Saksi yang dihadirkan pihak pemohon Careig Naichel Runtu (CNR) dan Denny
J Tombeng (DJT) dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu
(9/1) kemarin pagi, meringankan pihak termohon Komisi Pemilihan Umum
(KPU) dan pihak terkait Jantje Wowiling Sajow-Ivan Sarundajang
(JWS-IvanSa).
Sidang tersebut dimulai pukul 09.00 WIB, dengan agenda mendengar jawaban
dari KPU dan JWS-IvanSa serta keterangan dari beberapa saksi dari
CNR-DJT. Sebanyak 15 saksi yang dihadirkan pihak pemohon, terdiri dari
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Hukum Tua, kebanyakan meringankan
KPU maupun JWS-IvanSa.
Menurut pihak CNR-DJT, mereka membawa 30 saksi, namun yang hadir hanya
15 saksi. Sidang dimulai dengan mendengar jawaban dari KPU setelah itu
dilanjutkan pembacaan jawaban dari JWS-IvanSa.
Sebelum para saksi diambil sumpah, kuasa hukum dari KPU mengajukan
keberatan. Dikarenakan, para saksi yang diajukan CNR-DJT, merupakan PPK.
Menurut kuasa hukum KPU, sesuai dengan surat edaran KPU nomor 16 tahun
2010 menyatakan, dalam proses penyelesaian perselisihan hasil
Pemilukada, anggota KPU, PPK, PPS, dan KPPS, tidak dibenarkan menjadi
saksi atau saksi ahli dari pasangan calon.Keberatan tersebut diterima
oleh majelis hakim untuk dicatat.
Dari 15 saksi yang diambil sumpah, baru 8 saksi yang memberikan
keterangan. Saksi dari PPK yang dihadirkan antara lain Ketua PPK
Pineleng Ferry Kaunang, Ketua PPK Tombulu Stefi Kindangen, Ketua PPK
Tombariri Danny Wahab, Anggota PPK Langowan Barat Freddy Kumolontang,
Ketua PPK Tompaso Novi, Ketua PPK Tondano Utara Julius Efradus, dan
Ketua PPK Langowan Selatan Risal Malonda.
Ada juga saksi dari unsur kepala desa, yakni Hukum Tua Kapataran Barki
Tambariki. Kepada saksi (PPK), hakim menanyakan alasan, kenapa bersedia
menjadi saksi. Kendati PPK adalah satu badan dari termohon dalam hal ini
KPU. Sebagian besar jawaban PPK, ingin menyampaikan kebenaran yang
terjadi saat pelaksanaan pemungutan suara.
Selanjutnya hakim menanyakan tentang tahapan penetapan Daftar Pemilih
Tetap (DPT). Seluruh PPK menjawab, tidak ada persoalan atau keberatan
yang terjadi saat penetapan DPT. Kebanyakan saksi PPK hanya
mempermasalahkan tentang surat edaran yang diberikan oleh KPU pada
tanggal 10 Desember. Sebab surat edaran itu diterima secara bersamaan
dengan logistik Pemilukada. Yang menurut saksi, menimbulkan banyak
kebingungan pada PPK maupun PPS serta KPPS.
Hakim juga bertanya tentang selisih dari DPT yang ditetapkan oleh KPU
pada 3 Desember dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih. Para
PPK menjawab bahwa mereka membandingkan DPT dengan hasil pleno KPU.
Bukan membandingkan dengan yang menggunakan hak pilih pada hari
pencoblosan. Perbandingannya, lebih kurang dari DPT yang ditetapkan.
Sementara itu Hukum Tua Kapataran Barki Tambariki, dalam kesaksiannya,
mengaku pernah datang ke rumah pribadi Gubernur di Kawangkoan,
Minahasa. Tetapi ia pergi bukan karena undangan gubernur. ‘’Kami pergi
setelah menerima informasi dari teman-teman Hukum Tua,’’ jelasnya.
Pada pertemuan tersebut Tambariki mengaku diberikan kesempatan oleh
Gubernur untuk menyampaikan persoalan-persoalan apa yang terjadi di
desa. Sekaligus meminta kalau ada usulan kepada gubernur untuk
pembangunan di desa. Pada kesempatan emas itu, Tambariki mengaku,
mengusulkan jalan perkebunan dan proyek air bersih.
Menurut Tambariki, saat para Hukum Tua menyampaikan usulan, muncul
pasangan JWS-IvanSa yang kemudian menyampaikan program-program mereka
jika dipercayakan oleh rakyat Minahasa. Ketika ditanya oleh hakim,
apakah gubernur saat itu mengomentari penyampaian dari JWS-IvanSa?
Tambariki mengaku tidak ada. Menurut Tambariki, selesai pertemuan
tersebut, mereka menerima amplop dari seseorang dengan sejumlah uang di
dalamnya.
Ketika ditanya apakah orang tersebut mengatakan sesuatu ketika
memberikan amplop tersebut, dan apakah ada janji-janji dari pemberi
uang? Secara spontan Tambariki menjawab, “tidak Pak.” Tambariki juga
mengaku Desa Kapataran mendapat proyek pengaspalan jalan.
Selesai mendengarkan keterangan dari beberapa saksi, hakim memutuskan
menunda sidang tersebut pada, Jumat (11/1) esok pukul 09.00 WIB dengan
agenda pemeriksaan saksi. Pada sidang berikutnya hakim menyampaikan
termohon (KPU) juga bisa membawa saksi.
JAWABAN KPU
Sementara itu dalam jawaban KPU selaku pihak termohon, dengan tegas
membantah semua pendapat atau dalil yang dikemukakan pemohon. Kuasa
hukum KPU menyatakan, setelah mencermati permohonan yang telah dua kali
mendapat perubahan, ternyata pihak pemohon tidak mencermati apa yang
disampaikan oleh majelis hakim yang terhormat pada persidangan pertama
tentang signifikansi kesalahan dalam perhitungan suara dengan jumlah
pemilih yang menyebabkan pihak lain meraih suara terbanyak.
Terkait rekapitulasi hasil akhir pleno KPU dan penetapan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah terpilih, menurut KPU, keberatan pemohon
tidak mendasar dan tidak jelas. Sebab tidak menyampaikan hasil
perhitungan yang benar menurut versi pemohon, untuk dibandingkan dengan
hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh KPU.
Kuasa hukum KPU menjelaskan, proses pemungutan dan perhitungan suara
yang dilakukan KPPS, rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara oleh
PPS, PPK, dan KPU telah berjalan dengan Luber (Langsung, Umum, Bebas,
Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil). Pemenuhan asas tersebut sudah
diwujudkan, seperti teknis pemilihan yang menyatakan kebebasan pemilih
menggunakan hak pilihnya.
Hal tersebut dibuktikan dengan laporan pemantauan yang dilaksanakan oleh
Komite Pemantau Pemilu (TePI), yang telah diakreditasi oleh KPU. Dan
juga melarang pemilih membawa dan menggunakan handphone saat menggunakan
hak pilih di TPS demi asas rahasia.
Mengenai keterlibatan Gubernur menurut KPU, adalah keterlibatan positif
dalam tugas pemerintahan sesuai dengan kewenangan untuk turut
menyukseskan penyelenggaraan Pemilu. Diantaranya kebijakan yang
meliburkan hari saat pemilihan sehingga meningkatkan jumlah partisipasi
pemilih.
Sedangkan penetapan pada H-1 atau tanggal 11 Desember, telah sesuai
aturan yang berlaku dan bukan merupakan kategori pelanggaran. Hal ini
didukung dengan tidak adanya laporan dari Panwaslukada tentang adanya
pelanggaran administratif dalam penetapan DPT. Penetapan DPT 1 hari
sebelumnya, memiliki dasar hukum yang jelas dan merupakan upaya menjamin
hak politik warga negara yang dijamin oleh konstitusi dan UUD 1945.
Menurut KPU, penetapan dan pengesahan DPT merupakan kewenangan dari PPS,
dan kewenangan dalam pemutakhiran diatur dalam UU nomor 15 tahun 2011
tentang penyelenggara Pemilu yaitu mengangkat petugas pemutakhiran data
pemilih, mengumumkan daftar pemilih, menerima masukan dari masyarakat
tentang daftar pemilih sementara, melakukan perbaikan, dan mengumumkan
hasil perbaikan daftar pemilih sementara.
