Jumat, 04 Januari 2013

Angelina Sodakh: Rasanya Ingin Bunuh Diri Saja, Setelah Baca Pledoi

Pengakuan keputusasaan datang dari mulut Angelina Sondakh. Mantan Koordinator Pokja Anggaran Komisi X DPR RI dari Partai Demokrat ini mengaku sempat terbesit untuk mengakhiri hidupnya karena tidak kuat menanggung beratnya beban yang ditimpakan kepadanya. Mengingat usai ditinggal mendiang suaminya Adjie Mas Said, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus suap pembahasan anggaran di Kemenpora dan Kemendiknas 2010/2011. “Saya hampir ingin bunuh diri tidak lama setelah suami saya wafat, apalagi usai itu ditetapkan sebagai tersangka. Namun agama dan anak-anak sayalah yang membuat saya bertahan,” ucapnya sembari sesengukan saat membacakan pembelaan pribadinya (pledoi) di Persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (3/1). Menurutnya, politik itu kejam. Kendati tidak menerima uang sepeser pun dari Permai Group, mantan putri Indonesia 2001 ini menegaskan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menuntut 12 tahun penjara dan ganti rugi Rp 32 milliar merupakan ledakan petir di siang bolong. “Di mana kesalahan saya sehingga harus dihukum berat. Apakah Angelina sudah melakukan perbuatan hina yang sangat berat melebihi Nazaruddin dan Mindo yang terbukti kuat melakukan penyuapan di Kantor Kemenpora,” katanya. Awalnya Angie, begitu dirinya biasa dipanggil ini meyakini bahwa dirinya akan dituntut ringan karena fakta di persidangan tidak ada seorang pun yang  mengatakan dirinya menerima uang 16 transaksi dari perusahaan Nazaruddin (Permai Group-red) untuk proyek tersebut. Bahkan Muhammad Nazaruddin mengatakan dirinya tidak terlibat dalam kasus wisma atlet. “Tidak mungkin saya dihukum lebih berat dari Nazaruddin yang kabur ke luar negeri dengan tuntutan tujuh tahun dan vonis 4,5 tahun tanpa ganti rugi. Tapi ternyata itu semua salah,” tandasnya dengan berurai air mata.
Oleh karenanya, dia menganggap tidak adil jika hukuman yang didakwakan kepadanya lebih berat daripada Nazaruddin. Apalagi selama ini, dirinya selalu bertindak kooperatif, tidak kabur ke luar negeri dan selalu hadir tepat waktu di persidangan. “Mengapa saya wanita yang tidak berdaya harus dituntut dengan hukuman yang sangat berat tanpa ada bukti-bukti yang jelas,” katanya. Karena itu, melalui pledoinya, politisi yang dulunya berprofesi sebagai artis ini meminta kepada Majelis Hakim agar menguji Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Tipikor yang dikenakan kepadanya. Sebabnya ia merasa tidak pernah menerima uang tersebut dan diminta untuk mengembalikan. Dan jika Negara berniat merampas hartanya, ia memohon kepada Hakim agar jeli. “Saya punya tanah di Bali pemberian ibu saya, dan rumah di Cilandak merupakan hasil penjualan rumah suami saya di Rawamangun. Di rumah itu terdapat hak anak yatim saya, negara jangan merampas hak-hak anak yatim tersebut,” tukasnya. Mantan anggota DPR dari Partai Demokrat tersebut mengaku tak satu rupiah pun menerima uang suap terkait dengan tugasnya sebagai wakil rakyat. “Dalam persidangan tak terbukti satu rupiah pun saya menerima. Jadi apa yang harus saya kembalikan?,” ujar Angie di depan majelis hakim yang diketuai Sudjatmiko. Saat membacakan pembelaan, mantan Putri Indonesia tersebut tak henti menahan tangis. Angie meminta majelis hakim cermat dalam meneliti asal usul aset yang ia miliki.
