Jumat, 07 Desember 2012

Langkah Mundur Andi Dipuji, tetapi Kasus Jalan Terus

JAKARTA,  — Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof Dr Jamal Wiwoho sangat setuju dengan langkah mundurnya Andi Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Apa yang dilakukan oleh AAM (Andi Alifian Mallarangeng) merupakan contoh dan suri tauladan bagi pembelajaran birokrasi di Indonesia dalam rangka menciptakan good governance dan clean government. Ingat bahwa sebagai tersangka dari KPK, memikirkan nasib diri sendiri saja sudah sangat sulit, apalagi memikirkan kementerian," kata Jamal Wiwoho dalam siaran persnya yang diterima Kompas, Jumat (7/12/2012) petang.
Namun, Jamal menyatakan, penetapan Andi Mallarangeng sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang merupakan langkah maju setelah KPK menetapkan dua tersangka sebelumnya. Menurut Jamal, penetapan tersangka disertai dengan upaya pencegahan untuk ke luar negeri selama enam bulan merupakan bentuk keyakinan KPK bahwa Andi Mallarangeng berada dalam pusaran kasus proyek fasilitas olahraga Hambalang yang menyedot uang negara lebih dari Rp 1,2 triliun itu.
"Dalam perspektif yang lain, mundurnya AAM bisa digunakan sebagai sarana pembelajaran dalam politik nasional, dan langkah AAM bisa digunakan oleh Partai Demokrat sebagai partai yang memiliki kader yang berintegritas tinggi untuk partai agar Partai Demokrat dapat dikatakan sebagai partai yang bersih dan mempelopori pemerintahan yang jujur," ujar Jamal.
Dengan mundurnya Andi Mallarangeng, kata Jamal, Partai Demokrat bisa dikatakan beruntung punya kader yang berani beda dengan kebanyakan politikus di Indonesia.

Sumber

Proyek Pelebaran Jalan jadi Sorotan

Sejumlah proyek yang sumber pembiayaan dari APBD Kabupaten Mitra tahun 2012 disoal. Pasalnya, banyak pekerjaan proyek di duga tidak sesuai bestek alias asal jadi. Salah-satu proyek yang dikomplein masyarakat, adalah proyek pelebaran jalan Kota Ratahan.
Dimana proyek berbandrol Rp 6,9 Miliar, dengan panjang hanya dua kilometer diduga dikerjakan tidak sesuai bestek. “Kami mempertanyakan pekerjaan proyek jalan Kota Ratahan. Soalnya kualitas pekerjaan proyek sungguh tak sesuai harapan masyarakat,” ujar aktivis Patokan Esa, Alex Jangin saat menghubungi harian ini di Kantor Bupati Mitra, di Wawali, Ratahan, Kamis (06/12) kemarin. Menurut Jangin, anggaran proyek sebesar Rp 6,9 Miliar, volume pekerjaan tidak seharusnya hanya dua kilometer. Namun harus lebih dari dua kilometer, apalagi jenis pekerjaan cuma pelebaran jalan. Dan proyek tersebut dibuat di jalan provinsi yang merupakan tanggungjawab dari Pemprov Sulut. Sehingga perbaikan jalan seharusnya merupakan tanggungjawab provinsi, bukan Kabupaten Mitra.
Lebih memiriskan, proyek yang dikerjakan PT Lumindo Langgeng Lestari ini, diduga dikerjakan amburadul. “Lihat saja material yang digunakan kontraktor, kualitasnya sungguh miris hanya pasir dan batu halus,” ujarnya.
Pun Jangin mendesak agar nstansi terkait dapat menindaklanjuti keluhan masyarakat tersebut. Sekaligus menegur kontraktor jika pekerjaan tidak sesuai item dalam perjanjian/kontrak. Begitupun anggota DPRD yang merupakan wakil rakyat Mitra, benarbenar dapat menjalankan fungsinya s ebagai fungsi pengawasan. Sekaligus memanggil dinas terkait serta kontraktor jika terdapat penyimpangan kualitas proyek. “Sebagai masyarakat sangat berharap anggota dewan bisa turun mengecek setiap pekerjaan proyek di daerah ini, dimana sumber pembiayaan dari APBD Mitra 2012,” ujar Jangin.
Sementara Kepala Dinas PU dan SDA Mitra Ir James Munaiseche hingga tadi malam belum berhasil dimintai konfirmasi. Berulangkali dihubungi via ponselnya 0811436xxx tidak aktif. Begitupun saat dihubungi dikantornya di kompleks perkantoran di blok B, tidak berada di tempat.

Ibu-ibu PKK se Mitra ke Singapore

Bila sebelumnya hukumtua sempat menikmati jalan-jalan ke luar daerah, kini giliran ratusan ibu-ibu yang tergabung dalam Tim Penggerak PKK desa/kelurahan dan kecamatan se Mitra kebagian jatah serupa. Tak tanggung-tanggung, aksi pelesir atau jalan-jalan yang dibagi dalam dua kloter ini telah ditetapkan yakni ke Negara tetangga, Singapore.
Meski ditengah persoalan belum terbayarkannya TKD (Tunjangan Kinerja Daerah) ribuan PNS 6 bulan, namun anggaran untuk kegiatan tersebut dipastikan diambil dari Alokasi Dana Desa (ADD) Mitra Tahun 2012.
Diketahui, ratusan anggota PKK desa Kabupaten Mitra ini berangkat dalam dua kloter. Dan kloter pertama dikabarkan sudah berangkat menuju Kota Batam, Kamis (06/12) kemarin. Dan dari Batam mereka naik kapal menuju Singapore. Sementara kloter kedua akan diberangkatkan menuju Batam, Sabtu (08/12) esok, lewat Bandara Sam Ratulangi, Manado. Sekretaris Daerah (Sekda) Mitra Drs Fredy Lendo saat dikonfirmasi harian ini via ponselnya, Kamis (06/12) kemarin tak menampik hal ini. “Saya memang tidak dikabari soal keberangkatan ratusan anggota PKK Desa/Kelurahan tersebut. Namun justru saya mendengar kabar itu dari orang lain,” elak Lendo saat dihubungi via ponselnya.
Menurut Lendo, kemungkinan keberangkatan anggota PKK desa/kelurahan dan PKK kecamatan itu difasilitasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerinath Desa (BPMPD) Mitra. Hanya saja, Kepala SKPD terkait tidak memberitahu soal ini. Kata Lendo, ini merupakan bentuk arogansi dari Kepala SKPD yang ada di Kabupaten Mitra. Jadi jujur saja saya nanti tahu soal keberangkatan ratusan anggota PKK desa/kelurahan di Mitra itu dari orang lain.,” ujar Lendo.
Sementara Kepala BPMPD Mitra Drs Desten Katiandagho SH saat dikonfirmasi harian ini via ponselnya langsung membantah hal ini. Kata dia, dirinya tidak tahu menahu soal keberangkatan ratusan anggota PKK desa/kelurahan Mitra itu. “Apa yang akan dilaporkan kepada Sekda, sedangkan saya sendiri tidak tahu soal keberangkatan anggota PKK tersebut. Tak hanya itu mantan Kepala BKDD Mitra ini juga membantah jika disebut biaya keberangkatan TP PKK desa itu diambil dari dana ADD. “ADD saja belum diurus, bagaimana disebut dananya diambil dari ADD,” tegasnya.

