JAKARTA – Komisi Yudisial akan memeriksa majelis hakim yang
menangani persidangan terpidana skandal korupsi pembahasan anggaran di
Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan, Angelina
Sondakh. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial,
Suparman Marzuki mengatakan, pihaknya baru akan memproses setelah
menerima salinan putusan dan berita acara persidangan Angie. Dia mengaku
telah mengirimkan surat permintaan salinan putusan ke Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi beberapa waktu lalu. “Kami masih menunggu salinan
putusannya. Baru kami nanti bisa menentukan,” kata Suparman kepada
wartawan.Sabtu (26/1).
Dikatakan Suparman, ada sebuah kejanggalan selama persidangan Angie berlangsung. Keganjilan dalam vonis Angie antara lain tidak dikabulkannya Pasal 12 UU Tipikor sebagaimana dakwaan JPU KPK yang menuntut Angie 12 tahun penjara. “Kami akan lihat apakah sinyalemen sejumlah pihak ada ketidakkonsistenan antara pasal yang diterapkan.Kalau ada pertimbangan-pertimbangan yang mengarah pada pasal X tetapi yang dipakai pasal Y berarti ada masalah dan akan menjadi temuan artinya ada masalah,” katanya. Sebelumnya,terdakwa Angelina Sondakh terlihat senang dengan vonis 4,5 tahun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai oleh Sudjatmiko. Dia bahkan sujud syukur atas vonis tersebut.
Vonis ini lebih ringan tujuh tahun enam bulan dari tuntutan Jaksa. Dalam tuntutan, Angie dituntut Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi hukuman 12 tahun penjara dan denda 500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Angie juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp12 miliar dan US$2.000. Sementara Wakil Ketua KY,Imam Anshori Saleh mengatakan,pihaknya banyak menerima pengaduan hakim nakal yang melanggar kode etik. Yang tertinggi terjadi di jakarta,kerap menerima pengaduan perilaku tak terpuji para hakim.
Dari pengaduan tersebut, hakim di provinsi Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, tercatat paling banyak dikeluhkan.Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh, mengatakan pengaduan berkait dengan pelanggaran kode etik. Pengaduan berasal dari berbagai jenis pengadilan. Namun pengaduan terbesar berasal dari hakim di pengadilan umum. “Ada dari pengadilan agama tapi lebih banyak dari pengadilan umum,” ujarnya.Imam berpendapat untuk mengurangi jumlah pelanggaran kode etik hakim harus dimulai dari proses rekruitmen dan pembinaannya. Menurut dia, saat ini pembinaan hakim di Indonesia masih sangat kurang. “Kalau di Belanda hakim itu setiap tahun masuk kelas untuk meningkatkan pengetahuannya. Kalau di sana, delapan tahun pendidikan baru bisa diangkat sebagai hakim. Di sini, baru dua tahun pendidikan sudah diangkat,” kata Imam.
Sumber
Dikatakan Suparman, ada sebuah kejanggalan selama persidangan Angie berlangsung. Keganjilan dalam vonis Angie antara lain tidak dikabulkannya Pasal 12 UU Tipikor sebagaimana dakwaan JPU KPK yang menuntut Angie 12 tahun penjara. “Kami akan lihat apakah sinyalemen sejumlah pihak ada ketidakkonsistenan antara pasal yang diterapkan.Kalau ada pertimbangan-pertimbangan yang mengarah pada pasal X tetapi yang dipakai pasal Y berarti ada masalah dan akan menjadi temuan artinya ada masalah,” katanya. Sebelumnya,terdakwa Angelina Sondakh terlihat senang dengan vonis 4,5 tahun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai oleh Sudjatmiko. Dia bahkan sujud syukur atas vonis tersebut.
Vonis ini lebih ringan tujuh tahun enam bulan dari tuntutan Jaksa. Dalam tuntutan, Angie dituntut Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi hukuman 12 tahun penjara dan denda 500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Angie juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp12 miliar dan US$2.000. Sementara Wakil Ketua KY,Imam Anshori Saleh mengatakan,pihaknya banyak menerima pengaduan hakim nakal yang melanggar kode etik. Yang tertinggi terjadi di jakarta,kerap menerima pengaduan perilaku tak terpuji para hakim.
Dari pengaduan tersebut, hakim di provinsi Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, tercatat paling banyak dikeluhkan.Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh, mengatakan pengaduan berkait dengan pelanggaran kode etik. Pengaduan berasal dari berbagai jenis pengadilan. Namun pengaduan terbesar berasal dari hakim di pengadilan umum. “Ada dari pengadilan agama tapi lebih banyak dari pengadilan umum,” ujarnya.Imam berpendapat untuk mengurangi jumlah pelanggaran kode etik hakim harus dimulai dari proses rekruitmen dan pembinaannya. Menurut dia, saat ini pembinaan hakim di Indonesia masih sangat kurang. “Kalau di Belanda hakim itu setiap tahun masuk kelas untuk meningkatkan pengetahuannya. Kalau di sana, delapan tahun pendidikan baru bisa diangkat sebagai hakim. Di sini, baru dua tahun pendidikan sudah diangkat,” kata Imam.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar