Malaria
Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax
berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoitovale dan pigmen
kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh
eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini
secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72
jam.
Dari
semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh,
malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan
sering terjadinya komplikasi.
B. Penyebab
Menurut
Harijanto (2000), plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling
sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke
tiga).
v Karakteristik nyamuk
Menurut
Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia,
hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan
malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi
vektor malaria.
Sarang
nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada
pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang
besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah).
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
C. Penularan dan Penyebaran Penyakit Malaria
Penularan
penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian
besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia
dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan
ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut.
Jenis-jenis vector (perantara) malaria yaitu:
§ Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara di derah pantai
§ Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan
§ Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkembunan, kehutanan dan pegunungan.
Penularan yang lain melalui tranfusi darah, namun kemungkinannya sangat kecil.
D. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase
ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh
nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam
eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan
betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap
oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi
dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu,
sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay &
Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase
eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit.
Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan
masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam
badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal.
409).
b. Fase Aseksual
Terjadi
di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi
parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “
ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel
parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam
hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah.
Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml
darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan
hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran
yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang
baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus.
Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di
sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer
sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan
merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap
saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal
ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara
garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh
nyamuk.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dengan malaria adalah sebagai berikut:
Suatu
serangan biasa dimulai secara samara-samar dengan menggigil, di ikuti
berkeringat dan demam yang hilang timbul. Dalam 1 minggu, akan terbentuk
pola yang khas dari serangan yang hilang timbul. Suatu periode sakit
kepala atau rasa tidak enak badan, diikuti oleh menggigil. Demam
berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan
sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis
malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi
klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit
(plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang
dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk
survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat
dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan
ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan
mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan
interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan
mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
· Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
· Volume
yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick)
dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro
liter untuk sedian tipis.
· Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
· Identifikasi spesies plasmodium
· Identifikasi
morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan
selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip
dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi
plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung
kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi
cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat
sebagai instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan
imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau
eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan
terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan
biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap
yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan
ekstrak DNA.
G. Diagnosa
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejalanya, dimana terjadi serangan demam dan
menggigil secara periodik tanpa penyebab yang jelas. Dugaan malaria
semakin kuat jika dalam waktu 1 tahun sebelumnya, penderita telah
mengunjungi daerah malaria dan pada pemeriksaan fisik ditemukan
pembesaran limpa.
Untuk
memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan darah guna menemukan parasit
penyebabnya. Mungkin perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan karena
kadar parasit di dalam darah bervariasi dari waktu ke waktu. Pengobatan,
komplikasi dan prognosis dari malaria ditentukan oleh jenis parasit
penyebabnya.
H. Penatalaksanaan
Berdasarkan
pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih
berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa
obat-obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk
menurunkan demam seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya
tahan tubuh sebagai upaya membantu kesembuhan.
Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine,
karena harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai
penyembuhan penyakit malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita
yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan
memberikan antimalaria lainnya seperti
Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine,
Artesunat-piperquine, Artemether-lumefantrine, dan
Dihidroartemisinin-piperquine.
Penatalaksanaan
malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay
& Rahardja (2002) antara lain salah satunya adalah :
Malaria Tersiana/ Kuartana
Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya
di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7
hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama
14 hari)
I. Pencegahan
Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke daerah malaria bisa melakukan hal-hal berikut:
§ Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah
§ Memasang tirai di pintu dan jendela
§ Memasang kawat nyamuk
§ Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit
§ Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit nyamuk.
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria:
§ Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100% efektif
§ Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk
§ Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai influenza
§ Diagnosis
dan pengobatan dini sangat penting, terutama pada malaria falciparum,
yang bisa berakibat fatal pada lebih dari 20% penderita.
0 komentar:
Posting Komentar