Mengapa Saya?

Ada seorang dokter muda yang sangat baik dan hebat, secara tiba-tiba mengalami kelumpuhan. Dokter muda itu tidak dapat mengabdikan diri lagi untuk melayani masyarakat. Kemudian ada seorang anak kecil yang bertanya padanya: Dokter, mengapa Anda harus sakit?
“Mengapa saya? Saat aku lulus sekolah dengan nilai tertinggi, aku tidak pernah bertanya kepada Tuhan: Mengapa saya?”
“1000 teman SD-ku, hanya 700 yang melanjutkan ke SMP”
“dari 700, hanya 500 yang melanjutkan SMA”
“500 teman-teman SMA, hanya 200 yang melanjutkan ke bangku kuliah”
“dari 200, hanya 10 yang mengambil kedokteran”
“hanya 3 dari 10 orang berhasil menjadi dokter muda”
“saat saya bekerja menjadi seorang dokter, saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan: Mengapa saya?”
“dan saat aku mengalami kesakitan dan bahkan lumpuh seperti yang kau lihat, tidak sepantasnya saya bertanya: Mengapa saya?”
Hidup kadang banyak memberikan ketidakadilan kepada kita. Kita kerap berpikir bahwa kita hanya pantas menerima hal-hal baik saja. Kesuksesan, kekayaan, jabatan tinggi, maupun kesehatan.
Kita tidak mau menerima masa-masa sulit, kekecewaan, maupun kegagalan. Dan kita akan berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil dan kita akan protes kepada-Nya.
Semua yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan sebuah ujian dari Tuhan. Ujian yang ada di depan mata bukan untuk dihindari tetapi untuk dikerjakan. Dalam Roma 12:12 dikatakan bahwa: Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Saat kita mengalami hal-hal buruk, maka ingatlah berkat-berkat yang sudah Tuhan berikan kepada kita.

Ketakutan Yang Menghancurkan

Ketakutan yang Menghancurkan – Setiap orang pasti pernah mengalami ketakutan. Ketakutan itu selalu membayangi kehidupan manusia dalam berbagai rupa. Ketakutan akan pasangan hidup, ketakutan akan pekerjaan, ketakutan tentang keadaan keuangan, atau bentuk-bentuk ketakutan yang lain.
Pernahkah kita bertanya tentang arti sebuah ketakutan itu? Apakah ketakutan itu bermanfaat bagi kehidupan kita? Dan bagaimana cara menghilangkan ketakutan itu untuk selamanya?
Seringkali kita mengubur ketakutan itu dan takut untuk menyentuhnya. Kita cenderung untuk mencari rasa aman daripada harus berhadapan dengan rasa takut. Ketakutan adalah penghancur masa depan. Ketakutan adalah penghambat potensi yang kita miliki. Ketakutan adalah penghambat berkat.
Apakah ketakutan yang memberi kita hidup? Tidak! Tuhanlah yang memberi kita hidup dan Tuhan jugalah yang berkuasa atas berkat. Lalu bagaimana rasa takut itu tetap berputar-putar dalam hati dan pikiran kita? Semua itu disebabkan karena kita lebih cenderung mendengarkan bisikan iblis daripada bisikan Tuhan.
Tuhan adalah sumber damai sejahtera. Maka dari itu marilah kita memelihara damai sejahtera dengan cara tetap berpegang teguh pada Firman Tuhan. Apabila Tuhan berkata “Percayalah pada-Ku dengan segenap hati dan akal budimu” maka percayalah pada-Nya dan buanglah rasa takut.
Iblis mengetahui setiap kelemahan-kelemahan kita dan itulah yang iblis gunakan sebagai senjata untuk membuat kita takut. Hendaknya segala kelemahan yang kita miliki, kita bawa dihadapan Tuhan dan berserah penuh pada-Nya. Dalam 2 Korintus 12:9 dikatakan bahwa “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Biarlah hanya Yesus saja yang berkuasa atas hidup kita karena dalam Yesus hidup kita akan penuh dengan damai sejahtera.

Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”