Juga menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara untuk menjadi
daftar pemilih tetap, mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana
dimaksud dan melaporkan kepada KPU Kabupaten melalui PPK, menyampaikan
daftar pemilih kepada PPK.
KPU juga menyatakan dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 tentang: Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menyatakan “Daftar pemilih
sementara dan Daftar Pemilih Tambahan yang sudah diperbaiki sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 21, disahkan dan diumumkan menjadi
Daftar Pemilih Tetap oleh PPS.”
Perubahan DPT sampai 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara,
mengacu pada pasal 32 Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman
Tata Cara Pemutahiran Data dan Daftar Pemilih Dalam Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.
Maka bisa dilakukan perubahan sampai H-1 sebelum pemungutan suara bila
terdapat pemilih yang meninggal dunia dan terdapat pemilih yang pernah
terdaftar dalam DPS tapi tidak ada di DPT.
KPU mengungkapkan, dalil pemohon bahwa Pemilukada yang terselenggara di
Kabupaten Minahasa tahun 2012 merupakan Pemilukada yang banyak terjadi
pelanggaran sebagai perbuatan termohon secara terstruktur, sistematis,
dan massif, merupakan dalil yang mengada-ada, tidak berdasar, dan
kabur.
KPU juga menjelaskan dengan memahami isi dari surat dari KPU yang tidak
menyebut adanya keterangan Kepala Desa sebagai syarat untuk menggunakan
hak pilih, maka tidak dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan tindakan
manipulatif seperti dituduhkan. Apalagi jika dianggap dalam rangka
konspirasi dengan pihak terkait atau pasangan calon tertentu. ‘’Suatu
tindakan manipulasi, tidak mungkin dilakukan dengan terbuka,’’ lanjut
KPU.
Penambahan pemilih oleh PPS berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten
atau Panwascam atau PPL, dilakukan dengan melibatkan tim kampanye dan
saksi pasangan calon.
Sedangkan untuk menjamin proses yang transparan, Surat Edaran Nomor:
555/KPU-Kab-023.436239/XII/2012 tanggal 10 Desember 2012 disampaikan
kepada semua pasangan calon dengan surat pengantar nomor:
558/KPU-Kab-023.436239/XII/2012 tanggal 11 Desember 2012, dan tidak ada
keberatan dari semua pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten
Minahasa tahun 2012.
Menanggapi dalil pemohon yang menyatakan terdapat 2.175 pemilih
tambahan, adalah tidak benar. Sesuai dengan data dari KPU, hanya 1.572
pemilih yang bertambah. KPU juga menjelaskan, pemilih-pemilih tersebut
bukan tidak terdaftar.
Melainkan oleh PPS sesuai kewenangannya, telah didata melalui Rapat
Pleno PPS yang dihadiri oleh Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan saksi
pasangan calon atau pimpinan partai politik pengusung calon tingkat desa
dan semua saksi pasangan calon yang hadir pada rapat pleno tersebut.
Mereka mengusulkan dan menyetujui penambahan pemilih yang belum
terdaftar untuk didaftarkan dalam DPT.
Berdasarkan berbagai hal yang telah dijelaskan, KPU memohon MK yang
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini berkenan memberikan
putusan yaitu menerima eksepsi termohon, menyatakan permohonan pemohon
tidak dapat diterima, dan menghukum pemohon untuk membayar biaya
perkara.
KPU juga memohon pada MK untuk menolak permohonan keberatan pemohon,
menyatakan sah dan mengikat secara hukum berita acara rekapitulasi hasil
perhitungan dan keputusan KPU Minahasa Nomor:
299/KPTS/KPU-KAB-023.43.6239/2012 tentang penetapan hasil rekapitulasi.
Menyatakan sah menurut hukum, Berita Acara Rapat Pleno KPU Minahasa
Nomor: 575/BA/XII/2012 tanggal 17 Desember 2012 tentang Penetapan
Pasangan terpilih dalam Pemilukada Minahasa.
