Pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP) Siti Hartati Murdaya
menyetujui adanya pemberian Rp 1miliar untuk Bupati Amran Batalipu. Hal
itu diakui Financial Controller PT HIP, Arim saat bersaksi untuk
terdakwa Hartati Murdaya terkait kasus dugaan suap Hak Guna Usaha(HGU)
perkebunan sawit, di pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (17/12/2012).
Kendati demikian, Arim mengklaim jika pemberian uang tersebut bukan
untuk Bupati Buol, Amran Batalipu sebagai suap pengurusan Hak Guna usaha
menggarap lahan seluas 4.500 hektare di kabupaten Buol. Tetapi untuk
dibagi ke masyarakat sebagai bantuan sosial pengamanan perusahaannya
yang saat itu sedang diblokade oleh para warga.
“Ketika bertemu Pak Amran memang Ibu (Hartati) membicarakan masalah
keamanan pabrik, dan Ibu minta bantuan Pak Amran untuk mengendalikan
keadaan. Saya tahunya uang itu (Rp 1 miliar) cuma buat membayar
pengamanan kebun yang saat itu sedang diduduki oleh preman,” kata Arim
saat bersaksi. Menurut Arim, Bupati Amran Batalipu setuju membantu
pengamanan perusahaan. Namun, dibutuhkan biaya sehingga Amran minta dana
ke Hartati yang lalu disetujui Rp 1 milyar. Sementara itu, Direktur di
PT HIP, Totok Listiyo yang juga bersaksi untuk terdakwa Hartati
mengungkapkan jika pemberian Rp 2 miliar untuk Amran Batalipu yang
diberikan olehnya tanpa perintah Hartati. “Memang ada permintaan dana
dari Pak Amran saat bertemu dengan Ibu (Hartati) di Lobi Grand Hyatt
pada 11 Juni 2012. Pak Amran minta Rp 3 miliar. Saat itu Ibu memang
tidak menyatakan menyanggupi,” ujar Totok.
Meski demikian, Totok tetap memerintahkan Arim untuk menyiapkan Rp 2
miliar untuk bantuan pemilu kada kepada Amran. Bantuan itu, kata Totok,
harus diberikan karena dia khawatir nanti perusahaan akan kembali
mendapat gangguan jika Amran menang dalam pemilu kada. “Jadi tidak ada
jalan lain harus membantu dulu supaya perusahaan kita bisa selamat. Saya
tidak melapor dan tidak menyampaikannya kepada Ibu,” jelasnya.
Pernyataan keduanya berbeda dengan rekaman pembicaraan hasil penyadapan
tim KPK antara Arim dan Hartati. Dimana dalam rekaman tersebut uang itu
diketahui buat mengurus sertifikat Izin Lahan, Hak Guna Usaha, dan Izin
Usaha Perkebunan milik PT Sebuku Inti Plantation dan PT Cipta Cakra
Murdaya. Hartati dan Arim, dalam rekaman itu, sudah tahu akan memberikan
uang Rp 3 miliar secara bertahap. Mereka bahkan menggunakan bahasa kode
satu kilo dan dua kilo. Uang itu juga bertujuan agar Amran tidak
menerbitkan sertifikat izin lahan kepada PT Sonokeling Buana, perusahaan
milik Artalyta Suryani alias Ayin. Dimana Direkturnya adalah Rommy
Dharma Setiawan yang nitabennya adalah anak Ayin.
Sementara itu, dalam surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum pada
KPK, pada Maret sampai Juni 2012, diketahui jika Hartati selaku pemilik
PT Hardaya Inti Plantation, PT Cipta Cakra Murdaya, dan PT Sebuku Inti
Plantation bersama-sama dengan Direktur Operasional PT Hardaya Inti
Plantation Gondo Sudjono Notohadi Susilo, general Manager Supporting PT
HIP Yani Anshori, Direktur Utama PT HIP Totok Lestiyo, dan Direktur
Keuangan PT HIP Arim memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dalam hal ini mantan Bupati Buol, Amran
Abdullah Batalipu. “Hartati Murdaya memerintahkan pemberian uang
sebesar Rp 1 miliar lewat Gondo Sudjono dan sebesar Rp 2 miliar lewat
Arim, sehingga semuanya berjumlah Rp 3 miliar kepada Amran Abdullah
Batalipu. Uang itu diberikan agar Amran mau mengusahakan penerbitan
sertifikat Hak Guna Usaha lahan kelapa sawit sebesar 75 ribu hektar
milik PT Hardaya Inti Plantation dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa
sawit seluas 4500 hektar yang diajukan PT Cipta Cakra Murdaya di
Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah,” ucap Jaksa I Kadek Wiradana
saat membacakan surat dakwaan.
Hartati menyuap Amran agar secepatnya menyurati Gubernur Sulawesi
Tengah dan membuat surat rekomendasi kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia terkait izin HGU dan IUP perusahaan milik
Hartati. Jaksa Penuntut Umum KPK menyusun surat dakwaan Hartati Murdaya
dalam bentuk alternatif. Pertama, dia dijerat dengan Pasal 5 ayat 1
huruf (a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Ancaman maksimalnya pidana penjara selama lima tahun dan denda
Rp 250 juta. Hartati juga dijerat dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64
ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman maksimalnya pidana
penjara tiga tahun dan denda Rp 150 juta.
0 komentar:
Posting Komentar