Jumat, 23 November 2012

Sejarah Manado

ASAL MULA NAMA MANADO
Nama Kota Manado menurut tutur legenda yang diceritakan berasal dari bahasa Etnik Toutemboan Minahasa yaitu "Manarow” yang artinya "Pergi ke Negeri Jauh". Jikalau seseorang Suku Minahasa asli hendak bepergian ke Manado, maka tetangganya akan menyapanya dalam bahasa daerahnya, "Mange-an isako..??" (Mau kemana engkau..??), maka dia akan menjawab, "Mange-an Manarow atau mau pergi ke tempat negeri yang Jauh". Dalam versi Bahasa Sangir Tua disebutMararau; Marau yang artinya Jauh.
Nama lain yg lebih tua untuk Kota Manado adalah “Wenang/Benang”.. Wenang atau Benangitu sendiri adalah Pohon yang banyak tumbuh di pesisir Manado atau biasa disebut Pohon Bahu yg bisa kita jumpai disepanjang Pantai di Bahu Malalayang sampai di Kalasey.
Wenang atau Benang itu sendiri dalam versi Bahasa Sangir Tua adalah “Gahenang/Mahenang”, artinya api yang menyala/ bercahaya/ bersinar(suluh, obor, api unggun).
Dan Kata “Manarow” itu sendiri merujuk pada sebuah Pulau yaitu Pulau Manado Tua.. dimana penghuni Pulau Manado Tua ini adalah Orang-orang dari Etnis Sangir Tua yaitu Etnis Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu.
Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu itu berasal dari bahasa Sangir Tua yaitu “Bowong artinya Atas dan Kehu artinya Hutan.. jadi Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu adalah sebuah Kerajaan yg terletak diatas Hutan yg Rajanya disebut Kulano.
Kemudian pada sekitaran abad 14-15, kaum Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu itu melakukan perpindahan ke daratan tanah Minahasa.. Perpindahan dilakukan dengan menggunakan perahu (Bininta), melalui tempat yg bernama "Tumumpa di Tuminting Manado Utara" dlm bahasa Sangir yg artinya "Turun sambil melompat,kemudian menetap di Singkil berasal dari bahasa Sangir Tua disebut "Singkile artinya pindah/menyingkir."
Mereka menyebar sampai ke Pondol yg dalam bahasa Sangir disebut Pondole artinya di Ujung. (Pondol sekarang berada dikawasan Mega Mall Manado).
Tuturan versi lainnya juga mengatakan bahwa pada sekitar tahun 1600 Etnis Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu, mereka beralih ke daratan Minahasa diteluk Manado, disebelah Selatan Sungai Tondano kira-kira di Wilayah Calaca sekarang., dan Penghunian pertama ini merupakan inti kota Manado sekarang dan menjadi Negeri Baru sebab pada waktu itu Kota Manado tidak identik dgn Wenang, akan tetapi Negeri Manado sampai kira-kira Tahun 1830 hanya merupakan sebagian dari Calaca Barat dan wilayah Pelabuhan Manado dan sebelah Utara dari Pasar 45 sekarang.
Oleh sebab itu diseputaran wilayah Calaca, Pelabuhan dan Pasar 45 dari dulu disebut “Bendar” atau “Bandar” atau “Pelabuhan” yaitu tempat Orang-orang dari Minahasa dan Sangir Tua, dan juga para pendatang lainnya seperti Etnis Tionghoa, Arab, Gorontalo dan Bolmong melakukan Barter Dagang.
Ada kemungkinan bahwa istilah atau sebutan "Mange-an isako..??" (Mau kemana engkau..??), ketika ada Orang bertanya pada tetangganya yg mau turun ke Kota Manado maka dia akan menjawab, “Mange-an Manarow” itu terjadi didaerah / wilayah ini ketika Orang-orang dari Gunung mau turun melakukan Barter Dagang di Kota Manado.
Orang-orang Gunung ini atau Etnis Minahasa yg tinggal di Pegunungan ini oleh kaum dari Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu atau Orang Sangir Tua disebut “Tou Kaporo atau Orang Gunung”.
Interaksi antara Sub-sub Etnis Minahasa pada Zaman dahulu dimana Etnis Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu dan Bantik adalah bagian di dalamnya sudah terjadi pada Abad-abad sebelumnya.
Deklarasi di Watu Pinabetengan menandai awal pembagian Tanah Adat bagi Etnis-etnis Minahasa tersebut dimana Etnis Tounsea, Toumbulu, Tountemboan, Toulour, Tounsawang, Pasan,Panosakan mendiami Daratan Minahasa, Etnis Bantik mendiami wilayah pesisir Kota Manado dan Etnis Wowontehu/ Bowontehu/ Bobentehu mendiami Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, Pulau Nain, Pulau Talise, Pulau Gangga, Pulau Bangka dan Pulau Lembeh serta daerah pesisir Daratan Minahasa lainnya.
PERKEMBANGAN KOTA MANADO 
Nama “Manado” mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan nama “Pogidon” atau “Wenang”. Kata Manado sendiri berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti “di jauh”. Pada tahun itu juga, tanah Minahasa-Manado mulai dikenal dan populer di antara orang-orang Eropa dengan hasil buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah.
Tahun 1658 , VOC membuat sebuah benteng di Manado. Sejarah juga mencatat bahwa salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro pernah diasingkan ke Manado oleh pemerintah Belanda pada tahun 1830. Biologiwan Inggris Alfred Wallace juga pernah berkunjung ke Manado pada 1859 dan memuji keindahan kota ini.
Keberadaan kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919. Denganbesluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente yang kemudian dilengkapi dengan alat-alatnya antara lain Dewan gemeente atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester). Pada tahun 1951,Gemeente Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesitanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya Manado, yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Hari jadi Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14 yang diambil dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, dimana putra daerah ini bangkit dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kemudian bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnyaBesluit Gubernur Jenderal tentang penetapan Gewest Manado sebagai Staatgemeente dikeluarkan, dan tahun 1623yang diambil dari unsur historis yaitu tahun dimana Kota Manado dikenal dan digunakan dalam surat-surat resmi. Berdasarkan ketiga peristiwa penting tersebut, maka tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367. Dan sejak saat itu hingga sekarang tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah Kota Manado sebagai hari jadi Kota Manado.