Menolak permohonan pemohon untuk menerbitkan surat keputusan yang
menetapkan pasangan Calon Nomor Urut 3 atas nama Careig Naichel Runtu
S.IP dan Denny Jhonlie Tombeng, SE sebagai Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Terpilih dalam Pemilukada Kabupaten Minahasa. Menolak
permintaan pemohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh
TPS di Kabupaten Minahasa tanpa mengikutsertakan pasangan Calon Nomor
Urut 4 (empat) Drs Jantje Wowiling Sajow MSi dan Ivan Sarundajang.
JAWABAN JWS-IVANSA
Kuasa hukum pihak terkait, dengan tegas menolak dalil-dalil dari
pemohon. Menanggapi tuduhan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang (SHS) dan jajarannya
serta pihak terkait, kuasa hukum JWS-IvanSa menyatakan itu tidak benar.
Pada tuduhan bahwa SHS mengeluarkan surat edaran yang melarang kepala
daerah untuk berkampanye tanpa seizin gubernur, mereka menyatakan
gubernur tidak pernah mengeluarkan surat tersebut. Diungkapkan pemohon,
setelah menerima surat permohonan izin cuti oleh Stefanus Vreeke Runtu
selaku Bupati Minahasa, gubernur membalas dengan surat penjelasan
pemberian cuti yang berdasarkan pada pasal 79 ayat 3 huruf C dan pasal
61 ayat 4 PP nomor 6 tahun 2005 yang mengungkapkan, yang dapat
mengajukan dan diberi izin kampanye adalah pejabat negara yang menjadi
calon.
Hal ini juga telah dijelaskan oleh Kasubdit Pejabat Negara Ditjen Otda
Kementrian Dalam Negeri Drs Soekatjo, yang juga dibenarkan oleh pejabat
Panitera Pengganti pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Saiful
Anwar SH dalam koordinasi dan konsultasi kuasa hukum pihak terkait. Hal
ini juga ditegaskan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Prof Dr
Djohermansyah Djohan MA, atas nama Menteri Dalam Negeri.
Penegasan tersebut dituangkan dalam surat nomor 273/6687/OTDA, tanggal 4
Desember 2012 yang menyatakan pejabat negara, pejabat struktural, dan
fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa, dilarang membuat
keputusan dan atau tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu
pasangan calon selama kampanye.
Kuasa hukum JWS-IvanSa menyatakan, dalil yang diungkapkan pemohon yang
menyatakan Gubernur Sulut menyalahgunakan wewenang dan secara sengaja
menghalangi hak politik Bupati Minahasa Stefanus Vreeke Runtu dan Wali
Kota Manado Vicky Lumentut, adalah tidak benar. ‘’Itu merupakan asumsi
dari pihak pemohon dan tidak ada hubungannya antara kekalahan pasangan
CNR-DJT dengan ditolaknya pemberian izin cuti kampanye,’’ jelas kuasa
hukum pihak terkait.
Terkait dengan dalil pemohon yang menuduh Gubernur Sulut yang
mengumpulkan para hukum tua dan melakukan kampanye terselubung untuk
pasangan JWS-IvanSa, adalah tidak benar dan tidak beralasan. Menurut
pihak terkait, para Hukum Tua datang ke kediaman Gubernur secara
inisiatif sendiri untuk menyampaikan dan mengeluhkan berbagai persoalan
terkait pembangunan.
Menurut mereka, pertemuan bukan hanya terjadi di rumah gubernur, tapi
juga di kantor dan di setiap kunjungan kerja gubernur ke daerah-daerah.
Banyak hukum tua yang menggunakan kesempatan tersebut untuk menyampaikan
aspirasi dari masyarakat. Ini merupakan hal yang wajar, karena tidak
ada aturan yang melarang hukum tua untuk menyampaikan aspirasi kepada
gubernur sebagai kepala pemerintahan dan wakil pemerintah pusat yang ada
di daerah.
Diungkapkan kuasa hukum terkait, dalam pertemuan tersebut, tidak ada
pembinaan atau arahan gubernur terkait dengan pemenangan calon tertentu
dalam Pemilukada Minahasa. Malahan gubernur mengimbau para hukum tua dan
masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban untuk menghadirkan
Pemilukada yang demokratis.
