yang tidak
terdaftar melakukan pencoblosan. Pemilih yang tidak memiliki KTP
Minahasa bisa memilih di Minahasa. Misalnya ada bukti rekomendasi kepala
desa yang jelas-jelas ada orang yang ber-KTP Manado tapi direkomendasi
memilih di Minahasa. Sehingga, dengan adanya surat itu ada mobilisasi
massa dari luar,” jelasnya.
Bukan itu saja, Pali Cs mencurigai adanya campur tangan orang kuat Sulut
di pelaksanaan Pilbup Minahasa. “Saya melihat juga, wakil di nomor 4
anaknya pejabat. Ada intervensi. Itu juga yang masuk dalam salah satu
pengajuan gugatan kita. Ada bukti, kepala-kepala desa dikumpul di
rumahnya. Ada audio visualnya. Itu temuan kedua,” ungkap Pali,
berapi-api.
“Bahkan kampanye yang dilakukan pasangan nomor 4, proyek jalan katanya
akan dilanjutkan ketika pasangan nomor 4 terpilih. Kami minta MK
diskualifikasi pasangan nomor 4. Dan memenangkan pasangan nomor 3 atau
setidak-tidaknya dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh kecamatan,”
timpalnya.
“Karena melihat selisih suara dan banyaknya kejanggalan yang ada, saya
rasa MK akan teliti dalam menangani kasus itu. Ada 15 bukti yang
disiapkan. Tapi saat ini baru 12 yang dimasukkan. Kami optimis
memenangkan gugatan ini,” pungkasnya.
Sementara, Humas MK Agusniwa Etra kepada harian ini membenarkan adanya
gugatan yang masuk terkait pelaksanaan Pilbup Minahasa. “Gugatan
Minahasa itu terdaftar nomor urut 3. Tanda terima laporan itu Nomor
724/PAN.MK/XII/2012. Tapi itu sebatas tanda terima, bukan register
perkara.
Biasanya register perkara akan keluar tiga hari setelah gugatan
didaftarkan. Jika melihat waktu yang mendekati libur Natal, kemungkinan
besar sidang perdana gugatan itu akan dimulai Januari tahun depan,” ujar
Agusniwan. “Itu juga disebabkan karena banyaknya gugatan Pilkada yang
masuk,” tambahnya.
Sementara, efek Pilbup Minahasa membuat sebagian masyarakat hidup
terkotak-kotak. Sekretaris Keuskupan Manado Pastor Christian Santie
MSC merasa prihatin dengan kondisi sosial.
Menurutnya, masyarakat di Minahasa termasuk masyarakat yang cerdas,
sehingga hasil Pilbup dengan perbedaan yang ada jangan menjadi batu
sandungan untuk mengikis persatuan dan kesatuan masyarakat di Minahasa.
“Hormatilah hasil demokrasi sesuai aturan yang berlaku. Perbedaan itu
adalah kekayaan yang harus dihormati dan dihargai,” ucapnya.
Ia pun menambahkan, ada dua pokok yang harus diperhatikan. Pertama,
gagasan Sam Ratulangi Sitou Timou Tumou Tou yaitu hidup untuk saling
menghidupkan, bukan hidup untuk saling mematikan atau menjatuhkan.
Kedua, slogan Torang Samua Basudara. Kiranya ini bukan hanya teori
semata, melainkan dilakukan dengan baik karena semua masyarakat di
Minahasa sama di hadapan Tuhan.
Menyambut kelahiran Yesus, marilah hidup dalam damai Natal dan jangan
ada lagi masyarakat yang terkotak-kotak. “Perbedaan boleh ada, tapi
jangan menghancurkan persatuan masyarakat Minahasa yang notabene adalah
masyarakat cerdas.
PENYELENGGARA PEMILUKADA PEMBUAT KECURANGAN
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Mahfud MD sendiri dalam diskusi
singkat di redaksi Manado Post, Selasa (11/12) lalu, mengungkap
banyaknya kasus Pemilukada di Indonesia yang ditolaknya. Hal ini
dikarenakan tidak cukup bukti.
‘’Kami hanya menelusuri pelanggaran dalam Pemilukada jika kecurangan itu
dilakukan secara terstruktur, sitimatis, dan masif (TSM). Dan yang bisa
melakukan kecurangan secara TSM itu hanyalah penyelenggara Pemilukada.
Penyelenggara Pemilukada itu ada tiga, yakni pemerintah daerah (di
Pemilukada Minahasa berarti Bupati, red), kemudian KPU, dan Panwaslu.
Tidak ada yang lain yang bisa melakukan kecurangan TSM selai tiga
penyelenggara tadi. Karena semua di bawah kendali kepala daerah,’’ ujar
Mahfud.
Jadi lucu, jika yang melapor adalah penyelenggara Pemilukada. Itu sama
saja penyelenggara Pemilukada melaporkan diri mereka sendiri. Di satu
sisi, merupakan kebodohan pemerintah daerah sendiri jika kalah dalam
Pemilukada.
Karena hanya pemerintah daerah yang menguasai mesin birokrat yang
terstruktur dari kepala daerah, kepala dinas, camat, lurah/hukum tua,
sampai pala meweteng. Pemerintah daerah juga yang memilih dan menentukan
siapa personil KPU, PPK (kecamatan), sampai PPS (desa). Bahkan Panwaslu
juga orang-orang kepala daerah. Jadi jika kalah, penyebabnya dua. Yang
pertama (minta maaf) karena bodoh dan kedua karena Tuhan sudah tidak
berkenan.
‘’Jadi akan ditertawakan jika ada penyelenggara Pemilukada yang melapor
ke kami di MK karena kalah. Sebab yang selalu dirugikan itu calon yang
tidak ada ikatan kekeluargaan dengan penyelenggara Pemilukada. Kalau
mereka yang melapor, itu wajar. Kalau yang membuat pelanggaran
terstruktur, sitimatis, dan masif yang melapor karena kalah, itu sesuatu
yang aneh,’’ ujar Mahfud.
Praktek-praktek terstruktur, sistematis, dan masif itu yakni,
penyelenggara Pemilukada menggerakkan semua mesin birokratnya dari
kabupaten sampai di tingkat lingkungan/jaga. Kepala daerah juga melalui
Kadis Catatan Sipil memanipulasi penduduk dan pemilih.
Sehingga tak jarang ada orang yang sudah mati masuk daftar pemilih. Tak
jarang juga penduduk yang sudah terang-terangan tidak memihak, sengaja
tidak dimasukkan dalam daftar pemilih oleh petugas di desa. Begitu juga
kepala daerah lewat kepala dinas, mengganti kepala sekolah atau memutasi
guru-guru, lurah, dan camat yang dianggap tidak memihak ke mereka.
Lanjut Mahfud, ia menyesalkan banyak calon yang kalah dibodohi
pengacara. ‘’Misalnya ada pengacara yang datang-datang dan mengatakan
kepada incumbent yang kalah, bahwa ia punya hubungan dekat dengan Ketua
MK. Sehingga bisa memperjuangkan dan bahkan memenangkan gugatannya di
MK. Akibatnya, incumbent itu membayar sekian miliar ke pengacara
tersebut. Dan akhirnya kasusnya tetap kalah di MK,’’ kata Mahfud.
Bahkan Mahfud menceritakan, bahwa kasus-kasus seperti itu banyak
terjadi. ‘’Saya banyak menerima SMS dan telepon dari beberapa incumbent
yang kalah. Mereka menanyakan, kenapa gugatannya kalah di MK. Kendati
incumbent itu mengaku sudah membayar sekian miliar kepada saya melalui
pengacaranya. Sementara saya tidak pernah dan tidak akan pernah menerima
suap dari siapa pun,’’ ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, kasus-kasus seperti itu banyak terjadi di luar Pulau
Jawa. Lebih khusus lagi di Indonesia Timur. ‘’Kasihan mereka tidak tahu.
Kalau incumbent-incumbent di Pulau Jawa, mereka semua sudah pada tahu
semua. Kasian yang di Indonesia Timur, banyak yang jadi korban
pengacara.
Mereka tidak tahu, Mahfud itu tidak pandang bulu demi menegakkan hukum
dan keadilan. Jangankan gubernur atau bupati, presiden saja tidak bisa
mengintervensi saya. Jadi kalau ada pengacara atau siapa saja yang
mengatakan, kenal dan dekat dengan saya di pusat, itu tidak benar.
Presiden saja tak bisa mengintervensi saya apalagi hanya pengusaha,
menteri, ketua partai, apalagi anggota dewan,’’ ujar Mahfud sambil
tertawa.
Sumber