Kota ini juga pernah mengalami kerusakan berat karena peperangan yaitu ketika pada masa Perang Dunia II, dan ketika dibom kembali oleh TNI Angkatan Udara pada 1958 dalam upaya mengalahkan Permesta, sebuah gerakan pemberontakan yang menghendaki pemisahan dari Republik Indonesia. 

Arti Logo


Bentuk serta arti lambang Kota Manado adalah : berbentuk perisai, yang memiliki delapan sub bentuk serta sejumlah makna yang menjadi ciri khas di seputaran kehidupan warga dan melambangkan arti dari nasionalis.
Burung Manguni dalam sikap terbang melambangkan kebudayaan asli suku Minahasa.
Bungken atau tombak berikatan pita merah bertuliskan ‘Sitou Timou Tumou Tou’ yang artinya Manusia Hidup Untuk Memanusiakan Orang Lain.
Di bagian bawahnya nampak gambar laut, melambangkan Kota Manado merupakan bandar pelabuhan dan perdagangan, tombak bertiga puncak melambangkan ketiga “pakasaan” yang merupakan asal usul Kota Manado yaitu: Pakasaan Ares, Pakasaan Wenang, Titiwungen, dan Pakasaan Singkil.
Empat garisan gelombang melambangkan suku-suku Sangihe Talaud, Minahasa, Bolaang Mongondow, dan Gorontalo yang merupakan unsur utama penduduk Sulawesi Utara (Sulut) dengan Kota Manado sebagai Ibukota Propinsi Sulut dan pegunungan melambangkan keadaan bumi Kota Manado.
Pohon kelapa kanan, berpelapah sembilan buah dengan helai daun masing-masing daun lima buah melambangkan Proklamasi Indonesia 1945. Kelar-kelar pohon kelapa empat belas banyaknya pohon kelapa, dua buah dan pohon kelapa kiri berpelepah delapan dengan lima helai daun masing-masing dari satu pelepah yang ujung dengan enam helai daun disertai kedua bendera merah putih pada kiri kanannya, ke semuanya melambangkan Aksi Merah Putih 14 Februari 1946 yang bermaksud mempertahankan Kedaulatan Negara Proklamasi 1945. Sementara, pohon kelapa dengan masing-masing mempunyai lima buah melambangkan Pancasila. Batang melambangkan Pancasila selaku dasar dan tujuan dari pola petahanan dan penyelenggaraan Kota Manado.
Sedangkan secara terperinci, lambang Kota Manado yaitu mulai dari pita dan sayap manguni melengkung teratur dan hampir parallel menghadap ke atas, garis putih memisahkan ujung sayap manguni dan bagian darat di bawah bendera, garis putih pula memisahkan ke empat bukit pada sebelah atasnya disertai garis putih lurus mendatar pada bagian kaki bukit.
Gelombang empat buah berbiga alir arah ke atas dengan puncak alunan mengarah ke puncak tombak bagian atasnya, gelombang empat buah berbiga alir arah ke atas dengan puncak, alunan mengarah ke puncak tombak bagian atasnya, dasar pohon kelapa melengkung ke bawah di atas puncak tombak di bagian tanah, pohon-pohon kelapa melengkung arah ke luar secara simetris, keempat pasang pelepahnya sebelah menyebelah melengkung arah ke bawah secara teratur, sedang pelepah ujungnya tegak ke atas dengan pelepah arah ke dalam.
Sementara bendera melengkung dari atas arah keluar, pada mata tombak melengkung keluar pada bagian bawahnya, kelapa tiang bendera bulat panjang serta mendatar.


Related Articel:

0 komentar:

Posting Komentar