Minggu, 13 Januari 2013

Saksi CNR-DJT Ringankan KPU dan JWS-IvanSa

Saksi yang dihadirkan pihak pemohon Careig Naichel Runtu (CNR) dan Denny J Tombeng (DJT) dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (9/1) kemarin pagi, meringankan pihak termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait Jantje Wowiling Sajow-Ivan Sarundajang (JWS-IvanSa).

Sidang tersebut dimulai pukul 09.00 WIB, dengan agenda mendengar jawaban dari KPU dan JWS-IvanSa serta keterangan dari beberapa saksi dari CNR-DJT. Sebanyak 15 saksi yang dihadirkan pihak pemohon, terdiri dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Hukum Tua, kebanyakan  meringankan KPU maupun JWS-IvanSa. 

Menurut  pihak CNR-DJT, mereka membawa 30 saksi, namun yang hadir hanya 15 saksi. Sidang  dimulai dengan mendengar jawaban dari KPU setelah itu dilanjutkan pembacaan jawaban dari JWS-IvanSa.

Sebelum para saksi diambil sumpah, kuasa hukum dari KPU mengajukan keberatan. Dikarenakan, para saksi yang diajukan CNR-DJT, merupakan PPK. Menurut kuasa hukum KPU, sesuai dengan surat edaran KPU nomor 16 tahun 2010 menyatakan, dalam proses penyelesaian perselisihan hasil Pemilukada, anggota KPU, PPK, PPS, dan KPPS, tidak dibenarkan menjadi saksi atau saksi ahli dari pasangan calon.Keberatan tersebut diterima oleh majelis hakim untuk dicatat.

Dari 15 saksi yang diambil sumpah, baru 8 saksi yang memberikan keterangan. Saksi dari PPK yang dihadirkan antara lain Ketua PPK Pineleng Ferry Kaunang, Ketua PPK Tombulu Stefi Kindangen, Ketua PPK Tombariri Danny Wahab, Anggota PPK Langowan Barat Freddy Kumolontang, Ketua PPK Tompaso Novi, Ketua PPK Tondano Utara Julius Efradus,  dan Ketua PPK Langowan Selatan Risal Malonda.

Ada juga saksi dari unsur kepala desa, yakni Hukum Tua Kapataran Barki Tambariki. Kepada saksi (PPK), hakim menanyakan alasan, kenapa bersedia menjadi saksi. Kendati PPK adalah satu badan dari termohon dalam hal ini KPU. Sebagian besar jawaban PPK, ingin menyampaikan kebenaran yang terjadi saat pelaksanaan pemungutan suara.

Selanjutnya hakim menanyakan tentang tahapan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Seluruh PPK menjawab, tidak ada persoalan atau keberatan yang terjadi saat penetapan DPT. Kebanyakan saksi PPK hanya mempermasalahkan tentang surat edaran yang diberikan oleh KPU pada tanggal 10 Desember. Sebab surat edaran itu diterima secara bersamaan dengan logistik Pemilukada. Yang menurut saksi, menimbulkan banyak kebingungan pada PPK maupun PPS serta KPPS.

Hakim juga bertanya tentang selisih dari DPT yang ditetapkan oleh KPU pada 3 Desember dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih. Para PPK menjawab bahwa mereka membandingkan DPT dengan hasil pleno KPU. Bukan membandingkan dengan yang menggunakan hak pilih pada hari pencoblosan. Perbandingannya, lebih kurang dari DPT yang ditetapkan.

Sementara itu Hukum Tua Kapataran Barki Tambariki, dalam kesaksiannya, mengaku pernah datang ke rumah pribadi Gubernur di Kawangkoan, Minahasa.  Tetapi ia pergi bukan karena undangan gubernur. ‘’Kami pergi setelah menerima informasi dari teman-teman Hukum Tua,’’ jelasnya.

 Pada pertemuan tersebut Tambariki mengaku diberikan kesempatan oleh Gubernur untuk menyampaikan persoalan-persoalan apa yang terjadi di desa. Sekaligus meminta kalau ada usulan kepada gubernur untuk pembangunan di desa. Pada kesempatan emas itu, Tambariki mengaku, mengusulkan jalan perkebunan dan proyek air bersih.

Menurut Tambariki, saat para Hukum Tua menyampaikan usulan, muncul pasangan JWS-IvanSa yang kemudian menyampaikan program-program mereka jika dipercayakan oleh rakyat Minahasa. Ketika ditanya oleh hakim, apakah gubernur saat itu mengomentari penyampaian dari JWS-IvanSa? Tambariki mengaku tidak ada. Menurut Tambariki, selesai pertemuan tersebut, mereka menerima amplop dari seseorang dengan sejumlah uang di dalamnya.

