Vonis untuk politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh alias Angie
selama empat tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta
subsider kurungan enam bulan kembali dikritik. Vonis majelis hakim
pengadilan tindak pidana korupsi itu dinilai terlalu rendah. Pakar
Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai, putusan
untuk Angie itu tidak akan menimbulkan efek jera. Bahkan, menurutnya,
putusan itu seolah memberikan kepastian bagi para koruptor lainnya.
“Koruptor akan bilang korupsi sering-sering karena sudah ada kepastian,
pasti dihukum rendah,” kata Muluk, dalam diskusi Polemik Sindo Radio di
Warung Daun, Jakarta, Sabtu (12/1). Hamdi menambahkan, selain memberikan
kepastian bakal dihukum ringan, vonis Angie juga memberikan kepastian
bahwa hasil korupsi nantinya tidak akan dirampas oleh negara. Dengan
demikian, setelah keluar dari lembaga permasyarakatan, koruptor bisa
menikmati uang hasil korupsi. Penilaian sama disampaikan aktivis
Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson F Yuntho. Angie, kata dia,
tidak akan menjalani total 4,5 tahun lantaran bakal dipotong remisi
serta bebas bersyarat. “Masih ada juga tabungannya,” kata dia.
Hamdi menambahkan, masyarakat tidak akan mengerti mengenai teknis
hukum. Masyarakat hanya akan membandingkan vonis Angie itu dengan
perkara yang menjerat masyarakat kecil. “Masyarakat akan mengukur dengan
maling ayam yang seharga Rp 50 ribu dihukum tiga bulan. Maka kalau
korupsi miliaran rupiah tinggal dikalikan. Berapa tahun tuh,” pungkas
dia. Sebelumnya, Angie dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi
secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total Rp
2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai. Namun, majelis
hakim tidak mengharuskan Angie membayar kerugian negara sesuai dengan
nilai uang yang dikorupsinya seperti dalam tuntutan jaksa. Vonis ini
juga jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang meminta agar
Angie dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam
bulan kurungan.
0 komentar:
Posting Komentar