M. Nazaruddin adalah bekas Bendahara Partai Demokrat yang menjadi terpidana kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games. Ia adalah pemilik Grup Permai, kelompok usaha yang mengerjakan sejumlah proyek di Kemenpora dan Kemendiknas. Sedangkan Mindo Rosalina Manulang alias Rosa adalah Direktur Pemasaran di perusahaan tersebut. Di persidangan, Nazaruddin dan Rosa terus memojokkan dan menuding Angie menerima fee dari Grup Permai karena telah menggiring anggaran. Angie menyebut Rosa tidak pantas menyandang predikat justice collaborator atau saksi kunci yang bekerjasama mengungkap kasus. Menurut Angie, Rosa pernah membujuknya agar meminta uang senilai Rp 20 miliar kepada sejumlah nama yang ditentukan. Jika nama-nama itu memberi uang, tidak akan disebut dalam persidangan. Angie mengaku menolak bujukan Rosa. “Yang membuat saya terkejut, nama-nama yang dia sebutkan itu tidak pernah dia ungkapkan dalam persidangan. Justice collaborator akhirnya berubah menjadi apa yang saya sebut sebagai justice calculator,” kata Angie. Ia meminta aparat penegak hukum tidak begitu saja percaya kepada pihak yang menyebut diri sebagai justice collaborator.
Angie kembali menceritakan kunjungannya kepada Rosa di Rutan Pondok Bambu, beberapa waktu setelah Rosa dipidana dalam kasus Wisma Atlet. Di sidang sebelumnya, nama yang dimaksud adalah Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Rosa memaksa Angie menggelar jumpa pers untuk menyebut nama Anas. “Mindo Rosalina begitu licik dan picik memainkan semua ini. Ada konspirasi yang nyata dan saya dijadikan kambing hitam,” kata Angie. Angie mengaku, saat menjadi koordinator kelompok kerja anggaran di Komisi X DPR adalah sosok yang lugu dan tidak mengetahui permainan anggaran. “Keluguan dan kepolosan saya telah diperdaya oleh orang dibalik topeng kebenaran,” ujarnya. Angie menyebut tuntutan dari Jaksa KPK terlalu berat. “Itu bagaikan petir di siang bolong,” ujarnya. Ia heran mengapa hukumannya jauh lebih berat daripada yang diterima Nazaruddin dan Rosa. Padahal, Rosa jelas-jelas telah tertangkap tangan menerima suap. Sementara, menurut Angie, dirinya tidak terbukti menerima imbalan. “Apakah seorang Angelina Sondakh sudah melakukan kejahatan yang luar biasa dan hina, melampaui Nazar dan Rosa?,” katanya. Di kasus Wisma Atlet, Nazaruddin hanya dihukum 4 tahun 10 bulan penjara. Sedangkan Rosa hanya dipenjara 2 tahun 6 bulan.
Hakim Usir Anaknya
Selain hal di atas, yang mengagetkan Janda Adjie Mas Saidini sempat membawa dua buah hatinya yakni ZRM (11) dan AM (10) di persidangan Tipikor, Kamis (3/1). Mereka rencananya akan menemani ibunya dalam pembacaan Pledoi. Keduanya sempat duduk di barisan depan ruang sidang Pengadilan Tipikor. Namun baru beberapa menit sidang dimulai, Ketua Majelis Hakim, Sudjatmiko meminta kedua anak terdakwa tersebut untuk meninggalkan ruang sidang karena masih di bawah umur. “Yang di bawah umur silahkan di luar,” tegasnya.
Mendengar hal tersebut, pengasuhnya kemudian membawanya ke luar persidangan. Menanggapi hal itu, pengamat hukum dari UIN Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani menegaskan pada dasarnya sidang pidana korupsi terbuka untuk umum. Namun kehadiran anak-anak di bawah umur biasanya memang dilarang karena dapat mempengaruhi psikologi anak dan juga hadirin di persidangan dan salah satu ketakutannya adalah mengganggu jalannya persidangan karena bising menangis dan sebagainya. “Di sidang Mahkamah Agung memang melarang membawa anak-anak ke dalam persidangan,” bebernya saat dihubungi INDOPOS, Kamis (3/1). Jadi tindakan hakim mengusir anak Angie tersebut adalah tindakan sah dan layak dalam etika persidangan. Kemungkinan besar dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) juga tidak memperbolehkan hal itu. Dan itu sudah menjadi konvensi dimana-mana. “Kehadiran anak itu, bisa juga dijadikan tameng oleh Angie, makanya keputusan hakim itu sudah tepat,” imbuhnya. Sidang pun sementara waktu ditunda dan akan dilanjutkan pada Kamis (10/1) depan dengan mengagendakan pembacaan vonis. Sebagiamana diketahui, Jaksa menganggap Angie bersalah melanggar pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jaksa menuntutnya dengan 12 tahun kurungan dan denda Rp 500 juta serta membayar uang pengganti sebesar Rp 12,58 miliar serta US$ 2,35 juta, jika tidak mampu bisa diganti dengan kurungan dua tahun penjara.


Related Articel:

0 komentar:

Posting Komentar