Pihak terkait juga membantah dalil pemohon tentang pembangunan yang
dijanjikan dalam rangka mendukung dan memenangkan pasangan JWS-IvanSa.
Menurut mereka, pembangunan dan fasilitas yang dibangun di desa, tidak
ada relevansinya dengan pemenangan JWS-IvanSa.
Malahan pihak CNR-DJT yang dituding telah melakukan mobilisasi birokrat
dan PNS sesuai yang dibuktikan dengan foto. Diantaranya pada saat
kampanye CNR-DJT pada tanggal 5 Desember, tampak hadir Kadis Perhubungan
Drs J Lontaan, Asisten I FP Loing, Kadis Sosial Drs Hans Mokad, dan
sejumlah pejabat eselon lainnya. Foto lainnya juga menunjukkan pemohon
dalam menyalurkan tunjangan kepada perangkat desa dan kelurahan yang
dihadiri pemohon dan Bupati Minahasa serta Kepala BPMD Glady Kawatu SH.
Selanjutnya tentang tuduhan pemohon yang menuduh adanya politisasi
anggaran, adalah tidak benar. Karena secara hukum persetujuan rancangan
APBD atau APBD perubahan adalah keputusan DPRD Sulut. Pembahasan
anggaran tersebut sudah sesuai dengan prosedur dengan rapat komisi dan
pandangan umum setiap fraksi, yang akhirnya disetujui dalam rapat
paripurna.
Keputusan anggaran tersebut telah disampaikan dan dievaluasi oleh
Menteri Dalam Negeri. Dari hasil evaluasi berdasarkan pasal 185 UU RI No
132 tahun 2004, tidak ada yang bertentangan dengan kepentingan umum.
Pihak terkait juga menyatakan anggaran infrastruktur tersebut adalah
merupakan hasil respon atas aspirasi dari masyarakat, kepala desa,
lurah, camat, mengenai perbaikan jalan yang kemudian ditindaklanjuti
dan dibahas dalam rapat DPRD Sulut.
Sementara itu, pasangan JWS-IvanSa telah mengikuti prosedur dan telah
memenuhi segala persyaratan dan ketentuan selaku peserta Pemilu. Dengan
mengikuti semua tahapan dan sehingga ditetapkan sebagai calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah. ‘’Pada tahap kampanye, pihak terkait
telah memenuhi segala tata cara, prosedur, dan ketentuan kampanye,’’
lanjut kuasa hukum terkait.
Kasus hukum yang dituduhkan pemohon ditolak mentah-mentah oleh pihak
terkait. Menurut mereka, kasus hukum yang dijalani JWS telah selesai.
Sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri Tondano dalam perkara nomor:
131/Pid.b/2009/PN.TDO, dan putusan Mahkamah Agung No. 016/K/PID.SUS/2010
tanggal 30 November 2010, menyatakan JWS tidak terbukti melakukan
tindak pidana korupsi sebagaimana yang dituntutkan.
Begitu juga dengan kasus yang dituduhkan kepada IvanSa yaitu kasus
narkoba, yang menurut kuasa hukum tidak benar. Sesuai dengan berita
acara nomor: 378/BA/X/2012 tanggal 25 November, IvanSa dinyatakan
memenuhi syarat dalam Pemilukada Minahasa.
Permohonan pihak CNR-DJT untuk mendiskualifikasikan pasangan JWS-IvanSa
adalah tidak berdasar, karena selama pelaksanaan Pemilukada Minahasa,
tidak ada terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan massif
seperti yang didalilkan dan diasumsikan pemohon.
Berdasarkan semua jawaban dan penjelasan, pihak terkait memohon kepada
majelis hakim mahkamah konstitusi yang memeriksa untuk memutuskan
menerima dan mengabulkan keterangan pihak terkait dan menolak permohonan
pemohon secara keseluruhan.
Sumber
Minggu, 13 Januari 2013
Saksi CNR-DJT Ringankan KPU dan JWS-IvanSa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar