Rabu, 21 November 2012

Sukacita dan Kerohanian Kristen

I. Sukacita adalah ciri-ciri agama sejati dan kerohanian yang tulus ikhlas. Agama sejati tidak meniadakan sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya. Anggapan bahwa agama dan kesalehan meniadakan sukacita merupakan tipuan licik Iblis untuk menjauhkan manusia dari Allah. Dalam fiksi rohaninya, Screwtape Letters, C.S. Lewis secara kreatif menggambarkan bagaimana setan senior, si Screwtape, memberi nasehat kepada keponakannya, setan yunior, tentang bagaimana menggoda manusia. Paman Screwtape menulis: “Ketika kita berurusan dengan setiap kesenangan dalam bentuknya yang sehat,   normal dan memuaskan, maka kita, sampai batas tertentu berada di daerah Musuh. Aku tahu kita sudah memenangkan banyak jiwa lewat kesenangan, tetapi tetap saja itu adalah ciptaanNya, bukan ciptaan kita. Semua riset kita sejauh ini belum memampukan kita untuk menghasilkan hal itu. Kita hanya dapat mendorong manusia untuk menggunakan kesenangan yang diciptakan Musuh kita itu pada waktu-waktu, dalam cara-cara atau pada tingkat yang Ia larang…. Hasrat yang semakin besar kepada kesenangan yang dirasa terus berkurang adalah resepnya [Iblis] … untuk mendapatkan jiwa manusia dan tidak memberikan imbalan apa-apa kepada mereka.
Alkitab menegaskan bahwa sukacita berasal dari Allah, sumber segala kebaikan, tetapi dalam kelicikannya Iblis menyalahgunakannya untuk mendatangkan kebinasaan manusia. Untuk menjalankan strategi ini, Iblis selalu berusaha melakukan 3 hal ini: (1) menyelewengkan konsep tentang sukacita sejati dari Tuhan; (2) melemahkan hasrat manusia akan sukacita sejati di dalam Allah; (3) memberikan sukacita palsu yang menjerat dan menghancurkan manusia. Tanpa pengertian yang benar orang akan selalu memilih yang salah.
II. Ada tiga alasan mengapa sukacita merupakan keharusan dalam kehidupan Kristen: Pertama, sukacita memberikan otentisitas dan kredibilitas kepada suatu agama sejati dan kerohanian sejati. Sukacita merupakan ciri-ciri dari kehidupan berkelimpahan yang dimaksudkan Yesus Kristus bagi kita. Ia mengatakan, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10b). Salah satu dari buah Roh Kudus adalah sukacita.
Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah pribadi yang paling berbahagia di seluruh alam semesta. Di dalam Kitab Mazmur 16:11, Daud mengatakan: “di hadapan­Mu ada sukacita berlimpah dan di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.” Memang, Ia juga mengenal kedukaan. Yesus, Sang Juruselamat, salah satunya, dikenal sebagai “Manusia yang penuh kesengsaraan.” Tetapi dukacita Tuhan, seperti halnya kemarahan Tuhan adalah respon sementara Tuhan pada dunia yang jatuh dalam dosa. Dukacita itu akan dilenyapkan selama-lamanya dari hatiNya pada hari dunia dipulihkan. Sukacita adalah sifat dasar Allah. Sukacita adalah takdirNya yang abadi.
Seluruh alam semesta penuh dengan sukacita karena diciptakan dalam sukacita ilahi, terlebih-lebih manusia sebagai gambar Allah yang diciptakan untuk bersekutu dengan­Nya. Sukacita adalah maksud Allah bagi kita, anak-anakNya. Salah satu tujuan penebusan Kristus adalah untuk memulihkan sukacita kita di dalam Dia. Ketika ada seorang saja yang bertobat ada malaikat di sorga yang bersukacita. Semua umatNya yang telah disempurnakan bersukacita bersama Allah di sorga. Satu-satunya yang menginginkan kita berdukacita, dialah si jahat. “Karena ia sendiri sedih dan murung, dan akan terus demikian selama keabadian. Dengan begitu, ia ingin semua orang menjadi seperti dirinya.” 