Ketika ditanya apakah orang tersebut mengatakan sesuatu ketika memberikan amplop tersebut, dan apakah ada janji-janji dari pemberi uang? Secara spontan Tambariki menjawab, “tidak Pak.”  Tambariki juga mengaku Desa Kapataran mendapat proyek pengaspalan jalan.

Selesai mendengarkan keterangan dari beberapa saksi, hakim memutuskan menunda sidang tersebut pada, Jumat (11/1) esok pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi. Pada sidang berikutnya hakim menyampaikan termohon (KPU) juga bisa membawa saksi.

JAWABAN KPU
Sementara itu dalam jawaban KPU selaku pihak termohon, dengan tegas membantah semua pendapat atau dalil yang dikemukakan pemohon. Kuasa hukum KPU menyatakan, setelah mencermati permohonan yang telah dua kali mendapat perubahan, ternyata pihak pemohon tidak mencermati apa yang disampaikan oleh majelis hakim yang terhormat pada persidangan pertama tentang signifikansi kesalahan dalam perhitungan suara dengan jumlah pemilih yang menyebabkan pihak lain meraih suara terbanyak.

Terkait rekapitulasi hasil akhir pleno KPU dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, menurut KPU, keberatan pemohon tidak mendasar dan tidak jelas. Sebab tidak menyampaikan hasil perhitungan yang benar menurut versi pemohon, untuk dibandingkan dengan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh KPU.

Kuasa hukum KPU menjelaskan, proses pemungutan dan perhitungan suara yang dilakukan KPPS, rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara oleh PPS, PPK, dan KPU telah berjalan dengan Luber (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil). Pemenuhan asas tersebut sudah diwujudkan, seperti teknis pemilihan yang menyatakan kebebasan pemilih menggunakan hak pilihnya.

Hal tersebut dibuktikan dengan laporan pemantauan yang dilaksanakan oleh Komite Pemantau Pemilu (TePI), yang telah diakreditasi oleh KPU. Dan juga melarang pemilih membawa dan menggunakan handphone saat menggunakan hak pilih di TPS demi asas rahasia.

Mengenai keterlibatan Gubernur menurut KPU, adalah keterlibatan positif dalam tugas pemerintahan sesuai dengan kewenangan untuk turut menyukseskan penyelenggaraan Pemilu. Diantaranya kebijakan yang meliburkan hari saat pemilihan sehingga meningkatkan jumlah partisipasi pemilih.

Sedangkan penetapan pada H-1 atau tanggal 11 Desember, telah sesuai aturan yang berlaku dan bukan merupakan kategori pelanggaran. Hal ini didukung dengan tidak adanya laporan dari Panwaslukada tentang adanya pelanggaran administratif dalam penetapan DPT. Penetapan DPT 1 hari sebelumnya, memiliki dasar hukum yang jelas dan merupakan upaya menjamin hak politik warga negara yang dijamin oleh konstitusi dan UUD 1945.

Menurut KPU, penetapan dan pengesahan DPT merupakan kewenangan dari PPS, dan kewenangan dalam pemutakhiran diatur dalam UU nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu yaitu mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih, mengumumkan daftar pemilih, menerima masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara, melakukan perbaikan, dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara.

Juga menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara untuk menjadi daftar pemilih tetap, mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dan melaporkan kepada KPU Kabupaten melalui PPK, menyampaikan daftar pemilih kepada PPK.

KPU juga menyatakan dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang: Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menyatakan “Daftar pemilih sementara dan Daftar Pemilih Tambahan yang sudah diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 21, disahkan dan diumumkan menjadi Daftar Pemilih Tetap oleh PPS.”

Perubahan DPT sampai 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara, mengacu pada pasal 32 Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Tata Cara Pemutahiran Data dan Daftar Pemilih Dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Maka bisa dilakukan perubahan sampai H-1 sebelum pemungutan suara bila terdapat pemilih yang meninggal dunia dan terdapat pemilih yang pernah terdaftar dalam DPS tapi tidak ada di DPT.

KPU mengungkapkan, dalil pemohon bahwa Pemilukada yang terselenggara di Kabupaten Minahasa tahun 2012 merupakan Pemilukada yang banyak terjadi pelanggaran sebagai perbuatan termohon secara terstruktur, sistematis, dan massif, merupakan dalil yang mengada-ada,  tidak berdasar, dan kabur.

KPU juga menjelaskan dengan memahami isi dari surat dari KPU yang tidak menyebut adanya keterangan Kepala Desa sebagai syarat untuk menggunakan hak pilih, maka tidak dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan tindakan manipulatif seperti dituduhkan. Apalagi jika dianggap dalam rangka konspirasi dengan pihak terkait atau pasangan calon tertentu. ‘’Suatu tindakan manipulasi, tidak mungkin dilakukan dengan terbuka,’’ lanjut KPU.

Penambahan pemilih oleh PPS berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten atau Panwascam atau PPL, dilakukan dengan melibatkan tim kampanye dan  saksi pasangan calon.

Sedangkan untuk menjamin proses yang transparan, Surat Edaran Nomor: 555/KPU-Kab-023.436239/XII/2012 tanggal 10 Desember 2012 disampaikan kepada semua pasangan calon dengan surat pengantar nomor: 558/KPU-Kab-023.436239/XII/2012 tanggal 11 Desember 2012, dan tidak ada keberatan dari semua pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Minahasa tahun 2012.

Menanggapi dalil pemohon yang menyatakan terdapat 2.175 pemilih tambahan, adalah tidak benar. Sesuai dengan data dari KPU, hanya 1.572 pemilih yang bertambah. KPU juga menjelaskan, pemilih-pemilih tersebut bukan tidak terdaftar.

Melainkan oleh PPS sesuai kewenangannya, telah didata melalui Rapat Pleno PPS yang dihadiri oleh Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan saksi pasangan calon atau pimpinan partai politik pengusung calon tingkat desa dan semua saksi pasangan calon yang hadir pada rapat pleno tersebut. Mereka mengusulkan dan menyetujui penambahan pemilih yang belum terdaftar untuk didaftarkan dalam DPT.

Berdasarkan berbagai hal yang telah dijelaskan, KPU memohon MK yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini berkenan memberikan putusan yaitu menerima eksepsi termohon, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima, dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara.

KPU juga memohon pada MK untuk menolak permohonan keberatan pemohon, menyatakan sah dan mengikat secara hukum berita acara rekapitulasi hasil perhitungan  dan keputusan  KPU Minahasa Nomor: 299/KPTS/KPU-KAB-023.43.6239/2012 tentang penetapan hasil rekapitulasi. Menyatakan sah menurut hukum, Berita Acara Rapat Pleno KPU  Minahasa Nomor: 575/BA/XII/2012 tanggal 17 Desember 2012 tentang Penetapan Pasangan terpilih dalam Pemilukada Minahasa. 

Menolak  permohonan pemohon untuk menerbitkan surat keputusan yang menetapkan pasangan Calon Nomor Urut 3 atas nama Careig Naichel Runtu S.IP dan Denny Jhonlie Tombeng, SE sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih dalam Pemilukada Kabupaten Minahasa. Menolak permintaan pemohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kabupaten Minahasa tanpa mengikutsertakan pasangan Calon  Nomor Urut 4 (empat) Drs Jantje Wowiling Sajow MSi dan Ivan Sarundajang.

JAWABAN JWS-IVANSA
Kuasa hukum pihak terkait, dengan tegas menolak dalil-dalil dari pemohon. Menanggapi tuduhan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang (SHS) dan jajarannya serta pihak terkait, kuasa hukum JWS-IvanSa menyatakan itu tidak benar.

Pada tuduhan bahwa SHS mengeluarkan surat edaran yang melarang kepala daerah untuk berkampanye tanpa seizin gubernur, mereka menyatakan gubernur tidak pernah mengeluarkan surat tersebut. Diungkapkan pemohon, setelah menerima surat permohonan izin cuti oleh Stefanus Vreeke Runtu selaku Bupati Minahasa, gubernur membalas dengan surat penjelasan pemberian cuti yang berdasarkan pada pasal 79 ayat 3 huruf C dan pasal 61 ayat 4 PP nomor 6 tahun 2005 yang mengungkapkan, yang dapat mengajukan dan diberi izin kampanye adalah pejabat negara yang menjadi calon.

Hal ini juga telah dijelaskan oleh Kasubdit Pejabat Negara Ditjen Otda Kementrian Dalam Negeri Drs Soekatjo, yang juga dibenarkan oleh pejabat Panitera Pengganti pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Saiful Anwar SH dalam koordinasi dan konsultasi kuasa hukum pihak terkait. Hal ini juga ditegaskan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Prof Dr Djohermansyah Djohan MA, atas nama Menteri Dalam Negeri.

Penegasan tersebut dituangkan dalam surat nomor 273/6687/OTDA, tanggal 4 Desember 2012 yang menyatakan pejabat negara, pejabat struktural, dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa, dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon selama kampanye.

Kuasa hukum JWS-IvanSa menyatakan, dalil yang diungkapkan pemohon yang menyatakan Gubernur Sulut menyalahgunakan wewenang dan secara sengaja menghalangi hak politik Bupati Minahasa Stefanus Vreeke Runtu dan Wali Kota Manado Vicky Lumentut, adalah tidak benar. ‘’Itu merupakan asumsi dari pihak pemohon dan tidak ada hubungannya antara kekalahan pasangan CNR-DJT dengan ditolaknya pemberian izin cuti kampanye,’’ jelas kuasa hukum pihak terkait.

Terkait dengan dalil pemohon yang menuduh Gubernur Sulut yang mengumpulkan para hukum tua dan melakukan kampanye terselubung untuk pasangan JWS-IvanSa, adalah tidak benar dan tidak beralasan. Menurut pihak terkait, para Hukum Tua datang ke kediaman Gubernur secara inisiatif sendiri untuk menyampaikan dan mengeluhkan berbagai persoalan terkait pembangunan.

Menurut mereka, pertemuan bukan hanya terjadi di rumah gubernur, tapi juga di kantor dan di setiap kunjungan kerja gubernur ke daerah-daerah. Banyak hukum tua yang menggunakan kesempatan tersebut untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat. Ini merupakan hal yang wajar, karena tidak ada aturan yang melarang hukum tua untuk menyampaikan aspirasi kepada gubernur sebagai kepala pemerintahan dan wakil pemerintah pusat yang ada di daerah.

Diungkapkan kuasa hukum terkait, dalam pertemuan tersebut, tidak ada pembinaan atau arahan gubernur terkait dengan pemenangan calon tertentu dalam Pemilukada Minahasa. Malahan gubernur mengimbau para hukum tua dan masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban untuk menghadirkan Pemilukada yang demokratis.

Pihak terkait juga membantah dalil pemohon tentang pembangunan yang dijanjikan dalam rangka mendukung dan memenangkan pasangan JWS-IvanSa. Menurut mereka, pembangunan dan fasilitas yang dibangun di desa, tidak ada relevansinya dengan pemenangan JWS-IvanSa.

Malahan pihak CNR-DJT yang dituding telah melakukan mobilisasi birokrat dan PNS sesuai yang dibuktikan dengan foto. Diantaranya pada saat kampanye CNR-DJT pada tanggal 5 Desember, tampak hadir Kadis Perhubungan Drs J Lontaan, Asisten I FP Loing, Kadis Sosial Drs Hans Mokad, dan sejumlah pejabat eselon lainnya. Foto lainnya juga menunjukkan pemohon dalam menyalurkan tunjangan kepada perangkat desa dan kelurahan yang dihadiri pemohon dan Bupati Minahasa serta Kepala BPMD Glady Kawatu SH.

Selanjutnya tentang tuduhan pemohon yang menuduh adanya politisasi anggaran, adalah tidak benar. Karena secara hukum persetujuan rancangan APBD atau APBD perubahan adalah keputusan DPRD  Sulut. Pembahasan anggaran tersebut sudah sesuai dengan prosedur dengan rapat komisi dan pandangan umum setiap fraksi, yang akhirnya disetujui dalam rapat paripurna.

Keputusan anggaran tersebut telah disampaikan dan dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri. Dari hasil evaluasi berdasarkan pasal 185 UU RI No 132 tahun 2004, tidak ada yang bertentangan dengan kepentingan umum. Pihak terkait juga menyatakan anggaran infrastruktur tersebut adalah merupakan hasil respon atas aspirasi dari masyarakat, kepala desa, lurah,  camat, mengenai perbaikan jalan yang kemudian ditindaklanjuti dan dibahas dalam rapat DPRD Sulut.

Sementara itu,  pasangan JWS-IvanSa telah mengikuti prosedur dan telah memenuhi segala persyaratan dan ketentuan selaku peserta Pemilu. Dengan mengikuti semua tahapan dan sehingga ditetapkan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. ‘’Pada tahap kampanye, pihak terkait telah memenuhi segala tata cara, prosedur, dan ketentuan kampanye,’’ lanjut kuasa hukum terkait.

Kasus hukum yang dituduhkan pemohon ditolak mentah-mentah oleh pihak terkait. Menurut mereka, kasus hukum yang dijalani JWS telah selesai. Sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri Tondano dalam perkara nomor: 131/Pid.b/2009/PN.TDO, dan putusan Mahkamah Agung No. 016/K/PID.SUS/2010 tanggal 30 November 2010, menyatakan JWS tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang dituntutkan.

Begitu juga dengan kasus yang dituduhkan kepada IvanSa yaitu kasus narkoba, yang menurut kuasa hukum tidak benar. Sesuai dengan berita acara nomor: 378/BA/X/2012 tanggal 25 November, IvanSa dinyatakan memenuhi syarat dalam Pemilukada Minahasa.

Permohonan pihak CNR-DJT untuk mendiskualifikasikan pasangan JWS-IvanSa adalah tidak berdasar, karena selama pelaksanaan Pemilukada Minahasa, tidak ada terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan massif seperti yang didalilkan dan diasumsikan pemohon.

Berdasarkan semua jawaban dan penjelasan, pihak terkait memohon kepada majelis hakim mahkamah konstitusi yang memeriksa untuk memutuskan menerima dan mengabulkan keterangan pihak terkait dan menolak permohonan pemohon secara keseluruhan.

Sumber

Related Articel:

0 komentar:

Posting Komentar