Ulangan 31:6

Sejarah Gereja Advent Hari Ketujuh

Antara tahun 1831 dan 1844, William Miller - seorang pengkhotbah awam dari Gereja Baptis dan mantan kapten angkatan laut dalam Perang tahun 1812 - melontarkan "kebangunan kedatangan kedua kali yang besar" yang akhirnya tersebar ke hampir seluruh dunia Kristen. Berdasar pada penyelidikannya tentang nubuat dalam Daniel 8:14, Miller memperhitungkan bahwa Yesus akan datang kembali ke dunia ini pada tanggal 22 Oktober 1844. Ketika Yesus tidak tampak di awan-awan pada tanggal tersebut, para pengikut Miller mengalami apa yang disebut dengan "Kekecewaan Besar."
Kebanyakan dari orang yang telah bergabung dengan pergerakan ini meninggalkanya dengan kekecewaan yang dalam. Namun, sedikit dari antaranya kembali ke Alkitab mereka untuk mencari tahu mengapa mereka harus mengalami kekecewaan. Segera mereka menyadari bahwa tanggal 22 Oktober 1844 sebenarnya adalah tanggal tepat, tetapi ternyata Miller telah meramalkan peristiwa yang salah untuk tanggal itu. Mereka yakin bahwa nubuatan Alkitab tidak meramalkan bahwa Yesus akan datang kembali ke dunia pada tahun 1844, tetapi bahwa pada saat itu, Yesus akan memulai satu pelayanan khusus di surga bagi umat manusia.
Kelompok kecil "orang-orang yang menunggu kedatangan Yesus" ini mulai bertumbuh terutama di negara bagian New England, Amerika Serikat, dimana pergerakan Miller telah dimulai. Dari kelompok kecil ini, yang menolak untuk menyerah sesudah "Kekecewaan Besar" muncul beberapa pemimpin yang mendirikan dasar dari apa yang kemudian dikenal dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Ellen G. White, seorang yang masih sangat muda pada waktu terjadinya "Kekecewaan Besar," bertumbuh menjadi seorang penulis, pembicara dan administrator yang berbakat, yang menjadi seorang penasihat rohani bagi Gereja Advent selama tujuh puluh tahun sampai kematiannya pada tahun 1915. Orang Advent yang mula-mula percaya seperti yang dimiliki orang Advent sekarang ini bahwa Ellen G. White menerima tuntunan khusus Tuhan sementara dia menulis nasihat-nasihatnya untuk perkumpulan orang percaya yang sedang bertumbuh itu.
Pada tahun 1860, di Battle Creek, Michigan, perkumpulan yang tidak terikat dari orang-orang yang menunggu kedatangan Yesus ini memilih nama Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh dan pada tanggal 21 Mei 1863 secara resmi mengorganisasikan perkumpulan mereka menjadi sebuah organisasi Gereja dengan 3.500 anggota. Pada mulanya, pekerjaan ini sebagian besar terbatas hanya untuk wilayah Amerika Utara sampai tahun 1874 hingga misionari Gereja Advent yang pertama, J.N. Andrews, diutus ke Swiss. Kemudian Afrika dengan segera dimasuki pada tahun 1879 ketika Dr. H.P. Ribton, yang baru saja bertobat di Italia, berpindah ke Mesir dan membuka sekolah, tetapi proyek itu berakhir ketika kerusuhan terjadi di sekitar mereka.
Negara bukan Kristen Protestan pertama yang dimasuki adalah Rusia, saat seorang pendeta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh pergi pada tahun 1886. Pada tanggal 20 Oktober 1890, sebuah kapal bernama Pitcairn diluncurkan dari galangan kapal di San Fransisco dan segera digunakan membawa beberapa misionari ke Kepulauan Pasifik. Para pekerja Masehi Advent Hari Ketujuh pertama kali memasuki negara-negara bukan Kristen pada tahun 1894 - Ghana, Afrika Barat, dan Matabeleland, Afrika Selatan. Pada tahun yang sama pekerja-pekerja misionari memasuki Amerika Selatan, dan pada tahun 1896 sudah ada perwakilan di Jepang. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh sekarang ini telah mendirikan pekerjaannya di 209 negara.
Pencetakan dan penyebaran buku-buku adalah faktor utama dalam pertumbuhan pergerakan Advent. Majalah The Advent Review and Sabbath Herald (sekarang The Adventist Review), surat kabar gereja secara umum, diluncurkan di Paris, Maine, pada tahun 1850; majalah Youth's Instructor di Rochester, New York, pada tahun 1852; dan majalah Sign of the Times, di Oakland, California, pada tahun 1874. Percetakan pertama milik organisasi di Battle Creek, Michigan]], mulai beroperasi pada tahun 1855 dan telah menjadi Yayasan berbadan hukum sebagaimana mestinya pada tahun 1861 di bawah nama Asosiasi Percetakan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (Seventh-day Adventist Publishing Association).
Lembaga Pembaruan Kesehatan, kemudian dikenal dengan Battle Creek Sanitarium, membuka pintunya pada tahun 1866, dan pekerjaan misi bagi masyarakat untuk lingkup negara bagian dibentuk pada tahun 1870. Jaringan sekolah Gereja sedunia yang pertama didirikan pada tahun 1872, dan pada tahun 1877 diusahakanlah pembentukan asosiasi Sekolah Sabat untuk lingkup negara bagian. Pada tahun 1903, Kantor Pusat Organisasi dipindahkan dari Battle Creek, Michigan, ke Washington, D.C., dan pada tahun 1989 berpindah ke Silver Spring, Maryland.

Sumber

SEJARAH Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI)


Berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia tidak terlepas dari kedatangan dua keluarga missionaris dari Gereja Bethel Temple Seattle, USA ke Indonesia pada tahun 1921 yaitu Rev. Cornelius Groesbeek dan Rev. Richard Van Klaveren keturunan Belanda yang berimigrasi ke Amerika.
Dari Bali maka pelayanan beralih ke Surabaya di pulau Jawa tahun 1922, kemudian ke kota minyak Cepu pada tahun 1923. Di kota inilah F.G Van Gessel pegawai BPM bertobat dan dipenuhkan Roh Kudus disertai/disusul banyak putera – puteri Indonesia lainnya antara lain : H.N. Runkat, J. Repi, A. Tambuwun, J. Lumenta, E. Lesnusa, G.A Yokom, R.Mangindaan, W. Mamahit, S.I.P Lumoindong dan A.E. Siwi yang kemudian menjadi pionir-pionir pergerakan Pantekosta di seluruh Indonesia.
Karena kemajuan yang pesat, maka pada tanggal 4 Juni 1924 Pemerintah Hindia Belanda mengakui eksistensi “De Pinkster Gemeente in Nederlansch Indie” sebagai sebuah “Vereeniging” (perkumpulan) yang sah. Dan oleh kuasa Roh Kudus serta semangat pelayanan yang tinggi, maka jemaat-jemaat baru mulai bertumbuh dimana-mana.
Tanggal 4 Juni 1937, pemerintah meningkatkan pengakuannya kepada pergerakan Pantekosta menjadi “Kerkgenootschap” (persekutuan gereja) berdasarkan Staatblad 1927 nomor 156 dan 523, dengan Beslit Pemerintah No.33 tanggal 4 Juni 1937 Staadblad nomor 768 nama “pinkster Gemente” berubah menjadi “Pinksterkerk in Nederlansch Indie”.
Pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942, nama Belanda itu diubah menjadi “Gereja Pantekosta di Indonesia”. Ketika itu Ketua Badan Pengoeroes Oemoem ( Majelis Pusat) adalah Pdt. H.N Runkat.
Selain perkembangan perlu juga dicatat beberapa perpecahan yang kemudian melahirkan gereja-gereja baru dimana para pendirinya berasal dari orang-orang GPdI antara lain: Pdt. Ho Liong Seng (DR.H.L Senduk) pendiri gereja GBI yang bersama Pdt. Van Gessel pada tahun 1950 berpisah dengan GPdI dan mendirikan GBIS, Pdt. Ishak Lew pada tahun 1959 keluar dan mendirikan GPPS, sebelumnya pada tahun 1936 Missionaris R.M. Devin dan R. Busby keluar dan membentuk Assemblies of God, tahun 1946 Pdt. Tan Hok Tjoan berpisah dan membentuk Gereja Isa Almasih dan lain-lain sebagainya.
Peranan para pioner pun patut dikenang, sebab karena perjuangan mereka pohon GPdI telah bertumbuh dengan lebat, mereka antara lain: Pdt. H.N. Runkat yang merambah ladang di Pulau Jawa, (Jakarta, Jabar, Jateng, dll), tahun 1929 Pdt. Yulianus Repi dan Pdt. A. Tambuwun disusul oleh Pdt. A. Yokom, Pdt. Lumenta, Pdt. Runtuwailan menggempur Sulawesi Utara, tahun 1939, dari Sulut / Ternante Pdt. E. Lesnussa ke Makasar dan sekitarnya. Tahun 1926 Pdt. Nanlohy menjangkau kepulauan Maluku (Amahasa) yang kemudian disusul oleh Pdt. Yoop Siloey, dll.
Tahun 1928 Pdt. S.I.P Lumoindong ke D.I Yogyakarta tahun 1933 Pdt. A.E. Siwi menabur ke pulau Sumatera (Sumsel, Lampung, Sumbar dan kemudian tahun 1939 ke Sumut), tahun 1932 Pdt. RM Soeprapto mulai membantu pelayanan di Blitar kemudian Singosari dsk, tahun 1937 ke Sitiarjo Malang Selatan.
Tahun 1935 Pdt. Siloey dkk, merintis pelayanan ke Kupang NTT, tahun 1930 Pdt. De Boer disusul Pdt. E. Pattyradjawane dan A.F Wessel ke Kalimantan Timur.
Tahun 1940 Pdt. JMP Batubara menebas ladang Kalimantan Barat (Pontianak), Pdt. Yonathan Itar pelopor Injil Pantekosta di Irian Jaya, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Oleh pengorbanan mereka GPdI bertumbuh dengan pesat.

Sejarah Gereja Masehi Injili di Minahasa(GMIM)

GMIM
The Christian Evangelical Church in Minahasa - Gereja Masehi Injili di Minahasa disingkat GMIM merupakan salah satu gereja terbesar di Indonesia yang beraliran Calvinisme. GMIM didirikan di Minahasa, Sulawesi Utara pada tahun 1934 setelah dipisahkan dari Gereja induknya, Indische Kerk. Pada tanggal 30 september 1943 GMIM dinyatakan sebagai Gereja mandiri. Tanggal ini diperingati sebagai hari jadi GMIM.

Di Leiden (Belanda) memang tepat sekali tempatnya untuk menggali dan menimba informasi/data sejarah Indonesia dan sejarah gereja di Indonesia dan lebih khusus lagi mendalami dan menimba data komposisi unsur sejarah gereja GMIM.

Konon kabarnya, di sana memang gudang lengkapnya info tentang tanah Toar-Lumimuut. Jadi untung sekali jika Pak Dekan Sastra Unsrat boleh berkesempatan menikmati literaturnya.

Apa yang nanti saya sentil berikut ini (tentang permulaan injil di Minahasa), pengetahuannya hanyalah bersumber pada sekelumit cuplikan terjemahan dan saduran tulisan dari sana.

Sebelum melanjutkan polemik ini sedikit hendak mengingatkan sifat mercusuar yang menjangkau jauh ke lepas pantai tetapi tidak sempat mengenyam (menerangi/membaca) di sekitar menaranya yang terdekat.

Perlu kita membuka kembali ataupun mencermati lagi secara saksama dengan membaca literatur produk GMIM atau penulis-penulis sebelumnya yaitu bagaimana injil dan gereja Tuhan dalam kekuatan-Nya, yaitu kekuatan Injil sendiri menyejarah di tanah Toar-Lumimuut yang umumnya pada waktu itu masyarakatnya bermukin tidak dekat pantai.

Bukan umpamanya di Kota Manado yang pada waktu itu memang sudah ada gereja yang bagus tentunya dan diprotek dengan kekuatan meriam compeni. Bila kita bersifat bagai lampu pijar saja, atau tidak “sepihak” maka akan menjadi lebih objektif dan menarik bagaimana warga GMIM yang bertebaran termasuk di sekitar dan di dalam Unsrat mau memahami event-event dengan nilai-nilainya serta memformulasikan peristiwa real ini sedemikian rupa sehingga terproduk sebagai sejarahnya.

Gereja terbesar ke dua di Indonesia dengan populasi jemaat hampir 900.000 jiwa, Bermula dari hampir 100 orang. Kemudian melewati 177 tahun menjadi hampir sembilan ratus ribu jiwa.

Data tahun 2005 GMIM mempunyai sekitar 900 pendeta, 65% di antaranya adalah perempuan, yang melayani 818 gereja lokal, yang dibagi ke dalam 85 wilayah, dengan sekitar 1.000.000 anggota.

Perubahan-perubahan yang signifikan pada masyarakat Minahasa ini sebelumnya tidak terlihat walaupun mungkin ada. Dan dalam kenyataannya tidak semua peristiwa menjadi sejarah suatu masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu.

Dalam sejarah, GMIM menyadari ini dan GMIM merekam peristiwa-peristiwa pra 1831 namun tidak semuanya signifikan sebagai komposisi yang ditetapkan dalam sejarah gerejanya anak-cucu Toaar-Lumimuut pada waku itu. (Sekarang GMIM memang bukan gereja suku lagi).

Kekristenan mulai diperkenalkan di tanah Minahasa oleh dua misionaris Jerman yang dididik di Belanda, yaitu Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz. Pada tanggal 12 Juni 1831, mereka tiba di daerah ini untuk memberitakan Injil. Tanggal ini diperingati oleh GMIM sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan kristen di Tanah Minahasa.

Mengapa Riedel tidak memulai pelayananya di Kema tempat ia pertama kali memijakkan kakinya di buminya Toar-Lumimuut ? Atau mengapa ia hanya melewti Manado yang sekali lagi sudah ada gereja dengan keadaan yang pasti terjamin keamanannya oleh kompeni Belanda sebagai sesama orang Eropa. Bahkan ia hanya melewati Tanawangko sebelum menanjakkan perjalanan ke tempat tujuannya Tondano dan Langoan.

Di Tanawangko sebenarnya beberapa tahun sebelumnya pernah tinggal seniornya yaitu Josef Kam yang dijuliki sebagai Rasul Maluku, beliau terdampar karena kerusakan kapal dan sempat melayani, dasar pelayanan ini kemudian Kam meminta bantuan dari NZG di Belanda untuk dida-tangkannya rombongan Riedel dan Schwarz.

Mungkin bila kita mencermati dan lebih mendalami peristiwa di sekitar Riedel dan Scharwz akan lebih menolong memahami mengapa 12 Juni bukan juga waktu Josef Kam melayani di Tanawangko sebelumnya. Wahai warga GMIM marilah kita mengenal diri kita lagi.

Alasan GMIM menetapkan 12 Juni sebagai hari injil dan Pendidikan masuk Minahasa dapat dilihat dari aspek representatif masyarakat anak-cucu Toar-Lumimuut dan aspek continuitas injilnya atau gerejanya.

Arti Kata Kawanua

(Cerita Taranak dan Walak Minahasa)
Oleh : Jessy Wenas
Map of the Minahasa 1873
Map of the Minahasa 1873
Dalam bahasa Minahasa Kawanua sering di artikan sebagai penduduk negeri atau wanua-wanua yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata Kawanua telah diyakini berasal dari kata Wanua. Karena kata Wanua dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Mungkin karena beberapa ribu tahun yang lalu, bangsa Melayu tua telah tersebar di seluruh wilayah Asia Tenggara hingga ke kepulauan pasifik. Setelah mengalami perkembangan sejarah yang cukup panjang, maka pengertian kata Wanua juga mengalami perkembangan. Tadinya kata Wanua diartikan sebagai wilayah pemukiman, kini berkembang menjadi desa, negeri bahkan dapat diartikan sebagai negara. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata Wanua diartikan sebagai negeri atau desa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa istilah Wanua - yang diartikan sebagai tempat pemukiman - sudah digunakan sejak orang Minahasa masih merupakan satu taranak ketika berkediaman di pegunungan Wulur-Mahatus, yang kemudian mereka terbagi menjadi tiga kelompok Taranak, masing-masing:
  1. Makarua Siouw
  2. Makatelu Pitu
  3. Telu Pasiowan
Karena sistem Taranak melahirkan bentuk pemerintahan turun-temurun, maka pada abad ke-17 terjadi suatu persengketaan antara ketiga taranak tersebut. Persengketaan terjadi karena taranak Makatelu Pitu, mengikat pernikahan dengan "Makarua Siouw", sehingga leluhur Muntu-untu dan Mandey dari "Makatelu Pitu" muncul sebagai kelompok Taranak yang terkuat dan memegang pemerintahan pada seluruh Wanua - yang waktu itu terdiri dari:
  1. Tountumaratas
  2. Tountewu
  3. Toumbuluk
Dengan bertambahnya penduduk Minahasa, maka Tountumaratas berkembang menjadi Tounkimbut dan Toumpakewa. Untuk menyatakan kedua kelompok itu satu asal, maka dilahirkan suatu istilah Pakasa’an yang berasal dari kata Esa. Pakasa’an berarti satu yakni, Toungkimbut di pegunungan dan Toumpakewa di dekat pantai. Lalu istilah Walak dimunculkan kembali. Perkembangan selanjutnya nama walak-walak tua di wilayah Tountemboan berganti nama menjadi walak Kawangkoan Tombasian, Rumo’ong dan Sonder.
Kemudian kelompok masyarakat Tountewo membelah menjadi dua kelompok yakni:
  1. Tounsea and
  2. Toundano.
Menurut Drs. Corneles Manoppo, masyarakat Toundano terbelah lagi menjadi dua yakni:
  1. Masyarakat yang bermukim di sekitar danau Tondano dan
  2. Masyarakat "Toundanau" yang bermukim di wilayah Ratahan dan Tombatu
Masyarakat di sekitar Danau Tondano membentuk tiga walak yakni;
  1. Tondano Touliang,
  2. Tondano Toulimambot and
  3. Kakas-Remboken
Watu Pinawetengan 1890
Watu Pinawetengan 1890
Dengan hilangnya istilah Pakasaan Tountewo maka lahirlah istilah Pakasa’an Tonsea dan Pakasa’an Tondano.
Pakasa’an Tonsea terdiri dari tiga walak yakni Maumbi, Kema dan Likupang. Abad 18 Tounsea hanya mengenal satu hukum besar (Mayor) atau "Hukum Mayor", wilayah Maumbi, Likupang dan Kema di perintah oleh Hukum kedua, sedangkan Tondano memiliki banyak mayor-mayor.
Masyarakat Tombuluk sejak jaman Watu Pinawetengan abad ke-7 tetap utuh satu Pakasa’an yang terdiri dari tiga walak yakni, Tombariri, Tomohon dan Sarongsong. Dengan demikian istilah Wanua berkembang menjadi dua pengertian yaitu:

  1. Ro’ong atau negeri,
  2. Pengertian sempit, artinya Negeri yang sama dengan Ro’ong (desa atau kampung)
Jadi, kata Wanua, memiliki dua unsur yaitu:
  1. Ro’ong atau negeri
  2. Taranak atau penduduk
Ro’ong itu sendiri memiliki unsur:
  1. Wale, artinya rumah dan
  2. Tana. Kata Tana dalam bahasa Minahasa punya arti luas yaitu mencakup Talun (hutan), dan Uma (kebun atau kobong)
Kobong terbagi menjadi dua yaitu : "kobong kering" dan "kobong pece" (sawah). Kalau kita amati penggunaan kata Wanua dalam bahasa Minahasa misalnya ada dua orang yang bertempat tinggal di desa yang sama kemudian bertemu di hutan.
Si A bertanya pada si B:"Mange wisa" (mau kemana ?)
Kemudian B menjawab: "Mange witi uma" (pergi ke kobong),
si B balik bertanya pada si A:"Niko mange wisa" (kamu hendak kemana ?)
si A menjawab: "Mange witi Wanua" (mau ke negeri, maksudnya ke kampung dimana ada rumah-rumah penduduk).
Contoh lain adalah kata "Mina - Wanua". Kata " Mina" artinya, pernah ada tapi sekarang sudah tidak ada. Maksudnya, tempo dulu di tempat itu ada negeri dan sekarang sudah tidak ada lagi (negeri lama) karena negeri itu telah berpindah ke tempat lain. Kata "Mina Amak " (Amak = Bapak) adalah sebutan pada seseorang lelaki dewasa yang dahulu ada tapi sekarang sudah tidak ada, karena meninggal.
Kata Wanua yang punya pengertian luas dapat kita lihat pada kalimat "Rondoren um Wanua...". Kata Wanua dalam kalimat ini artinya; Negeri-negeri di Minahasa dan tidak berarti hanya satu negeri saja. Maksudnya... melakukan pembangunan di seluruh Minahasa. Jadi sudah termassuk negeri-negeri dari walak-walak dan pakasa’an yang didiami seluruh etnis atau sub-etnis Minahasa.
Jadi dapat dilihat bahwa pengertian utama dari kata Wanua lebih mengarah pada pengertian sebagai wilayah adat dari Pakasa’an (kesatuan sub-etnis) yang sekarang terdiri dari kelompok masyarakat yang mengaku turunan leluhur Toar & Lumimu’ut. Turunan dalam arti luas termasuk melalui perkawinan dengan orang luar, Spanyol, Belanda, Ambon, Gorontalo, Jawa, Sumatera dan sebagainya.
Orang Minahasa boleh mendirikan Wanua diluar Minahasa, tapi orang Tombulu tidak boleh mendirikan negeri Tombulu di wilayah Totemboan atau sebaliknya. Inilah yang dimaksud dengan adat kebiasaan. Meletakkan "Watu I Pe-ro’ong" atau batu rumah menjadi negeri yang baru dilakukan oleh Tona’as khusus, misalnya, bergelar Mamanua (Ma’Wanua = Pediri Negeri) yang tau batas-batas wilayah antara walak yang satu dengan walak yang lain, jangan sampai salah tempat hingga terjadi perang antara walak.
Setelah meneliti arti kata Wanua dari berbagai segi, kita teliti arti awalah Ka pada kata Kawanua. Beberapa awalan pada kata Ka-rete (rete=dekat) berdekatan rumah, artinya teman tetangga. Ka-Le’os (Le’os=baik), teman berbaik-baikan (kekasih). Kemudian kata Ka-Leong (leong=bermain) teman bermain.
Dari ketiga contoh diatas, dapat diprediksi bahwa awalan Ka memberi arti teman, jadi, Ka-wanua dapat diartikan sebagai Teman Satu Negeri, Satu Ro’ong, satu kampung. Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh melalui syair lagu "Marambak" (naik rumah baru)... "Watu tinuliran umbale Mal’lesok ungkoro’ ne Kawanua..." artinya batu tempat mendirikan tiang rumah baru, bersimbolisasi menepis niat jahat dan dengki dari teman satu negeri. Misalnya, batu rumah baru itu di Tombulu bersimbol menjauhkan dengki sesama warga Tombulu satu kampung, dan tidak ditujukan pada kampung atau walak lain misalnya Tondano dan Tonsea.
Demikian juga cerita tua-tua Minahasa dinamakan "sisi’sile ne tou Mahasa" (buku A.L Waworuntu) dan "A’asaren Ne Tou Manhesa" artinya cerita-cerita orang Minahasa. Tidak ditulis "A’asaren ne Kawanua" atau cerita orang Kawanua. Disini terlihat bahwa orang Minahasa di Minahasa tidak menamakan dirinya Kawanua. Orang Minahasa di Minahasa menamakan dirinya "Orang Minahasa" dan bukan "Orang Kawanua" selanjutnya baru diterangkan asal sub-etnisnya seperti, Tondano, Tontemboan, Tombatu dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah Kawanua dilahirkan oleh masyarakat orang Minahasa di luar Minahasa sebagai sebutan identitas bahwa seseorang itu berasal dari Minahasa, dalam lingkungan pergaulan mereka di masyarakat yang bukan orang Minahasa, misalnya di Makasar, Balikpapan, Surabaya, Jakarta, Padang, Aceh.
Orang Minahasa yang sudah beberapa generasi berada di luar Minahasa menggunakan istilah Kawanua untuk mendekatkan diri dengan daerah asal, dan walaupun sudah kawin-mawin antara suku, masih merasa dekat dengan Wanua lalu melahirkan Jawanua, Bataknua, Sundanua, dan lain sebagainya.
Source: www.kawanuausa.org

Bahasa Daerah Sulawesi Utara

Telah berabad-abad puluhan kelompok-kelompok yang terkait bergabung menjadi empat kelompok suku yang berdiam di Sulawesi Utara. Nama keempat kelompok etnik tersebut sejajar dengan nama daerah provinsi, antara lain yaitu: Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe Talaud and Minahasa. Meskipun "Bahasa Indonesia" lisan sebagai Bahasa Nasional, dalam prakteknya orang suku-suku yang menghuni daerah ini masih mengenal dan mengidentikkan kelompok lokal dan sub kelompok, yang sebagian besar dibedakan oleh bahasa atau logat sesuai dengan latar belakang mereka sebagai berikut :
A. Kelompok Bahasa Bolaang Mongondow :
  • Mongondow
  • Lolak
  • Bintauna
  • Boroko/Bolangitang
  • Bolango
  • Bantik Mongondow
B. Kelompok Bahasa Gorontalo :
  • Gorontalo
  • Suwawa (bone)
  • Atinggola
C. Kelompok Bahasa Sangihe Talaud :
  • Talaud (Talaur)
  • Sanger Besar
  • Siau
D. Kelompok Bahasa Minahasa :
  • Tombulu
  • Tonsea
  • Toulour
  • Tountemboan
  • Tounsawang
  • Pasan Ratahan
  • Ponosakan Belang
  • Bantik Minahasa

Sumber

Toar dan Lumimu'ut

Oleh : Roderick C. Wahr
Minahasa adalah suatu daerah yang terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi (dahulu disebut Celebes) di Indonesia. Penduduk menyebut diri mereka sendiri 'Orang Minahasa', sedangkan Minahasa yang tinggal di luar Minahasa menyebut diri mereka sendiri Kawanua, yang berarti ´keluarga´.
Rumah di Tanah Toraja
Rumah di Tanah Toraja
Kalau anda berada di Minahasa anda akan segera mendengar nama Toar dan Lumimu'ut disebut. Di Kota Manado sendiri terdapat sepasang patung ini.
Ini adalah cerita tentang Toar dan Lumimu'ut. Menurut cerita legenda, nenek moyang Minahasa datang dari Monggolia. Orang-orang Monggolia merupakan sebuah kelompok yang sulit di kendalikan dimana, setelah mereka menyerbu Cina, untuk mencari tempat tinggal. Orang Monggolia yang terkenal adalah Genghis Khan.
Kelompok-kelompok Monggolia berlayar dengan kapal dan tiba di Celebes Utara melalui Philipina. Hal ini menjelaskan mengapa orang Philipina dan orang Minahasa umumnya mempunyai mata yang agak sipit. Mereka (orang Mongol) juga pergi sampai ke dalam Celebes yang sekarang di sebut Tanah Toraja di Celebes Tengah. Disana atap-atap rumah dan bangunan-bangunan tradisional mempunyai bentuk kapal berlayar dengan ikatan simpul yang menunjuk ke arah utara. Disini mereka menggambarkan tentang penyerbu tersebut yang sebagai Tuhan yang datang dari Utara
Menurut legenda, orang Minahasa berasal dari kedua orang ini yang datang ke Celebes bagian utara, mereka adalah lelaki Toar (matahari) dan wanita Lumimu'ut (tanah). Lumimu'ut adalah seorang prajurit wanita, yang dibentuk dari batu karang, dicuci dalam laut, dipanaskan oleh matahari dan disuburkan oleh Angin Barat. Mereka, awal mulanya, berkemah di pulau vulcanic, Manado Tua, dekat tepi laut Minahasa, seberang Manado. Saya mengutip dari legenda oleh Peter J.M. Nas:
Manado Tua
Manado Tua
"Ibunya sangat cantik. Namanya adalah Lumimu'ut dan dia adalah seorang keturunan tuhan. Kecantikannya yang luar biasa mempesonakan dan awet muda yang dianugrahi kepadanya.
Ketika anak lelakinya, Toar, sudah menjadi seorang pemuda dia meninggalkan ibunya untuk menjelajahi dunia. Lumimu'ut memiliki sebuat tongkat perjalanan yang panjang dan ketika dia mengucapkan perpisahan kepada Toar dia memberikannya sebuah tongkat yang sama panjangnya dan dia memperingatkan nya untuk tidak menikah dengan anggota keluarga; oleh sebab itu dia seharusnya tidak boleh menikahi seorang perempuan yang mempunyai tongkat yang sama panjang seperti miliknya.
Bertahun-tahun lamanya dan perjalan panjang kemudian Toar kembali ke kampung halamannya. Disana dia bertemu dengan seorang wanita muda cantik dimana dia jatuh cinta dan ingin menikahinya. Dia tidak mengenal ibunya sendiri yang memang tetap abadi awet muda, dan dari pihak ibunya sendiri tidak mencurigai sama sekali bahwa pemuda dewasa yang ganteng ini adalah anaknya sendiri.
Patung Toar dan  Lumimu´ut
Patung Toar dan Lumimu´ut
Sebelum mengambil sumpah perkawinan Toar ingat akan permintaan ibunya ketika dia akan meninggalkannya untuk perjalanan panjang. Oleh sebab itu dia meletakkan tongkatnya di samping tongkat calon istrinya untuk membandingkan panjangnya.
Tetapi selama perjalanan panjangnya dia sudah memakai banyak tongkatnya, sehingga tongkat tersebut menjadi jauh lebih pendek. Sehingga tidak ada halangan lagi untuk nenek moyang Minahasa ini.
Ketika kemudian mereka mengetahui kesalahan mereka, sudah sangat terlambat dan dengan rasa malu mereka meninggalkan rumah kota mereka.
Selama perjalanan mereka, mereka kemudian tiba di Celebes Utara di pulau volcanic di Menado Tua, seberang pantai dekat Manado di Minahasa
Menurut mitos ini Penciptaan manusia turun temurun adalah dari wanita dan bukan, sebagaimana di agama Kristen, dari laki-laki yang rusuknya diambil untuk menciptakan wanita.
Patung Toar dan Lumimu'ut berdiri di lapangan kecil di Manado, dimana bukan ibu kota Minahasa, karena itu adalah Tondano. Manado, bagaimanapun, adalah ibu kota dari Propinsi Sulawesi Utara dan daerah Minahasa secara luas sehubungan dengan administrasi dan masalah ekonomi. Pendiriannya secara resmi dianggap dibuat oleh Dotu Lolong Lasut, yang diperingati dengan sebuah patung di kota. Lokasi patung Toar dan Lumimuut di pusat Manado dapat di dianggap sebagai simbol persatuan/penggabungan Manado oleh orang Minahasa.
Setelah beberapa waktu kemudian Toar dan Lumimu'ut akhirnya memutuskan untuk pergi ke pantai di benua tersebut. Ketika mereka tiba disana mereka merasa pantai terlalu panas, oleh sebab itu mereka pergi lebih dalam di desa tersebut dan menetap di gunung Tondano dimana iklimnya sejuk dan segar. Disini mereka melahirkan anak-anak mereka dan perlahan mendiami daerah tersebut.
Danau Tondano
Danau Tondano
Akhirnya tentu saja anak-anak Toar dan Lumimu'ut menginginkan daerah meraka masing-masing.
Legenda menceritakan bahwa Toar mengizinkan masing-masing anaknya memilih sebidang daerah dan melemparkan batu-batu di jurusan yang berbeda-beda. Dimana batu-batu tersebut jatuh disitulah muncul kolonisasi baru Tonsea (manusia yang suka air), Tondano (manusia yang suka danau), Tombulu (manusia yang suka bulu), Tombasso, Tontemboan (Tompakewa), Toulour, Tomohon. Di legenda tersebut ke-7 tempat ini adalah ke tujuh daerah Minahasa yang kemudian membuat suku dengan kepala sukunya masing-masing (Kepala Suku, Tonaas, Hukum Tua atau Hukum Besar)

Sumber 

Perancang Lambang Garuda Pancasila yang Terlupakan

Siapa tak kenal burung Garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913.
Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.

Syarif Abdul Hamid Alkadrie menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat di marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974 Rancangan terakhir inilah yang menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No 66 Tahun 1951. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Turiman SH M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar Magister Hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara. “Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998-1999,” akunya. Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Masagung Jakarta, Badan Arsip Nasional, Pusat Sejarah ABRI dan tidak ketinggalan Keluarga Istana Kadariah Pontianak, merupakan tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpulkan bahan penulisan tesis yang diberi judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI (Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan). Di hadapan dewan penguji, Prof Dr M Dimyati Hartono SH dan Prof Dr H Azhary SH dia berhasil mempertahankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan. Mulai dari sketsa awal hingga sketsa akhir. Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II,” katanya pasti. Besar harapan masyarakat Kal-Bar dan bangsa Indonesia kepada Presiden RI SBY untuk memperjuangkan karya anak bangsa tersebut, demi pengakuan sejarah, sebagaimana janji beliau ketika berkunjung ke Kal-Bar dihadapan tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan anggota DPRD Provinsi Kal-Bar.

Masyarakat Suku Maya, Gunakan Bola Tanah Untuk Memasak

Para arkeolog yang menggali sisa-sisa sebuah dapur kuno di Escalera al Cielo di Yucatan berhasil menemukan fosil bola tanah. Di masa lalu, suku Maya menggunakan bola tanah tersebut sebagai alat untuk memasak makanan.

Dilansir oleh NBC News, Sabtu (1/12/12), bola tanah itu memiliki diameter sekitar satu sampai dua inci dan berusia lebih dari 1.000 tahun. Bola-bola tanah tersebut diklaim mengandung banyak sisa-sisa jagung, kacang, labu dan berbagai tanaman umbi-umbian lainnya.

Arkeolog Stephanie Simms dan Francesco Berna dari Boston University, beserta George Bey dari Millsaps College mengatakan, penemuan ini mendukung hipotesis bahwa bola-bola tanah tersebut terlibat dalam aktivitas pemrosesan makanan di dapur.

"Ini pertama kalinya bola tanah liat yang dibakar dan telah dipelajari di wilayah Suku Maya, sepengetahuan saya, belum ada seorang pun yang mendokumentasikan penggunaan bola tanah liat ini dalam tata cara memasak Suku Maya modern," ujar Simms kepada Discovery News.

Bola tanah liat tersebut dapat digunakan dengan cara dibakar pada api bersuhu rendah dan berulang kali digunakan di dapur. Kemungkinan, bola-bola tersebut diletakkan ke dalam panci makanan untuk dapat memasak atau memanaskannya, selain itu juga dapat digunakan sebagai alat memasak seperti halnya oven.

"Kami mengetahui banyak hal mengenai sifat raja dan ratu Suku Maya kuno, namun penelitian jenis ini akan membantu melihat bagaimana cara Suku Maya bekerja di dapur, alat apa yang mereka gunakan dan cara mereka menyiapkan makanannya," papar co-director penelisitan tersebut bersama dengan arkeolog Tomas Gallareta Negron dan antroppolog William Ringle

Olahraga Meningkatkan Kinerja Otak

Ketika cuaca di luar semakin dingin, beberapa orang memiliki keinginan berolahraga. Namun, kebanyakan orang tetap memilih memakai selimut dan tetap meringkuk ditempat tidur, kebiasaan ini memang jelek untuk kesehatan. Studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Neurology, melaporkan bahwa olahraga sangat penting dalam setiap musim. Para peneliti mempelajari MRI (magnetic resonance image) dari otak orang dan menemukan bahwa mereka yang berolahraga secara teratur memiliki penurunan dari kinerja otak lebih rendah daripada mereka yang malas.
Latihan fisik membawa nilai lebih untuk meningkatkan otak, bukan latihan mental, misalnya, orang yang rajin berolahraga memiliki kinerja otak yang cerdas ketika mengambil keputusan atau masalah kemacetan di tempat kerja. Dengan demikian, orang yang malas berolahraga memiliki kinerja otak yang lambat.
Meskipun cuaca dingin. Penelitian terbaru telah membuktikan bahwa olahraga memperpanjang hidup. Peserta yang berolahraga secara teratur kurang mungkin untuk meninggal secara prematur. Latihan juga meningkatkan kualitas hidup. Selain itu, orang telah meningkatkan suasana hati. Latihan meningkatkan berat badan. Semua orang tahu tentang hal itu, jadi, saatnya untuk melakukan olahraga. Tapi jangan lupa pada saat yang sama tentang diet yang sehat.
Berolahraga memang baik untuk kesehatan, namun jangan rutin, tapi lebih baik dimoderasi, karena kebiasaan itu dapat merusak kesehatan jantung.

Blogging Mengurangi Remaja Dari Kecemasan Sosial

Blogging bisa meredakan remaja dari kecemasan sosial, meningkatkan harga diri mereka dan membantu mereka berhubungan baik dengan teman-teman mereka, kata sebuah penelitian.
Mempertahankan sebuah blog memiliki hasil yang positif kuat pada siswa yang memiliki masalah kesejahteraan daripada hanya mengekspresikan kecemasan sosial dan keprihatinan mereka dalam buku harian pribadi.
"Penelitian telah menunjukkan bahwa menulis adalah cara yang bagus untuk melepaskan tekanan emosional dan hanya merasa lebih baik," kata peneliti Meyran Boniel-Nissim, Universitas Haifa, Israel, yang memimpin studi tersebut.
"Remaja yang sedang online, menjadi blogger memungkinkan kebebasan berekspresi dan komunikasi yang mudah dengan orang lain," tambah Bonie-Nissim, Diterbitkan dari Layanan jurnal Psychological.
"Meskipun cyberbullying dan penyalahgunaan online yang luas, kami mencatat bahwa hampir semua tanggapan terhadap komentar blog peserta kami 'yang mendukung dan positif," kata rekan penulis studi Azy Barak.
Para peneliti secara acak mensurvei 161 siswa SMA di Israel, 124 anak perempuan dan anak laki-laki 37, dengan usia rata-rata 15, karena mereka memiliki beberapa tingkat kecemasan sosial atau tekanan.
Harga diri, kecemasan, penderitaan emosional dan sosial, jumlah perilaku sosial yang positif meningkat secara signifikan untuk blogger bila dibandingkan dengan remaja tanpa melakukan apa-apa dan menulis buku harian pribadi.

Robot sub-marine belajar berenang bebas


T7000119-Robot_submarine_ALIVE-SPL.jpg

Kapal selam robot adalah salah satu robot yang paling baik, mereka dapat berenang dan menemukan jalannya sendiri akan tetapi mereka juga masih membutuhkan manusia untuk membimbing mereka. contohnya menyelam dan mengarahkan dengan baik.

Sebuah sistem bernama (AUVs) dapat menavigasi kedalaman perairan dengan mencocokan peta yang ada.Sarah houts dari Aerospace Robotics laboratory di standford university bekerja dengan para peneliti monterey bay aquarium research institute di moss landing yang juga berada di california, untuk membuat teknologi jalur penyelaman dan melalui rintangan atau medan yang berada di bawah air.

Sebuah perangkat memungkinkan robot bawah air untuk mengambil gambar dari lokasi berbahaya. Tim melakukan tes lapangan yang sukses awal bulan ini dan akan siap untuk tahun depan 
 

Bis Dengan Isi Ulang Secara Nirkabel

Di Indonesia bis-bis yang lalu lalang saat ini biasanya menggunakan bahan bakar bensin atau gas, tetapi kini ada sebuah bus yang dikembangkan oleh Utah State University menggunakan bahan bakar listrik yang dapat diisi ulang secara wireless atau nirkabel. Pengisiannya dilakukan disetiap halte atau pemberhentian bis dengan plat yang ada disimpan di pemberhentian bis dan dibawah mobil bis. Wireless Power Unit (WPT) dapat mentransfer energi sebesar 5 KW sepanjang 25 cm plat dengan efesiensi hingga 90 persen menggunakan prinsip induksi listrik. 

Bis sepanjang 12 meter ini diharapkan mampu menempuh jarak tertentu di sekitar kampus Utah State University. Proyek ini dikembangkan dengan dana 1,6 juta poundsterling dari US Federal Transport Authority. Teknologi ini akan dikembangkan untuk hal-hal yang lebih dari sekedar bis di universitas tetapi untuk produksi secara masal. Wesley Smith, CEO Wave (sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan Utah State University yang terlibat dalam pengembangan WPT ini), mengatakan bahwa ia mengharapkan bahwa pada rute tertentu, bis ini akan lebih murah daripada bis yang menggunakan bensin.