Kedua, sukacita memberikan vitalitas rohani dalam kehidupan Kristen. Nehemia mengatakan, “Hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita. Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu [kekuatanmu].”  Orang Kristen yang melimpah dengan sukacita Tuhan di dalam dirinya ada kekuatan rohani yang besar untuk menolak berbagai godaan dosa, karena ia tidak ingin mendukakan hati Tuhan yang telah melimpahkan kebahagiaan yang demikian besar kepadanya. Dallas Willard mengatakan: “Kegagalan untuk mencapai kehidupan yang amat memuaskan selalu berakibat tindakan dosa tampak menarik. Di sinilah letaknya kekuatan godaan. Normalnya, keberhasilan akan mengalahkan godaan. Akan lebih mudah kalau pada dasarnya kita merasa bahagia dalam hidup kita.” Kehidupan Yesus merupakah teladan terindah mengenai kebenaran ini. Ia memandang rendah semua harta dunia, kekuasaan dan bahkan penderitaan salib yang penuh kehinaan karena sukacita yang telah tersedia di hadapanNya (Ibrani 12:2).
Ketiga, sukacita menjadikan Kekristenan tampak menarik bagi orang lain. Jemaat Kristen mula-mula dikenal sebagai orang yang dipenuhi dengan sukacita di tengah-tengah berbagai kesulitan dan penganiayaan yang mereka alami. Kehidupan yang penuh anugerah ini akhirnya mengalahkan semua tantangan, membungkam musuh dan menarik seluruh dunia untuk memperhatikan mereka, dan akhir­nya membuat kekaisaran Romawi bertekuk lutut kepada Yesus Kristus. Sungguh, Kekristenan yang bersukacita adalah Kekristenan yang memuliakan Tuhan dan menggoncangkan dunia.
Yesus sendiri pasti merupakan sosok Pribadi yang sangat menarik, sehingga anak kecil dan orang dewasa, wanita dan sampah masyarakat suka untuk selalu berada di dekat­Nya. Ia tegas dalam kebenaran tanpa menjadi kaku dan kejam, tetapi pada saat yang sama, Ia penuh dengan kasih karunia dan sukacita. Sangat disayangkan, kehidupan yang dipenuhi sukacita ini tampaknya telah hilang dari kehidupan Kristen masa kini. Kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang terasa kecut dan muram, sehingga menjadikan Kekristenan tidak menarik atau menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk datang kepada Tuhan. Kehidupan yang kecut demikian merupakan akibat dari kehidupan yang tidak dipimpin oleh Roh Kudus.
III. Kita dipanggil untuk mengembalikan sukacita sejati dalam kehidupan Kristen kita yang otentik. Untuk menghindarkan kita dari pencarian sukacita yang palsu, kita perlu memahami apa yang bukan merupakan sukacita sejati: (1) sukacita tidak sama dengan mendapatkan kesenangan atau “having fun”. Berbagai kesenangan yang kita dapatkan melalui permainan, berekreasi, menonton bioskop, menikmati makanan enak dan kenyamanan lain, semua ini tidak identik dengan sukacita sejati; (2) sukacita tidak sama dengan temperamen yang periang. Bukan cerita baru bahwa ada orang yang berpembawaan periang, suka melucu, namun sebenarnya ia orang yang sangat tidak bahagia; (3) sukacita tidak sama dengan kehidupan yang lancar dan tanpa masalah. Walaupun seorang dapat memiliki hidup yang lancar, tetapi tetap ada masalah lain, bahkan lebih mendasar yang membuat ia tidak bahagia, jadi jelaslah ia orang yang tidak bahagia dan tidak memiliki sukacita.
IV. Pada akhirnya kita perlu bertanya, apakah sukacita itu dan bagaimana memilikinya? Sukacita adalah suatu keadaan hati yang bahagia, puas dan tentram karena memiliki nikmat dan kepuasan serta keamanan yang demikian besar, sehingga ia akan tetap bahagia bahkan ketika mengalami kejadian seburuk apapun. Ujian bahwa seorang memiliki sukacita sejati ialah ketika menghadapi permasalahan yang menggoncangkan ia tetap memiliki hati damai, aman, tentram, dan kepuasan. Orang Kristen menegaskan bahwa sukacita demikian hanya mungkin berasal dari Tuhan. Sukacita seperti inilah yang memungkinkan Paulus yang walaupun berada di penjara, dapat menasehati jemaat Filipi dengan perkataan: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah.” Inilah sukacita yang melampaui akal budi manusia yang tidak dapat diberikan oleh dunia.
Bagaimana kita mendapatkan sukacita sejati ini? Pertama, sukacita sejati timbul dari kesadaran (atas realitas) bahwa kita dikasihi Allah dengan kasih yang kekal, bahwa kita berharga di dalam pandangan Allah, diterima menjadi anak-anakNya, dipelihara oleh Allah dengan penuh perhatian. Sukacita sejati ini timbul dari kesadaran bahwa Allah mempunyai rencana yang indah dalam hidup kita, bahwa Ia secara aktif mengerjakan maksudNya dalam hidup kita, dan tidak sedetikpun Ia mengabaikan kita, sehingga kita tahu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, semua itu dikendalikan Allah untuk mendatangkan kebaikan kepada kita. Bahkan semua niat jahat orang dan setan diperalat Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Kasih dan pemeliharaan Tuhan ini memberikan kepada kita jaminan dan kepastian dalam kehidupan yang tidak pasti ini. Kelimpahan kasih karunia dan jaminan Tuhan seperti ini memberikan kepada kita sukacita yang melimpah. Roma 8:32 dikatakan, “Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?”
Kedua, sukacita mengalir dari kesadaran bahwa kita memiliki dan melakukan sesuatu yang bernilai kekal. Kesadaran bahwa kita memiliki harta rohani yang terjamin di sorga, dan tidak dapat direbut dari kita, dan bahwa kita sedang mengerjakan pekerjaan yang kekal yang diperkenan oleh Allah. Semua ini memberikan kepada kita sukacita yang besar. Orang yang membagikan kasih dan perhatian kepada sesamanya karena dorongan kasih kepada Kristus, sehingga mereka yang menerima kebaikan itu dipenuhi oleh sukacita Tuhan maka ia memiliki sukacita sorgawi. Inilah pengalaman sukacita dari mereka yang melakukan pekerjaan Tuhan seperti memberitakan Injil, mendukung pekerjaan Tuhan yang dikenanNya.
Ketiga, kita meningkatkan sukacita kita dengan melaksanakan perayaan Kristen. Perjanjian Lama mencatat banyak perayaan hari raya. Perayaan-perayaan itu dimaksudkan sebagai pengalaman transformasi. Perayaan memberikan kepada kita kesempatan untuk mengingat, menghayati segala kebaikan Allah, kepekaan kita untuk menghargai anugerah Allah bahkan yang terkecil ditingkatkan, karena itu sukacita kita dibangkitkan. Nehemia mengatakan, “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa.” Di dalam perayaan kita melakukan berbagai aktivitas yang membawa kesenangan seperti berkumpul sambil makan, minum, bernyanyi, menari, bersalaman, sharing, dan semua bersukacita karena berkat-berkat Tuhan. Manusia yang diciptakan sebagai makhluk artistik memakai daya kreativitasnya yang artistis, seperti musik, drama, lukisan, pahatan, dan arsitektur untuk mengungkapkan konsep/nilai-nilai agama (iman Kristen) untuk beribadah dan memuiliakan Tuhan. Dalam perayaan yang dilakukan dengan benar, maka pujian kepada Allah semakin melimpah dan sukacita kita pun bertambah, dan semua ini menyukakan hati Tuhan. Amin. ?

Related Articel:

0 komentar:

Posting Komentar